Merasionalkan Eksistensi Tuhan

MERASIONALKAN EKSISTENSI TUHAN

MERASIONALKAN EKSISTENSI TUHAN

Pada umumnya para teolog Muslim meyakini bahwa eksistensi Tuhan tidak dapat dicerap dengan panca indera, karena wujudNya melampaui batasan bendawi yang merupakan obyek indera eksternal. Akan tetapi mereka mendemonstrasikan bahwa eksistensi Tuhan dapat dirasionalkan melalui pendekatan Burhani. Apa yang dirasionalkan itu adalah eksistensi-Nya, sedang eksistensi itu adalah sifat-Nya yang paling mendasar. Adapun hakekat Dzat-Nya yang sejati tetap tidak ada makhluk pun yang mampu menggapainya.

Demonstrasi Burhani pada dasarnya mengacu pada pembuktian dalil al-syahid ala al-ghaib, makanya al-Qur'an mendorong untuk melakukan pemikiran rasional (tafakkur) dan kontemplasi intelektual (tadabbur). Al-Qur'an memberikan penekanan bagi manusia untuk memperhatikan ayat-ayat kauniyyat yang merupakan realitas atas wujud PenciptaNya. 

Allah SWT berfirman:

وَهُوَ الَّذِيْ مَدَّ الْاَرْضَ وَجَعَلَ فِيْهَا رَوَاسِيَ وَاَنْهٰرًا  ۗ  وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرٰتِ جَعَلَ فِيْهَا زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ يُغْشِى الَّيْلَ النَّهَارَ  ۗ  اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّـقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

"Dan Dia yang menghamparkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai di atasnya. Dan padanya Dia menjadikan semua buah-buahan berpasang-pasangan; Dia menutupkan malam kepada siang. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir."

(QS. Ar-Ra'd 13: Ayat 3)

Dalam ayat ini Allah menekankan manusia untuk memperhatikan dan memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah, agar para manusia dapat mengidentifikasi realitas yang sebenarnya dibalik semua hal itu. Tanda-tanda tersebut menunjukkan keberadaan Allah sebagai pencipta berbagai macam makhluk mulai dari yang mekanisme yang sederhana, yang kompleks hingga keteraturan kosmos. Nah ini contoh sederhana dari demonstrasi Burhani itu. 

Pertanyaan mendasar yang harus dipertanyakan mengenai alam semesta beserta keteraturannya adalah pertanyaan mengenai eksistensi realitas; Mengapa realitas itu bisa ada? Mengapa alam semesta ada? Apa yang menjadi keharusan adanya alam semesta? Apa yang menyebabkannya? 

Sebelum menjawab pertanyaan itu, kita harus meyakini dulu bahwa kita dapat memperoleh pengetahuan yang dengannya kita dapat memilih, membedakan, memisahkan, mengetahui yang baik dan buruk. Hal ini merupakan hukum logika dasar antara konsep Tashawwur dan Tashdiq. Postulat dasar ini harus diyakini terlebih dahulu, sebab jika satu pengetahuan itu secara mendasar dianggap relatif, maka pembicaraan selanjutnya akan menjadi sia-sia, seperti sia-sianya membuktikan sesuatu pada orang gila. 

Kita sebagai manusia memiliki akal yang dengannya kita dapat menkonseptualisasikan sesuatu. Konsepsi yang kita bangun tersebut ada yang bersifat fundamental dan berlaku secara aksiomatik yang dalam ilmu Manthiq disebut Badihiyyat atau sederhananya adalah rasionalitas. Diantaranya adalah aksioma Wajibat yaitu seperti setengah itu pasti lebih kecil dari keseluruhan, sesuatu yang bertentangan tidak mungkin terjadi secara bersamaan, dan adanya kausalitas dari sesuatu yang terbatas. Hal-hal ini tidak dapat berlaku sebaliknya, karena akal tidak dapat mengkonsepsikan postulat ini secara kebalikan, hal ini dalam ilmu logika disebut Mustahilat.

Dalam menganalisa asal muasal realitas alam semesta, setidaknya terdapat tiga klaim yang dapat diajukan, yaitu; Alam semesta muncul dari ketiadaan; Alam semesta menciptakan dirinya sendiri; Adanya sesuatu yang diluar hukum universal yang menyebabkan adanya alam semesta.

Pertama; Alam semesta muncul dari ketiadaan. Hal ini cacat secara logika, karena mustahil sesuatu itu muncul dari ketiadaan, karena keadaan ketiadaan tidak merupakan keadaan tidak ada apa-apa secara mutlak serta tidak dapat melahirkan apa-apa, sehingga mustahil keadaan tersebut menghasilkan sesuatu. Apalagi melahirkan sesuatu yang sangat kompleks. 

Kedua; Alam semesta menciptakan dirinya sendiri. Hal ini juga mustahil karena dua hal yang bertentangan tidak dapat terjadi pada saat yang bersamaan, atau sesuatu yang kontradiksi tidak dapat terjadi secara inheren pada entitas tersebut pada saat yang bersamaan. Misalnya, seorang ibu melahirkan dirinya sendiri, atau seseorang hadir dan alpa pada saat yang bersamaan atau seseorang duduk dan berdiri pada saat yang bersamaan. Mustahil hal ini terjadi secara bersamaan.

Ketiga; Adanya sesuatu yang mengadakan alam semesta. Ini merupakan postulat yang dipakai oleh para penganut Theisme, yaitu bahwa asal muasal segala sesuatu di alam semesta yang terbatas ini merupakan ciptaan Tuhan yang pasti hakekatnya tak terbatas dan berbeda secara mutlak dalam hal apapun yang ada di dalam alam semesta yang terbatas. Model ini yang mungkin saat ini diterima oleh akal. 


Beberapa model pernyataan ini telah disinggung dalam al-Qur'an:

Allah SWT berfirman:

اَمْ خُلِقُوْا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ اَمْ هُمُ الْخٰلِقُوْنَ (35) اَمْ خَلَـقُوا السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ ۚ  بَلْ لَّا يُوْقِنُوْنَ (36).

"Atau apakah mereka tercipta tanpa asal-usul ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan)."

(QS. At-Tur 52: Ayat 35-36).

Kesimpulannya, maka realitas dan alam semesta ini telah diadakan oleh sesuatu yang hakekatnya diluar daripada alam semesta yang bagi para penganut Theisme adalah Tuhan. Ini merupakan jawaban yang paling mungkin dapat digunakan dan sesuai dengan rasio fundamental. 

Namun muncul pertanyaan berikutnya, kalau Tuhan yang menciptakan alam semesta, maka apa atau siapa yang menciptakan Tuhan? Kemudian apa dan siapa yang menciptakan pencipta itu? Hingga seterusnya sampai tak terbatas (infinitum). Pertanyaan ini dalam bahasan ilmu Kalam disebut Tasalsul, yaitu kondisi tidak pernah terputus. Pertanyaan ini justru pada dasarnya tidak logis dan bertentangan dengan realita, keberadaan kita di dunia ini, atau adanya alam semesta ini miliaran tahun lalu menunjukkan bahwa alam ini memiliki permulaan atau memiliki batas awal, kalau sekiranya logika Infinitum tersebut dipakai, maka mustahil akan adanya permulaan dan tidak akan ada realitas sekarang, karena kondisi Infinitum tidak menghendaki hal tersebut. 

Analogi sederhananya seperti ini, misalnya ada tetangga anda yang meminta tolong kepada anda untuk memperbaiki mobilnya, namun sebelum anda memperbaiki mobilnya, maka anda harus izin kepada pimpinan anda, kemudian pimpinan anda izin kepada pimpinannya, begitu seterusnya hingga tak terbatas, akankah anda dapat membantu memperbaiki mobil tetangga anda? Atau apakah hal tersebut dapat terlaksana? Oleh karena itu, logika infinitum ini bertentangan dengan realitas, dan pasti ada puncak dimana asal muasal alam semesta berasal, yaitu berawal dari penciptaan Allah yang Maha Berkehendak.

Nah kurang lebih seperti itu argumen rasional dalam Kalam pada umumnya bekerja. Bisa saja argumen ini akan dipermasalahkan oleh mereka yang mempunyai pandangan yang cenderung relativis, bahwa standar logika dianggap sebagai sesuatu yang tidak universal. Jika kemudian tidak ada standar universal dalam satu pembicaraan, maka kebenaran juga menjadi relatif. 

Wallahu a'lam. 

NSS. 


*retouch tulisan tahun 2018.

Sumber FB Ustadz : Shadiq Sandimula 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Merasionalkan Eksistensi Tuhan". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait