SEJARAH SUJUD SAHWI & HUKUM FIQHNYA
Sejarah Singkat
Suatu hari, Rasulullah mengimami para sahabat melaksanakan sholat Dzuhur di Masjid Nabawi.
Rasulullah memulainya dengan takbiratul ihram dan sholat berjalan sampai akhir. Namun Rasulullah hanya melaksanakan 2 rakaat saja.
"Mengapa Rasulullah hanya sholat dua rakaat?" begitulah kira-kira pertanyaan yang terlintas dalam pikiran pada sahabat.
Salah satu sahabat yang dijuluki Dzul Yadain memberanikan diri mendekati Rasulullah. Dia bertanya mengapa Rasulullah hanya sholat Dzuhur dua rakaat.
"Wahai Rasulullah, apakah engkau tadi memang lupa ataukah sholat Dzuhur kini dikurangi menjadi dua rakaat?" kata Dzul Yadain.
Untuk memastikan hal itu, Rasulullah kemudian bertanya kepada sahabat lainnya apakah sholat Dzuhur hanya dua rakaat. Para sahabat menjawab benar, sholat Dzuhur yang dijalankan hanya dua rakaat saja.
Mendapat jawaban demikian, Rasulullah segera mengajak para sahabat berdiri dan menyempurnakan sholat Dzuhur menjadi empat rakaat. Setelah salam, Rasulullah menjalankan sujud sahwi untuk pertama kalinya.
Sumber: Kitab Tausyekh Ala Ibni Qadsim hal 69.
Menyikapi Lupanya Rasulullah Saw.
Imam An-Nawawi menjelaskan: Bahwa lupa yang terjadi pada Rasulullah ﷺ tidak bertentangan dengan sifat dan tugas kenabian, bahkan lupa yang terjadi pada Rasulullah ﷺ membuahkan faedah penjelasan tentang hukum yang berkaitan dengan lupa. Sedangkan lupa dalam pembicaraan (aqwal), ulama’ sepakat bahwa hal itu tidak mungkin terjadi pada diri Rasulullah ﷺ.
Sumber: Syarah an-Nawawi ‘Ala Shahih Muslim, 5/61-62. Syarhus Suyuthi ala Muslim, 2/241, Syarhun Nawawi ala Muslim, 2/61-61, Ihkamul Ahkam, 2/21-22).
Hukum Fiqhnya
Berikut kami sampaikan secara ringkas sebagian dari masalah-masalah yg berkaitan dgn hukum fiqhnya:
1). Niat keluar dan memutuskan sholat tidak menyebabkan batal jika didasarkan pada dugaan bahwa sholatnya sudah sempurna.
2). Salam karena lupa tidak membatalkan shalat.
3). Sebagian ulama mengambil dalil dari kisah ini, bahwa bicaranya orang yang lupa tidak membatalkan shalat. Hal ini berbeda dengan pendapat Abu Hanifah.
4). Jumhur ulama menyatakan bahwa sengaja berbicara itu membatalkan sholat. Sebagian menyatakan jika pembicaraan itu demi kebaikan sholat maka tidak membatalkan, jika bukan untuk kebaikan sholat maka membatalkan.
Sumber: Kitab Ihkamul Ahkam, 2/25-31.
Semoga bermanfaat.. 🙏
Sumber FB USTADZ : Gus Dewa Menjawab