Kenapa Asyairah Begitu Pede Dalam Berdebat?

Kenapa Asyairah Begitu Pede Dalam Berdebat?

Kenapa Asyairah Begitu Pede Dalam Berdebat?

Apa yang membuat kaum asyairah (asya'riyah dan maturidiyah) biasanya sangat pede dalam berdebat. Biasanya asyairah, membaca bacaan utama dari lawan debatnya atau yang dikritiknya, walau kadang ada kesalahpahaman dalam beberapa hal, tapi mereka membaca secara utuh pemikiran lawan diskusinya, dengan membaca buku-buku primer mereka. 

Dan disisi lain, mereka juga tau, sedikit sekali dari lawan debat mereka yang beneran mempelajari secara utuh mazhab asyairah, jarang sekali ada dari pengkritik asyairah yang membaca buku primer mazhab asyairah secara utuh, sehingga kesalahpahaman mereka dalam mengkritik asyairah sangat parah, mereka seolah buta dengan apa yang dikritik

Paling jauh mereka membaca nukilan orang yang mengkritik asyairah, jadi kayak taklid kritik, dan mereka merasa telah memahami asyairah dnegan cara itu, jadi ga langsung membaca sumber primer, mencukupi dengan komen orang tentang asyairah. Atau yang lebih baik sedikit dari itu, mereka yang membaca beberapa buku primer asyairah, tapi dengan cara sepotong-sepotong sebagai referensi, terutama dalam masalah yang didebatian.

Misalanya mereka membaca masalah qadar dari beberapa buku seperti iqtishad, Irsyad, dll, lalu mereka menyimpulkan tanpa melihatnya secara utuh, apalagi mengkhatamkan bukunya, jadi ibarat menilai mobil hanya dari bannya, seringkali ga nyambung. Ini bukan ngarang, tapi fakta, itu karena mereka ga punya alat untuk membaca.

Bahkan peneliti dunia arab juga seperti itu, siapa pemikir dunia arab yang mengkritik asyairah dan membaca utuh sumber-sumber primer asyairah? Sangat-sangat jarang. Apalagi di Indonesia, jauh lebih langka, apalagi yang hanya taklid, nyaris tidak pernah membaca buku-buku primer asyairah, bahkan sebagian tidak tau namanya, lihatlah orang yang mengkritik asyairah, berapa dari mereka yang pernah membaca buku-buku primer asyairah seperti almawaqif, almaqashid, kubra, dll sampai khatam? Hampir tidak ada. Apalagi yang bukan peneliti, orang seperti tokoh itu tuh, kalau ditanya nama kitab tadi mungkin tidak pernah mendengarnya, lalu bagaimana dia mengkritiknya? Ya ikutan kata orang, apalagi?

Maka dari itu, pemahaman mereka tentang asyairah bukan hanya sekedar pincang, tapi putus kaki. Coba anda tanyakan kepada pengkritik asyairah di indonesia, adakah mereka membaca sumber primer asyairah secara utuh sampai khatam? Membaca kitab almawaqif, almaqahid, nihayatul uqul, ghayatul maram, dll. Aku tidak mau terlalu pede dalam menyimpulkan, tapi sejauh yang aku tau nyaris nol. 

Ini berbeda dengan para peneliti asyairah, banyak dari mereka membaca buku-buku primer mazhab pemikiran lain, bahkan agama lain, apalagi ulama besar mereka, sedikit kesalahphaman? Bisa saja, tapi mereka tau jalan pikiran secara umum dan utuh. Itulah yang membedakan asyairah dengan lainnya, itulah yang membuat asyairah begitu pede dalam mendebat mazhab apapun. 

Mungkin terlihat memuji mazhab sendiri, tapi jika tidak percaya, tanyalah pada pengkritik asyairah, buku primer asyairah apa yang mereka baca secara utuh sampai khatam? Sebagaimana asyairah membaca buku lainnya. Insyaallah ga akan ada, aku yakin anda ga akan menemukannya. Taukah apa salah satu sebabnya buku asyairah sulit dijangkau? itu karena tradisi penulisan mutun yang padat dalam tradisi menulis ulama asyairah. Ada juga motivasi lainnya, tapi ya ga cocok ditulis disini. Begitulah sedikit yang bisa aku tuliskan

Kalau kata Apa Raban "ureung nyan geuteupeu menyo urueng droeneuh neubaca peu yang ureung nyan baca, dan ureung nyan hana geubaca peu yang ureung droen baca". Hahaha  

Sumber FB Ustadz : Abdul Wahab Ahmad

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Kenapa Asyairah Begitu Pede Dalam Berdebat?". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait