Apakah Tafwidh Berarti Menganggap Salaf Bodoh?

Apakah Tafwidh berarti: Menganggap Salaf bodoh?

Apakah Tafwidh berarti: Menganggap Salaf bodoh?

Para penentang madzhab Asy'ariya berargumen untuk membenarkan pendapat mereka bahwa tafwidh makna mengimplikasikan bahwa para salafus saleh tidak memahami apa maksud yang dikehendaki Allah Ta'ala bagi mereka, dan bahwa Allah Ta'ala berfirman kepada manusia dengan hal-hal yang tidak mereka pahami.

Ibn Taimiyah, Ibn Qayyim, dan semua Wahabi telah menegaskan bahwa pernyataan Asy'ariyah dan Maturidiyah tentang tafwidh pada dasarnya adalah menuduh salafus saleh bodoh, bahkan beberapa dari Wahhabi menyatakan bahwa pernyataan tafwidh Asy'ariyah dan Maturidiyah sama saja dengan menuduh Rasululllah bodoh.

Jawaban yang paling mudah membantah mereka adalah:

1. Faktanya para sahabat dan tabi'in tidak terlibat untuk mendalami pembahasan madlul al-Alfadz (kandungan yang ditunjukkan oleh lafadz-lafadz) yang memberitakan tentang Dzat (Hakikat) Allah,  karena telah ada larangan untuk memikirkan atau membayangkan Hakikat Allah; karena keterbatasan akal manusia dan ketidakmampuannya untuk memahami Dzat-Nya.

2. Terdapat teks-teks syariat (al-Qur'an & hadits) yang melarang keterlibatan untuk mendalami pembahasan tentang Dzat (Hakikat) Allah atau mencoba membayangkan-Nya.

Imam Al-Baihaqi, Ibn Abi Syaibah, Al-Thabrani, dan lainnya telah meriwayatkan dalam berbagai riwayat hadis yang mulia: 

[تفكروا في كل شيء، ولا تفكروا في الله] وفي لفظ: [ولا تفكروا في ذاته]

"Berpikirlah tentang segala sesuatu, tetapi jangan memikirkan tentang hakikat Allah," dan dalam lafaz lain: "Jangan memikirkan tentang Dzat-Nya."

Al-Hafiz Al-Sakhawi berkata setelah menyebutkan sebagian besar hadis-hadis yang berkaitan larangan memikirkan/membayangkan tentang Dzat (Hakikat) Allah Yang Maha Tinggi:

[وأسانيدها ضعيفة لكن اجتماعها يكتسب قوة، والمعنى في صحيح مسلم عن أبي هريرة رضى اللهُ عَنْهُ مرفوعا: «لا يزال الناس يتساءلون حتى يقال: هذا خلق الله، فمن خلق الله ؟ فمن وجد من ذلك شيئًا فليقل : آمنت بالله]

المقاصد الحسنة في بيان كثير من الأحاديث المشتهرة على الألسنة للسخاوي (٢٦١/١)

"Dan sanadnya lemah tetapi jika digabungkan menjadi kuat, dan maknanya terdapat dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu marfu': "Orang-orang akan terus bertanya hingga dikatakan: Ini adalah ciptaan Allah, lalu siapa yang menciptakan Allah?" Maka barangsiapa mendapati hal itu, hendaklah dia berkata: "Aku beriman kepada Allah."

Allamah Al-Zarqani rahimahullah dalam "Mukhtasar Al-Maqasid" berkata tentang hadis pertama:

[تفكروا في كل شيء، ولا تتفكروا في الله] حسن لغيره

"Berpikirlah tentang segala sesuatu, tetapi jangan memikirkan tentang hakikat Allah." Kualitas hadits ini Hasan lighoirih"

Hafiz Ibn Hajar menilai hadis ini hasan dalam kitabnya Al-Fath dengan menyandarkannya (mauquf) kepada Ibn Abbas, dan beliau berkata: 

وسنده جيد

"Sanadnya baik." 

Ibn al-Siddiq al-Ghumari juga menyetujuinya dalam kitab Al-Mudawi, dan al-Allamah al-Ajluni menilainya hasan dalam kitab Kasyf al-Khafa dan lainnya. 

راجع: فتح الباري (۳۸۳/۱۳)، المداوي لعلل الجامع الصغير وشرح المناوي (۲۸۱/۳) كشف الخفاء (۳۷۱/۱).

Para sahabat yang mulia dan orang-orang setelah mereka, cukup memahami makna ijmal (global) Al-Qur'an, tanpa berusaha keras untuk memahami madlul al-Alfadz (kandungan yang ditunjukkan oleh lafadz-lafadz) secara terperinci. Kami yakin bahwa mereka memahami ayat-ayat tersebut dalam konteks yang tepat, sehingga mereka tidak merasa perlu untuk membahas madlul setiap lafadz secara terperinci. Hal ini tidak mengurangi keilmuan mereka, dan tidak menunjukkan bahwa mereka bodoh. Sebaliknya, mereka adalah orang-orang yang paling takut kepada Allah dan memiliki kedudukan yang tinggi. 

Dalil terbaik dari hal ini adalah sabda Rasulullah ﷺ sebagai berikut: 

[نَزَلَ الْقُرْآنُ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ، وَالمِرَاءُ فِي الْقُرْآنِ كُفْرٌ ، ثَلَاثًا، مَا عَرَفْتُمْ مِنْهُ فَاعْمَلُوا، وَمَا جَهِلْتُمْ مِنْهُ فَرَدُّوهُ إِلَى عَالِمِهِ]

راجع: صحیح ابن حبان برقم (٧٤)، مسند أبي يعلى برقم (٦٠١٦).

«Qur'an diturunkan dalam tujuh huruf (dialek), dan perdebatan dalam masalah Al-Qur'an merupakan kekufuran —sebanyak tiga kali—. Apa saja yang kalian ketahui darinya, maka amalkanlah hal itu; dan apa saja yang kalian tidak ketahui darinya, maka kembalikanlah hal itu kepada Yang Maha Mengetahuinya.»

Apakah Sabda Rasulullah ﷺ: 

«وَمَا جَهِلْتُمْ مِنْهُ فَرَدُّوهُ إِلَى عَالِمِهِ»

"Dan apa saja yang kalian tidak ketahui darinya, maka kembalikanlah hal itu kepada Yang Maha Mengetahuinya"

Adalah merupakan celaan bagi para sahabat, ataukah itu adalah bukti dari penerimaan (taslim) mutlak dan keimanan mereka kepada wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya yang mulia?

Imam Al-Hakim meriwayatkan:

[عَنْ عَبْدَ اللهِ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى، يُحَدِّثُ عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: لَمَّا وَقَعَ النَّاسُ فِي أَمْرِ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قُلْتُ لِأُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ: يَا أَبَا الْمُنْذِرِ، مَا الْمَخْرَجُ مِنْ هَذَا الْأَمْرِ؟ قَالَ: كِتَابُ اللهِ وَسُنَّةُ نَبِيِّهِ، مَا اسْتَبَانَ لَكُمْ فَاعْمَلُوا بِهِ، وَمَا أَشْكَلَ عَلَيْكُمْ، فَكِلُوهُ إِلَى عَالِمِهِ]

المستدرك على الصحيحين للحاكم (٣٤٣/٣)، برقم (٥٣٢١)، وصححه الحاكم ووافقه الذهبي.

"Dari Abdullah bin Abdul Rahman bin Abza, bahwa ia mendengar dari ayahnya, dia berkata: Ketika orang-orang terlibat dalam urusan Utsman radhiyallahu 'anhu, aku berkata kepada Ubay bin Ka'ab: Wahai Abu Mundzir, apa jalan keluar dari urusan ini? Dia berkata: Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya, apa yang jelas (terang) bagi kalian, maka lakukanlah, dan apa yang tidak jelas (isykal) bagi kalian, serahkanlah hal itu kepada Yang Maha Mengetahuinya".

Begitulah para sahabat yang mulia menyerahkan pengetahuan (men-tafwidh) tentang hal-hal yang tidak jelas (musykil) dari Al-Qur'an yang mulia, dan ini bukanlah tuduhan kebodohan terhadap mereka, melainkan mereka sendiri yang menegaskan hal tersebut, semoga Allah meridhoi mereka semua.

Ketika Sayidina Umar bin Khattab membaca firman Allah Ta'ala:

[{وَفَاكِهَةً وَأَبًّا} [عبس: ٣١] قال: هذه الفاكهة فما الأب! ثم قال: ما أُمِرْنَا بهذا، وفي رواية: نهينا عن التكلف]

راجع: الاعتصام» (۳۷۱/۲)، «الإتقان للسيوطي (۱۱۳/۲).

Beliau berkata: "Kami telah mengetahui apa yang dimaksud dengan fakihah (buah-buahan), tetapi apakah yang dimaksud dengan al-abb?" Kemudian beliau berkata: "Kami tidak diperintahkan untuk membahas hal ini," dan dalam riwayat lain: "Kami dilarang untuk takalluf (memaksakan diri, bila tidak mengetahuinya)."

Al-Hafidz Ibn Katsir dengan sanad yang dishahihkannya meriwayatkan:

[عن أنس، قال: كنا عند عمر بن الخطاب، رضي الله عنه، وفي ظهر قميصه أربع رقاع، فقرأ: { وَفَاكِهَةً وَأَبًّا } فقال: ما الأب؟ ثم قال: إن هذا لهو التكلف, فما عليك ألا تدريه]

مسند الفاروق لابن كثير (٢/ ٤١٦)، برقم (٨٩٠)

"Dari Anas, ia berkata: Kami berada di samping ‘Umar ibn Al-Khaththab radhiallahu anhu dan pada bagian depan gamisnya ada empat tambalan, lalu ia membaca: { وَفَاكِهَةً وَأَبًّا } lantas beliau berkata: “Apakah al-Abb?”, kemudian berkata: “Sungguh ini adalah takalluf (memaksakan diri, bila tidak mengetahuinya), maka tiada dosa bagimu jika engkau tidak mengetahuinya.”

Imam al-Hakim juga meriwayatkan dengan lafadz berikut:

[قَرَأَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، " {وَفَاكِهَةً وَأَبًّا} [عبس: ٣١] فَقَالَ بَعْضُهُمْ هَكَذَا، وَقَالَ بَعْضُهُمْ هَكَذَا، فَقَالَ عُمَرُ: دَعُونَا مِنْ هَذَا: {آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا}]

المستدرك على الصحيحين (۲/۳۱۸)، برقم (٣١٤٥)، وقال الحاكم: هذا حديث صحيح الإسناد على شرط الشيخين ولم يخرجاه، ووافقه الذهبي.

"Sayyidina Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu membaca firman Allah {وَفَاكِهَةً وَأَبًّا} [Abasa: 31] Ada di antara mereka yang mengatakan seperti ini, dan ada pula yang mengatakan seperti ini, maka Sayyidina Umar berkata: Kita diperintahkan dalam hal ini adalah: {kita beriman kepadanya, semua itu dari Tuhan kita}".

Maka tidak ada kerugian bagi Sayyidina Umar Radhiyallahu 'Anhu jika dia tidak mengetahui satu lafadz dari Kitabullah, lalu dia berkata kepada dirinya sendiri: 

إِنَّ هَذَا لَهُوَ التَّكَلُّفُ, يَا ابْنَ الْخَطَّابِ

"sesungguhnya ini benar-benar merupakan takalluf (memaksakan diri, bila tidak mengetahuinya), Wahai Ibnul Khattab"

Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu mengatakan:

[قال ابن عباس : كنت لا أدري ما فاطر السماوات والأرض حتى أتاني أعرابيان يختصمان في بئر ، فقال أحدهما : أنا فطرتها ، أي أنا ابتدأتها]

راجع: معالم السنن للخطابي (٣٢٧/٤) الاعتصام للشاطبي (٥٥٩/٢)، الإتقان للسيوطي (۱۱۳/۱)

"Aku belum mengerti makna "Fathirus samawati wal ardhi" hingga datang kepadaku dua orang Badui yang mempersengketakan sebuah sumur. Maka salah seorangnya berkata kepada yang lain (seterunya), dengan ungkapan 'ana fatartuha "yaitu Akulah yang mulai membuatnya".

Ibn Abi Hatim meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu 'anha, dia berkata: 

[كان من رسوخهم في العلم أن آمنوا بمتشابهه، ولا يعلمونه]

رواه ابن المنذر في التفسير» (۱۳۳/۱)، والسيوطي في الدر» (٦/٢) ونسبه لابن المنذر.

"Adapun keteguhan mereka dalam ilmu adalah bahwasanya mereka beriman kepada ayat mutasyabihat, padahal mereka tidak mengetahuinya"

Dan telah jelas apa yang dijadikan pegangan oleh para ulama umat Muhammad dari generasi ke generasi, dan dari abad ke abad hingga sampai kepada kita tentang tafwidh dan taslim pada segala yang sulit difahami/ tidak jelas (isykal) bagi hamba, dan menyerahkan ilmunya kepada Yang Maha Mengetahui, Subhanahu wa Ta'ala.

Diriwayatkan dari tabi'in jalil Ibn Sirin bahwa dia berkata: 

[سَأَلْتُ عَبِيدَةَ السَّلْمَانِيَّ عَنْ آيَةٍ : قَالَ: عَلَيْكَ بِالسَّدَادِ، فَقَدْ ذَهَبَ الَّذِينَ يَعْلَمُونَ فِيما أُنْزِلَ الْقُرْآنُ]

راجع مصنف ابن أبي شيبة برقم (۳۰۰۹۹)، شعب الإيمان للبيهقي برقم (٢٠٨٥)، شرح السنة للبغوي (٢٦٥/١).

"Aku bertanya kepada Ubaidah al-Salmani tentang sebuah ayat: Dia berkata: "Kamu harus berlaku yang benar, karena orang-orang yang mengetahui apa yang diturunkan dalam Al-Qur'an telah pergi."

Dan tabi'in jalil, Al-Rabi' bin Khutsaym, berkata kepada pria yang datang bertanya kepadanya: 

[اتق الله فيما علمت وما استؤثر به عليك فكله إلى عالمه، لأنا في العمد أخوف مني عليكم في الخطأ، وما خيركم اليوم بخير؛ ولكنه خير من آخر شر منه، وما تتبعون الحق حق اتباعه، وما تفرون من الشر حق فراره، ولا كل ما أنزل الله على محمد ﷺ أدركتم، ولا كل ما تقرؤون تدرون ما هو]

سير أعلام النبلاء / ترجمة الربيع بن خثيم (٢٥٩،٢٥٨/٤).

"Bertakwalah kepada Allah dalam apa yang kamu ketahui dan apa yang tidak kamu ketahui serahkanlah kepada Yang Maha Mengetahuinya, karena dalam kesengajaan aku lebih takut dari diriku daripada kalian dalam kesalahan, dan tidak ada kebaikan kalian hari ini kecuali itu lebih baik daripada yang lain yang lebih buruk darinya, dan apa yang kalian ikuti dari kebenaran adalah benar untuk mengikutinya, dan apa yang kalian hindari dari keburukan adalah benar untuk menghindarinya, dan tidak semua yang diturunkan Allah kepada Muhammad ﷺ kalian ketahui, dan tidak semua yang kalian baca kalian tahu apa itu."

Jika orang yang paling mengetahui tentang Al-Quran dari kalangan sahabat Rasulullah ﷺ seperti Sayyidina Umar dan Sayyidina Ibn Abbas, kemudian orang-orang setelah mereka seperti 'Ubaidah, Ibn Sirin, Al-Rabi' bin Khutsaim dan lain-lain dari kalangan sahabat dan tabi'in, tidak memahami setiap lafaz Al-Quran, apatah lagi sahabat di bawah mereka radhiallahu anhum ajma'in.

Jadi, Bukan berarti bahwa para sahabat tidak mengetahui tafsir kata-kata bahwa itu menunjukkan kebodohan mereka, dan itu bukanlah celaan bagi mereka atau ilmu mereka.

Artinya, karena luasnya bahasa Arab, beberapa kata-katanya mungkin tidak dikenali oleh orang Arab yang paling fasih, tetapi bukan berarti itu tersembunyi dari semua orang, sehingga jika suku-suku Arab berkumpul dengan bahasa-bahasa mereka, tidak ada satu kata pun dari Al-Qur'an yang akan membuat mereka bingung, seperti yang terjadi pada Sayyidina Ibn Abbas dengan kata "Fathir", dan masih banyak lagi yang tidak terhitung.

Dan janganlah ada yang mengira bahwa itu karena kurangnya pengetahuan sahabat, sebenarnya jika mereka ingin menafsirkan satu kata, mereka akan memahaminya dalam bahasa Arab, tetapi mereka berhenti dalam menafsirkannya karena takut salah paham dalam memahami makna yang dimaksud dari al-Qur'an hadits, misalnya mereka mengetahui makna istiwa dalam bahasa, tetapi mereka tidak menerapkan makna itu pada Allah karena mereka tidak tahu makna mana yang dimaksud yang dikehendaki Allah.

Wallahu a'lam 

Sumber FB Ahlussunah Wal Jama'ah : Asy'ariyyah wal Maturidiyyah

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Apakah Tafwidh Berarti Menganggap Salaf Bodoh?". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait