Selama tidak ada dalil yang mengharamkan atau mewajbkan maka ia kembali kehukum asalnya "mubah"
Kembali kita ulang pelajaran kita terkait hukum taklifi yang lima (wajib, sunnah, haram, makhruh dan mubah). Perintah itu mengandung dua hukum yakni wajib dan sunnah begitupun larangan juga mengandung dua hukum yakni haram dan makhruh.
Jika perintahnya tegas maka hukumnya wajib jika tidak maka ia sunnah, mustahab, nafilah atau tatawuak (anjuran) begitupun dalam masalah larangan jika larangan tegas ada ancaman maka hukumnya haram jika tidak maka ia makhruh.
Adapun masalah yang tiada perintah dan larangan maka hukumnya mubah artinya boleh kita lakukan bukan bid'ah. Jadi mubah adalah satu bagian dari hukum syar'i yang secara defenisi dapat diartikan dengan "suatu perbuatan apabila kita lakukan atau kita tinggalkan tidak ada pahala dan dosa.
Qaidah yang mengatakan bahwa hukum asal segala sesuatu adalah mubah ini menurut madzhab Imam Syafii Ra. Untuk soal ini ada satu Hadis yang menyatakan sebagai berikut:
قوله ﷺ ما احل الله فهوحلال وما حرم الله فهو حرام وما سكت عنه فهو عفو فاقبلوا من الله عافيته فان الله لم يكن ينسی شيئا (اخرجه البزار والطبرانی)
Apa saja yang Allah halalkan dalam kitabNya, maka dia adalah halal, dan apa saja yang Ia haramkan, maka dia itu adalah haram; sedang apa yang Ia diamkannya, maka dia itu dibolehkan (dimaafkan). Oleh karena itu terimalah permaafan (kebolehan) dari Allah, sebab sesungguhnya Allah tidak akan lupa sedikit pun. (Riwayat Hakim dan Bazzar).
Jadi jangan latah mengharamkan atau melarang sesuatu yang Allah dan RasulNya tidak melarang, karena syariat ini ada yang punya dan ada pembawanya, yang punya Allah dan yang membawanya adalah para Nabi dan Rasulnya hingga sampai kepada kita hari ini.
Adapun menurut Imam Abu Hanifah qaidahnya: Hukum asal segala sesuatu itu haram sampai ada dalil yang membolehkannya. Hanya saja kita bisa tarik kesimpulan dari perbedaan qaidah ini dengan melihat titik temunya dimana? adanya keharaman itu sebab adanya larangan dari Allah dan sebaliknya, jika tiada larangan maka mubah (boleh).
Wallahu A'lam.
Sumber FB Ustadz : Pardi Syahri