Fenomena Maraknya Abu Syibrin

FENOMENA MARAKNYA ABU SYIBRIN 

Di kalangan ulama ahli hikmah dikenal sebutan “Abu Syibrin”. Kata “Syibrin” tersebut diambil dari kata 'syabara - syabran', artinya mengukur dengan menggunakan jari sejengkal. Maka berarti Abu Syibrin itu ialah 'Bapak Sejengkal', maksudnya orang yg ilmunya sebatas jari sejengkal. Bahasa lain, berilmu sedikit.

Banyak orang² yg ilmunya baru sejengkal, suka merasa berilmu ribuan kilometer, sehingga timbul keangkuhan atau kesombongan dalam dirinya. Dirinya merasa sudah mengetahui segala hal, yg lainnya dianggap tidak tahu. Intinya, sebutan Abu Syibrin sebutan terhadap orang² yg ilmunya belum seberapa, tetapi dirinya angkuh, seolah menganggap ilmunya sudah luas.

Manusia, seringkali dihinggapi rasa angkuh dalam dadanya. Merasa diatas langit, padahal kaki masih menyentuh bumi. Padahal lemah, itu sifat asli manusia. Manusia tidak akan mampu hidup jika hanya sendiri. Betapapun hebatnya manusia, ia tetap saja butuh uluran tangan orang lain. Allah subhanahu wa ta'ala Maha Tahu, manusia siapapun memiliki potensi angkuh dihatinya. Maka, Dia suruh manusia untuk sujud, setidaknya 34 kali dalam sehari.

Keangkuhan ada dalam diri kita masing², sehingga berpeluang muncul dalam bentuk sikap dan perilaku sewaktu². Bila muncul

bisa membuat lupa diri insan lemah yg hidup sebentar di dunia ini, dengan mengandalkan harta pinjaman dari Allah subhanahu wa ta'ala. Bila tak dikendalikan, rasa angkuh akan bertambah² hingga merusak diri dan amal.

Dalam ruang sosial, biasanya orang merasa berilmu sekaligus angkuh diri, seringkali hilang keadaban. Orang demikian, terhadap orang lain yg dianggap rendah ilmu atau bahkan tak berilmu, tampak sekali keangkuhannya. Tampak pula, nada bicaranya dan gestur tubuhnya pun ikut sombong. Karena terlalu percaya diri, hingga lupa tatakrama dan etika. Dadanya selalu dibusungkan, sehingga tampak jumawa. Nalar instrumentalnya kuat dan kadang garang, sementara rasa diri sebagai manusia menyimpan kekeringan hati.

Apa itu keangkuhan ? Dalam aspek teologis, keangkuhan adalah wujud dari “keimanan yg gagal.” Kegagalan seseorang dalam mengenal Tuhan akan menempatkannya sebagai sosok kesepian, sehingga ia pun ingin menjadi “tuhan”, tidak hanya bagi dirinya, tapi juga bagi orang lain. Dalam perspektif ini, keangkuhan adalah sebuah kehinaan. Mungkin tidak ada satu agama pun yg menilai keangkuhan sebagai perilaku terpuji, sebab agama itu sendiri mengajarkan “ketundukan.”

Adapun dalam perspektif psikologis, keangkuhan adalah potret keterkejutan mental yg berdampak pada munculnya sikap ingin dipuja. Keterkejutan mental ini, akan melahirkan 'kelatahan psikologis' dengan perolehan kepuasan batin melalui sanjungan. Akibatnya, keangkuhan menjadi satu²nya alat pemaksa guna memuaskan jiwa yg sakit.

Sifat angkuh itu berbahaya. Angkuh, sebuah kata yg mengartikan kesombongan atau arogansi. Banyak sebab orang menjadi angkuh, sebagaimana tak sedikit jalan bagi manusia menganggap diri berbeda dari orang lain.

Sesungguhnya, keangkuhan bermula dari bagaimana kita mengenal diri, bagaimana posisi kita ditengah hubungan pergaulan dalam pekerjaan, hubungan pergaulan bermasyarakat atau dalam hubungan vertikal dengan Allah subhanahu wa ta'ala.

Keangkuhan adalah ekspresi perasaan lebih atas orang lain. Perasaan yg kemudian menuntut perlakuan istimewa. Perasaan yg membuat kita enggan beretika. Perasaan lebih tahu misalnya, bisa berujung pada hati yang mati, karena kelebihan pengetahuan, justru menjadi angkuh.

Merasa lebih pintar, lebih tahu dari orang lain, sehingga tak merasa perlu merujuk pada referensi lain, terlebih jika dianggapnya tak memiliki referensi ilmiah. Kecerdasan, kelimpahan harta, ketokohan ditengah masyarakat, banyak pengikut, memiliki kekuasaan besar dalam organisasi menjadi jalan munculnya sifat arogan. Merasa lebih dari yang lain, merasa memiliki segalanya, merasa dapat membeli semua, merasa abadi segalanya.

Penyakit hati, "Merasa punya", itulah masalahnya. Karena sesungguhnya, orang yg merasa punya, akan berpikir bisa melakukan apa saja, kapan saja bahkan dimana saja. Padahal punya dan menikmati tak selalu berbanding lurus. Betapa banyak orang punya duit, tapi tak bisa menikmatinya, karena alasan sakit atau yg lainnya. Orang bisa membeli ranjang semewah apapun, tetapi belum tentu dia bisa menikmati tidur. Orang bisa membeli makanan semahal apapun, tetapi belum tentu bisa menikmatinya.

Seorang ulama tabi'in, Imam Wahab bin Munabbih rahimahullah (wafat 738 M, Shana'a, Yaman), pernah mengatakan :

إِنَّ لِلْعِلْمِ طُغْيَانًا ‌كَطُغْيَانِ ‌الْمَالِ

“Sesungguhnya ilmu memiliki keangkuhan sebagaimana keangkuhan harta". (Kitab Hilyatul Auliya' Wa Thobaqatul Ashfiya juz 4 halaman 55, karya Al-Imam Al-Hafidh Abu Nuaim Ahmad Bin Abdullah Al-Isfahani Asy-Syafi'i Al-Asy'ari rahimahullah wafat 1038 M di Isfahan Iran)

Hal ini menunjukkan bahwa orang yg berilmu juga bisa menyombongkan ilmunya untuk merendahkan orang lain, sebagaimana orang kaya bisa menggunakan hartanya untuk menyombongkan kekayaannya dan menghina yg miskin papa.

Dari keterangan diatas, maka sadarlah Wahai para Abu Syibrin era sekarang, untuk apa harus berangkuh diri dengan ilmu yg tak seberapa ? Ingatlah , sebagai manusia, pasti sering lupa, bahkan manusia itu diberi ilmu hanyalah sedikit. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :

قُلْ لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِّكَلِمٰتِ رَبِّيْ لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ اَنْ تَنْفَدَ كَلِمٰتُ رَبِّيْ وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهٖ مَدَدًا

“Katakanlah, sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat² Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat² Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”. (QS. Al-Kahfi : 109). 

Pada ayat lain, Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :

يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِهٖ عِلْمًا

"Dia (Allah) mengetahui apa yg di hadapan mereka (yg akan terjadi) dan apa yg di belakang mereka (yg telah terjadi), sedangkan ilmu mereka tidak dapat meliputi-Nya". (QS. Thaha : 110).

Orang yg angkuh karena merasa ilmunya luas, terkadang sering lupa satu hal, yaitu sifat keangkuhannya akan meluruhkan jiwa fitrinya. Jika diselami dengan bijaksana dan kearifan jiwa, "apa yg mesti diangkuhkan ? Ingatlah, di atas langit masih ada langit. Marwah atau kehormatan dirinya bisa terkikis habis, sebab nantinya tidak ada yg suka akan orang yg menjual keangkuhan. Asa sebuah syair mengandung ibrah (pelajaran hidup) menyebutkan : “Ilmu akan menjauh dari seorang yg sombong, seperti air bah menjauh dari tempat yg tinggi”. 

Peringatan Allah subhanahu wa ta'ala bahkan sangat keras, sebagaimana firman-Nya:

اَيَعِدُكُمْ اَنَّكُمْ اِذَا مِتُّمْ وَكُنْتُمْ تُرَابًا وَّعِظَامًا اَنَّكُمْ مُّخْرَجُوْنَۖ

“Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yg sombong dan sewenang²". (QS .Al-Mu’min : 35). 

Alangkah tercelanya ilmu yg dibangga²kan, alangkah tercelanya ilmu itu tuk mencari keridhaan manusia, apalagi untuk mencela para ulama. Ada penuntut ilmu yg bangga apabila berhasil menelanjangi ulama, adapula yg bangga bila saudaranya teraniaya akibat lisannya.

Oleh karena itu, sebelum terlambat, jadilah golongan hamba yg tahu diri, hamba yg tahu berasal dari setetes air hina yg memancar, hamba yg tunduk dan patuh kepada-Nya. Semoga insan beriman dan berilmu, terjauh dari keangkuhan Abu Syibrin.

Imam Badruddin Muhammad Ibnu Jama'ah Abu Abdillah Al-Maliki Al-Kanani Al-Hamawi Asy-Syafi'i atau Imam Ibnu Jama'ah rahimahullah (wafat 1333 M, Kairo, Mesir) dalam Kitab  Tadzkiratu As-Sami’ Wal Mutakallim, melalui Min Hadyi Salaf, (halaman 47) berpesan :

"Seharusnya dengan ilmu itu, seseorang mengharapkan keridhaan Allah  subhanahu wa Ta’ala. Berkata Imam Al-Qadhi Abu Yusuf Ya'qub bin Ibrahim Al-Anshari Al-Hanafi atau Imam Abu Yusuf Al-Qadhi rahimahullah (wafat 798 M, Baghdad, Irak) : 

“Wahai kaumku, harapkanlah dengan ilmu kalian keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sungguh tidaklah aku duduk di suatu majelis ilmu yg aku niatkan padanya tawadhu’, kecuali aku bangun dalam keadaan telah mendapat kemuliaan. Sebaliknya, tidaklah aku duduk di satu majelis ilmu yg aku niatkan untuk mengalahkan mereka, kecuali aku bangun dalam keadaan Allah bukakan aibku. Ilmu adalah salah satu ibadah dan taqarrub".

Wallahu A'lam. Semoga bermanfaat !!

Al-Faqir Ahmad Zaini Alawi Khodim Jamaah Sarinyala Kabupaten Gresik 

#sarinyala #ngajirutin #puasa #sufi #majelisilmu #nu #santrinjoso #tebuireng #aswaja #fiqih #ngajionline #live #santri #ayongaji #pbnu #lembagadakwahnu #pwnujatim #pcnugresik #nugres #viral #pondokpesantren #kyai #nuonline #hadits #nuonlinejatim #nahdlatululama #santrionline #kontendakwah

Sumber FB : Sarinyala.id

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Fenomena Maraknya Abu Syibrin". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait