Allah Tidak Bisa Dikiaskan Dengan Apa Pun
Syaikh Ibnu Taymiyah dalam Dar'u at-Ta'arudl berkata:
وأعظم المطالب العلم بالله تعالى، وأسمائه، وصفاته، وأفعاله، وأمره، ونهيه، وهذا كله لا تنال خصائصه لا بقياس الشمول ولا بقياس التمثيل، فإن الله تعالى لامثل له فيقاس به، ولا يدخل هو وغيره تحت قضية كلية تستوي أفرادها
"Dan tujuan yang paling agung adalah mengetahui Allah Ta'ala, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, perbuatan-Nya, perintah-Nya, dan larangan-Nya. Semua ini tidak dapat dicapai melalui kaidah analogi umum maupun analogi perbandingan. Sebab, Allah Ta'ala tidak memiliki sesuatu yang menyerupai-Nya sehingga dapat dibandingkan dengan-Nya, dan Dia serta selain-Nya tidak termasuk dalam suatu kaidah universal yang menyamakan seluruh individunya."
Perkataan Ibnu Taymiyah tersebut benar dan sesuai dengan mazhab salaf yang dibela oleh Ahlussunnah Wal Jamaáh (Asy'ariyah-Maturidiyah). Imam Sanusi al-Asy'ari berkata:
لا مثل له تبارك وتعالى لا شاهداً ولا غائباً يُقاس عليه
"Tidak ada yang serupa dengan Allah Ta'ala, tidak ada yang terlihat atau tidak terlihat yang bisa dikiaskan dengannya".
Intinya, sebab tidak ada yang serupa secara mutlak dengan Allah, maka seluruh analogi yang muncul dari basis menyamakan antara Allah dengan makhluk adalah salah.
Contoh analogi yang salah tentang Allah sebab menyamakan dengan makhluk adalah sebagai berikut:
1. Ketika melihat wujud makhluk selalu bervolume dan menempati ruang, maka kemudian disimpulkan bahwa Allah juga pasti bervolume dan menempati ruang.
2. Ketika melihat bahwa makhluk yang tidak bertempat di mana-mana (tidak menempati ruang mana pun) lantas dapat disimpulkan berarti ia tidak ada, maka disimpulkan bahwa bila menyifati Allah dengan tidak bertempat di mana-mana maka artinya menganggap Allah juga tidak ada.
3. Ketika melihat seluruh wujud mahluk pasti punya bentuk fisik yang membedakan antara sisi sebelah sini dan sisi sebelah situ, maka disimpulkan bahwa wujud Allah juga punya bentuk fisik yang membedakan antara sisi sebelah sini dan sebelah situ.
4. Ketika melihat yad (tangan) bagi makhluk adalah organ, maka disimpulkan bahwa yad bagi Allah adalah organ juga.
5. Ketika melihat melihat makhluk harus dengan arah dan jarak tertentu, maka melihat Allah juga harus dengan arah dan jarak tertentu.
6. Ketika melihat perbuatan makhluk terjadi pada dirinya sendiri dan menyebabkan perubahan dalam dirinya, lantas disimpulkan bahwa perbuatan Allah terjadi pada diri Allah sendiri dan menyebabkan perubahan pada diri Allah.
7. Ketika melihat udara yang bersama kita di mana pun kita berada, maka kemudian disimpulkan bahwa Allah juga seperti udara sebab Allah bersama kita di mana pun kita berada. Ini akidah Jahmiyah.
8. Ketika melihat makhluk naik turun dengan cara berpindah tempat, maka disimpulkan bahwa nuzul Allah setiap malam juga bermakna diri Allh berpindah tempat dari atas ke bawah lalu berpindah tempat ke atas lagi setelah subuh.
9. Ketika melihat makhluk berkalam dengan suara dan huruf, maka Allah pun dianggap pasti berkalam dengan suara dan huruf sebab kalau tidak begitu dianggap mustahil.
Seluruh contoh yang salah di atas adalah keyakinan sesat yang timbul akibat menganalogikan Allah dengan makhluk. Dikiranya kalau makhluk bersifat seperti itu maka Allah juga harus bersifat begitu. Itu salah besar menurut perspektif Ahlussunnah wal Jamaah sebab tidak ada yang serupa dengan Allah dalam hal apa pun secara mutlak sehingga memahami Allah tidak bisa didapat dengan menyamakan dengan apa yang berlaku pada makhluk.
Lain lagi kalau menurut Mujassimah, Jahmiyah, dan aliran sesat lainnya yang gemar menganalogikan Allah dengan makhluk sebab akal mereka terlalu sempit. Mereka yang sesat sering berkata bahwa akidah itu mudah dan simpel tidak ribet seperti yang diajarkan Ahlussunnah Wal Jamaah (Asy'ariyah-Maturidiyah). Sebenarnya yang mereka ajarkan bukan ajaran yang mudah dan simpel tapi ajaran yang sempit seperti nalar anak kecil yang menyamakan yang suka menyamakan antara Allah dan makhluk. Mereka tidak mampu memahami bahwa kesamaan yang ada antara Allah dan makhluk seluruhnya hanyalah kesamaan istilah, bukan kesamaan hakikat sebab hakikat Dzat Allah mustahil diketahui, mustahil terbayangkan, mustahil dijangkau dan tentu saja mustahil dikiaskan dengan apa pun.