Konsistensi Hukum Alam Dan Kesadaran Seorang Muslim
Konon, Nabi Musa mengeluhkan sakit giginya kepada Allah kemudian Allah berfirman padanya: "Ambillah rumput jenis tertentu lalu letakkan di gigimu". Nabi Musa melakukannya lalu dia sembuh seketika.
Suatu saat, sakit giginya kambuh lagi lalu dia mengambil rumput itu kembali dan meletakkannya di giginya. Eh ternyata sakitnya malah bertambah parah melebihi sebelumnya. Dia meminta tolong kembali kepada Allah dan berkata:
"Wahai Tuhanku, bukankah Engkau telah memerintahkanku melakukan ini dan Engkau yang menunjukkan caranya?".
Allah menjawab: "Wahai Musa, Akulah yang menyembuhkan dan Akulah yang menyehatkan, tapi Aku juga yang memberi sakit dan Aku yang memberi manfaat. Sebelumnya saat pertama engkau berniat mencariku sehingga Aku menyembuhkan sakitmu. Sekarang engkau berniat mencari rumput dan tidak mencariku." (Nawawi al-Jawi, Nur al-Dhalam)
Para Nabi bukan manusia biasa sehingga Allah menerapkan standar yang tinggi bagi mereka. Allah betul-betul menampakkan kuasanya yang mutlak kepada mereka sehingga sama sekali tidak ada pedoman standar dalam ini kecuali kehendak Allah sendiri. Allah menampakkan bahwa tanaman tertentu bisa menjadi obat untuk sakit tertentu hanya ketika Allah menghendakinya. Bila Allah tidak menhendakinya, maka tidak ada khasiat apa pun dari tanaman apa pun, bahkan dari seluruh benda di dunia. Semua hanya murni tergantung pada kehendak Allah. Dengan demikian, para Nabi tidak punya kesempatan untuk lupa pada Allah walau sekejap.
Tetapi Allah bermurah hati kepada manusia biasa seperti kita sehingga Allah berkehendak agar berlaku pola yang konsisten di alam semesta. Tanaman A dibuat konsisten menjadi obat bagi penyakit tertentu, tanaman B untuk penyakit lainnya, dan seterusnya. Konsistensi ini berlaku untuk semua, bahkan untuk yang tidak percaya pada Allah dan Rasulnya. Akhirnya ketika sakit panas ringan misalnya, manusia bisa meminum parasetamol dan panasnya akan turun meski ia sama sekali tidak mencari Tuhan.
Kemurahan hati Allah untuk berlaku konsisten ini adalah rahmat yang luar biasa besar sehingga manusia bisa melakukan penelitian dan mengembangkan sains. Dari sini kemudian ditemukanlah rumus-rumus fisika yang notabene sebagai catatan tentang konsistensi tindakan Tuhan. Tapi ini juga lah yang kemudian membuat manusia lupa pada Allah. Mereka akhirnya menyebut sunnatullah (kebiasaan Allah) sebagai hukum alam yang pasti. Mereka hanya mengenal alam lalu melupakan Allah, bahkan banyak yang saking bodohnya akhirnya meyakini Allah tidak ada.
Seorang muslim dituntut untuk menggunakan akalnya bahwa setiap hukum selalu ada perancangnya, termasuk hukum alam sekali pun. Tanpa ada rancangan yang disengaja, tidak mungkin akan ada hukum apa pun atau konsistensi apa pun, tidak akan ada rumus fisika atau rumus apa pun. Semuanya akan kacau balau tanpa standar atau pun pola. Bahkan manusia sendiri tidak mungkin ada sebab tubuh manusia adalah sebuah rancangan yang luar biasa rumit tapi konsisten.
Dengan memahami fakta ini, seorang muslim dipaksa untuk tetap sadar pada hakikat bahwa di balik konsistensi hukum alam ini ada kehendak Allah yang tidak bisa dibantah sehingga dengan kesadaran ini dia tetap berdoa dan berharap pada Allah. Dia berusaha dan mengikuti aturan hukum alam; Kalau bertani, maka harus disiram dan dipupuk, tapi dia juga berdoa sebab sadar bahwa efek dari penyiraman dan pemupukan pada pertaniannya tidak lebih dari sekedar kehendak Allah. Ketika panennya sukses, dia sadar bahwa itu kehendak Allah sehingga dia bersyukur. Ketika gagal panen, maka dia pun sadar bahwa itu juga kehendak Allah sehingga dia bersabar.
Beberapa muslim yang level kesadaran hakikatnya melebihi manusia pada umumnya, meskipun dia tidak akan mencapai level seorang nabi, akan mengalami beberapa peristiwa seperti yang dialami Nabi Musa di atas. Misalnya ketika berusaha mendapatkan sesuatu, maka dia akan gagal ketika dia lupa pada Allah dalam proses tersebut dan akan sukses ketika dia ingat kembali. Ketika sakit, ia kadang sembuh dengan perantara hal sepele yang di luar kebiasaan sebab saat itu yang dicari adalah Allah. Kadang, hukum alam betul-betul tidak berlaku padanya di saat tertentu sebab saat itu Allah menunjukkan kehendak mutlaknya yang tidak terbatasi hukum alam. Hal-hal inilah yang kemudian disebut sebagai karamah. Meskipun langka, karamah itu nyata.
Semoga bermanfaat.
Sumber FB Ustadz : Abdul Wahab Ahmad