UAH dan Toleransi Beragama

UAH Dan Toleransi Beragama

UAH Dan Toleransi Beragama

Oleh Ustadz : Rahmat Taufik Tambusai

Ulama bijak mengatakan, bahwa pendapat dan pernyataan seseorang tergantung kondisi yang dihadapinya, maka ketika kita mengambilnya untuk dijadikan sebagai penguat pendapat kita maka gunakan sesuai dengan kondisi pernyataan tersebut diucapkan.

Sebagai contoh, seorang ulama mengatakan dalam kitabnya," jangan kalian duduk dengan ahli bid'ah karena akan merusak agama mu". Maka bagi yang bijak akan melihat dan menganalisa kapan ulama tersebut mengucapkannya dan untuk siapa ucapan tersebut dan kondisi seperti apa yang dihadapi umat islam pada saat itu. Dalam makna sederhananya harus tau sebab pernyataan tersebut diucapkan.

Jika tidak dilihat sebab pendapat tersebut diucapkan, lalu main comot saja, kemudian diucapkan kepada umat islam hari ini, maka akan terjadi gesekan dan perpecahan, karena umat yang dikatakan pelaku bid'ah hari ini beda dengan yang dimaksudkan oleh ulama yang menyatakan dulu.

Ulama dahulu ketika mengatakan ahli bid'ah untuk mereka yang terjerumus kepada aliran muktazilah, qadariah, jabariyah, jahmiyah, syiah, mujassimah, musyabbihah, karramiyah, hasyawiyah dan aliran yang menyimpang lainnya dalam akidah, bukan untuk yang berbeda dalam bab cabang khilafiyah.

Maka pernyataan ulama yang mengatakan jangan duduk dengan pelaku bid'ah, tidak cocok diucapkan kepada umat islam yang berbeda dalam amaliyah cabang khilafiyah, seperti qunut atau tidak qunut, zikir berjamaah, talqin mayit di kuburan, azan di telinga bayi, sholawat, salaman setelah sholat wajib dll.

Begitu halnya yang terjadi pada Ustad Adi Hidayat ( UAH ), maka kita harus mampu melihat momennya, pernyataan Ustad Adi Hidayat pada saat itu bentuk pengajaran toleransi antar umat beragama, bukan membenarkan semua agama.

Beda halnya dengan statemen Ustad Abdul Somad ( UAS ) di satu ceramahnya, beliau mengatakan, bahwa di patung - patung itu ada jinnya, bagi yang tidak melihat momen pernyataan ini dimana dan dihadapan siapa disampaikan, akan menganggap merusak toleransi dalam beragama, tetapi jika paham dimana dan dihadapan siapa disampaikan maka tidak dianggap merusak toleransi dalam beragama, karena UAS menyampaikan nya dihadapan umat islam, yang sesuai dengan ajaran islam.

Dan mustahil UAH tidak paham kedudukan agama lain dihadapan syariat islam, dan kedudukan nabi Isa dalam ajaran islam, dan pasti paham ayat yang beliau bacakan, hanya saja momennya mengajarkan toleransi.

Coba seandainya UAH langsung mengatakan, bahwa agama mu telah dinyatakan sesat dalam Al Quran, lalu dibacakan ayatnya, kira - kira apa yang terjadi, apa tanggapan pengikutnya, dan bisa jadi sebagian umat islam akan menghujat UAH dan mengatakan intoleransi, radikal dan teroris.

Dalam ilmu Al Quran, ada satu bab khusus membahas asbab nuzul, yang membahas tentang sebab, momen, kondisi dan keadaan kapan ayat tersebut diturunkan, artinya Allah sendiri menurunkan ayat sesuai kondisi dan keadaan, maka salah satu penyebab salahnya seseorang dalam menggunakan ayat untuk satu perkara karena tidak paham asbab nuzul.

Dan dalam ilmu hadits, bab yang membahas sebab hadits tersebut diucapkan disebut dengan asbab wurud, lahirnya suatu hukum sangat bergantung dengan asbab nuzul dan asbab wurud, maka ulama yang tidak paham asbab nuzul dan wurud akan merusak hukum dan syariat islam.

Orang yang tidak mau tau kapan, dimana dan keadaan diucapkan suatu statemen, lalu diambil dan diucapkan disembarang keadaan, maka akan berpotensi besar menimbulkan fitnah, jika dalam agama, akan merusak ajaran agama tersebut, yang bukan ahli bid'ah dikatakan ahli bid'ah.

Dalu - dalu, Selasa 01 Oktober 2024 

Sumber FB Ustadz : Abee Syareefa

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "UAH dan Toleransi Beragama". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait