Wanita haid ikut pengajian didalam masjid, Dan perbedaan pendapat ulama terkait hal ini disertai dalil dan pola pikir mereka.
----
Terkait boleh tidaknya orang junub dan haid duduk didalam masjid ulama' khilaf.
Dalam hal ini terbilang ada tiga pendapat, tetapi kami hanya akan membahas khilaf antara ulama yang melarang duduk didalam masjid tetapi boleh ketika hanya sebatas lewat (pendapat mayoritas Ulama'), dan yang memperbolehkannya secara mutlak, ini adalah Pendapatnya Imam Dawud, Al Muzani As Syafi'i, dan Imam Ibnu Mundzir.
وَقَالَ الْمُزَنِيّ وَدَاوُد وَابْنُ الْمُنْذِرِ يَجُوزُ لِلْجُنُبِ الْمُكْثُ فِي الْمَسْجِدِ مُطْلَقًا وَحَكَاهُ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ.
المجموع شرح المهذب - ط المنيرية ٢/١٦٠ — النووي (ت ٦٧٦)
Adapun Sebab perbedaan pendapat antara kedua pendapat ini yang paling mendasar adalah perbedaan istinbat dari ayat:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنتُمْ سُكَارَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا
Pendapat pertama:
Dalam ayat tersebut terdapat majaz sehingga memang ada lafadz yang di buang dan dikira-kirakan yakni lafadz " موضع الصلاة " karena solat itu tidak dilalui, melainkan yang dilalui adalah tempatnya yakni Masjid. kalo dalam Ushul fiqihnya ini masuk majaz alaqoh An Naqsu atau Al Hadfu.
«الأم» للشافعي (١/ ٧١)، حَيْث قال: «قال بعض أهل العلم بالقرآن في قول الله ﷿: ﴿وَلَا جُنُبًا إلًا عَابِرِى سَبِيل﴾، قال: لا تقربوا مواضع الصلاة، وما أشبه ما قال بما قال؛ لأنه ليس في الصلاة عبور سبيل، إنَما عبور السبيل في موضعها، وهو المسجد».
Pendapat kedua:
Tidak ada lafadz yang dibuang sama sekali dalam ayat tersebut sehingga sesuai dengan haqiqotnya.
Dan menggunakan dalil:
- Hadis Rasulullah ﷺ yang mengatakan: "Sesungguhnya seorang mukmin tidak najis"
dan dalam riwayat lain: "Sesungguhnya seorang Muslim tidak najis".
Jika seorang Muslim tidak najis, maka mengapa dia dilarang untuk duduk di masjid atau melintasinya?
- Bahwa Rasulullah ﷺ pernah menahan beberapa orang musyrik di masjid. Jika dibolehkan bagi musyrik untuk berada di masjid, bukankah lebih utama dan lebih pantas bagi orang yang junub untuk diizinkan? Mengapa dia dilarang?
- Dan karena asalnya adalah tidak ada larangan, serta kita tidak menemukan teks(Nash) yang sahih dan tegas yang melarang hal itu.
_______
Bantahan mayoritas Ulama'.
Mayoritas ulama telah membantah pernyataan-pernyataan ini, mereka berkata:
- Adapun bagi para penganut madhhab Zahir, yang berpegang pada hadis sahih: "Sesungguhnya seorang Muslim tidak najis," maka Rasulullah ﷺ yang mengatakan "Sesungguhnya seorang mukmin tidak najis" juga yang melarang Muslim untuk tinggal di masjid dalam keadaan junub. Oleh karena itu, kenyataan bahwa seorang mukmin tidak najis tidak berarti bahwa dia diperbolehkan untuk tinggal di masjid dalam keadaan junub.
- Mengenai perbandingan dengan musyrik, ini adalah perbandingan yang tidak dapat diterima karena dua alasan:
1. Rasulullah ﷺ adalah yang melarang orang junub untuk tinggal di masjid, dan sebelumnya Allah ﷾ berfirman: "Dan tidak dalam keadaan junub, kecuali yang melintas" (An-Nisa: 43). Rasulullah ﷺ juga yang menahan beberapa musyrik di masjid. Jadi, Rasulullah ﷺ yang memberikan perintah di satu sisi dan melarang di sisi lain, sehingga ada larangan untuk tinggal di masjid bagi orang junub, dan ada penahanan bagi beberapa musyrik di masjid.
2. Selain itu, musyrik atau kafir tidak menghormati kesucian masjid, berbeda dengan mukmin yang menghargai kesucian masjid. Oleh karena itu, seharusnya seorang mukmin tidak memasuki masjid dalam keadaan junub.
Bagi perempuan yang aktif mengikuti kajian taklim di masjid, rutinan istighasah atau ziarah Makam para salihin di sekitar masjid, tidak perlu risau karena ada pendapat ulama Syafi'iyah yang membolehkan yakni Imam Al Muzanni As Syafii.
Ala kulli hal, pendapat ini hanya jadi solusi saja ketika memang dalam kondisi dorurot atau hajah.
Wallahu A'lam.
📚Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid, Ibnu Ar Rusyd Al hafd.
✏️ Farodisa
Sumber FB Ustadz : Farodisa