Seputar Hukum Safar nya Perempuan Sendirian

Seputar Hukum Safar nya Perempuan Sendirian

Seputar Hukum Safar nya Perempuan Sendirian Dengan Tanpa Mahramnya

✏️ Abdurrahman Bin Farid Al Mutohhar

Safar/ bepergian nya perempuan dengan tanpa mahram nya terbagi menjadi 3 keadaan :

1. Safarnya perempuan karena sebab hijrah dari negaranya yang tidak mampu baginya untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim (dari negara yang dikuasai kafir harbi) untuk menuju ke negara islam :

Dalam keadaan Ini maka ulama’ sepakat bahwa dia tidak disyaratkan harus dibarengi dengan mahramnya.

Boleh baginya bepergian sendiri. Karena hijrah bagi nya dihukumi wajib.

قال ابن الملقن رحمه الله في

: "الإعلام بفوائد عمدة الأحكام" (6/79):

 "أما سفر الهجرة من دار الحرب إلى دار

الإسلام فاتفق العلماء على وجوبه ، وإن لم يكن معها أحد من محارمها"أ.ه. 

وقال أبو العباس القرطبي رحمه الله في : "المفهم لما أشكل من تلخيص كتاب مسلم"

(3/450) : "اتُفق على أنه يجب عليها - أي : المرأة - أن تسافر مع غير ذى م إذا

خافت على دينها ونفسها ، وتهاجر من دار الكفر كذلك" أ.ه. وذلك (لأن القيام بأمر

الدين واجب ، والهجرة من ضرورة الواجب ، وما لا يتم الواجب إلا به واجب) قاله

في : "مطالب أولي النهى" (3/433)

2. Safar karena sebab Haji Atau Umroh Yang Wajib :

Maka dalam keadaan ini ulama’ berbeda pendapat apakah disyaratkan harus dibarengi mahramnya atau tidak :

•  Pendapat Pertama : Tidak disyaratkan harus dibarengi dengan mahramnya, namun syarat nya adalah merasa aman atas dirinya dalam perjalanannya.

Bisa disebut Aman atas dirinya dalam perjalanannya, jika bepergian bersama :

- Suaminya

- Atau Mahramnya

- Atau dengan Sejumlah perempuan Muslimah yang merdeka, yang tsiqoh (perempuan yang baligh dan memiliki sifat yang baik dan amanah) 

(Ada yang mengatakan minimal 2 orang dan ada yang mengatakan minimal 3 orang, bahkan ada pendapat yang mengatakan cukup 1 perempuan saja, yang penting amanah).

Pendapat ini adalah pendapat yang kuat dari Madzhab Syafi’i, juga pendapatnya Ibnu Siirin, Al Auza’i, Imam Malik.

Note: Jika bepergian sendiri ia merasa aman atas dirinya, kehormatannya dan hartanya, maka sudah dikatakan cukup. 

وقال النووي رحمه الله في: "شرح

مسلم" (9/148) : "وقال عطاء وسعيد بن جبير وابن سيرين ومالك والأوزاعي

والشافعي في المشهور عنه : لا يشترط المحرم، بل يشترط الأمن على نفسها . قال

أصحابنا : يحصل الأمن بزوج أو محرم أو نسوة ثقات ، ولا يلزمها الحج عندنا إلا

بأحد هذه الأشياء ، فلو وجدت امرأة واحدة ثقة لم يلزمها ، لكن يجوز لها الحج

معها ، هذا هو الصحيح . وقال بعض أصحابنا : يلزمها بوجود نسوة أو امرأة

واحدة ، وقد يكثر الأمن ولا تحتاج إلى أحد ، بل تسير وحدها في جملة القافلة

وتكون آمنة . والمشهور من نصوص الشافعي وجماهير أصحابه هو الأول" ا.ه.

Bisa dianggap aman atas dirinya, jika bepergian dengan rombongan yang amanah baik rombongan laki ataupun perempuan

والمقصود وجود الأمن على المرأة في ذلك كما سبق ، ويكفي ظن وقوعه بلا

شرط العلم ، كسفر المرأة للحج الواجب مع جَمع من النساء في (حملة حج) رسميَّة؛

لأنها رفقة مأمونة عادة ، قال ابن الملقن رحمه الله في : "الإعلام" (6/82) :

"والذين لم يشترطوه - أي : المحرم - قالوا : المشترط الأمن على نفسها مع رفقة

مأمونين رجالاً أو نساء"

• Pendapat kedua : Disyaratkan harus dibarengi dengan mahramnya.

Pendapat ini adalah pendapatnya Abu Hanifah, Ahmad Bin Hanbal, Hasan Al Bashri.

Namun menurut Abu Hanifah, perjalanan yang disyaratkan harus disertai mahramnya adalah jika menempuh selama 3 hari, jika kurang dari itu maka tidak disyaratkan harus disertai dengan mahramnya.

قال الشيخ أبو حامد : والمسافة التي يشترط أبو حنيفة فيها المحرم ثلاثة أيام فإن كان أقل لم يشترط

وفي صحيح مسلم بشرح النووي، تتمَّة كتاب الحجّ ، باب الحجِّ عن العاجز لزمانة وهرم ونحوهما، أو للموت "جواز حجِّ المرأة بلا محرم إذا أمنت على نفسها وهو مذهبنا" ا.ه. المنهاج شرح صحيح

مسلم بن الحجاج - ج ٩٨/٩

3. Safar karena sebab safar yang tidak wajib, seperti Umroh sunnah, ziarah kerabat, ziarah kubur, jalan-jalan dll.

Dalam hal ini terbagi menjadi dua keadaan :

- Jika safarnya dekat :

• Menurut Madzhab Hanafi : Boleh dengan tanpa mahramnya.

Perjalanan yang dekat menurut madzhab hanafi adalah jika menempuh kurang dari 3 hari, jika 3 hari atau lebih maka dianggap safar yang jauh.

• Madzhab Syafi’i, Maliki dan Hanbali : Tidak boleh dengan tanpa mahram. 

Wajib ia bepergian hanya dengan Suaminya atau dengan mahramnya.

Tidak boleh safar dengan satu perempuan yang lain ataupun sejumlah perempuan, sekalipun tsiqoh.

Karena menurut mereka, wajibnya disertai mahram dalam safar yang tidak wajib adalah secara mutlaq, baik dekat ataupun jauh. 

قال العكبري

رحمه الله في : "رؤوس المسائل الخلافية" (2/591) : "يعتبر المحرم في سفر

المرأة الطويل والقصير . خلافاً لأبي حنيفة في قوله : (يُغتَبر في الطويل)" . إلا أنه

اختلف في تحديد السفر الطويل ، فمذهب الحنفية ثلاثة أيام فصاعداً - كما في :

"حاشية ابن عابدين" (2/464) - ، وبه قال جماعة

Tapi di zaman sekarang ada pesawat, perjalanan yang dulu ditempuh 3 hari bisa menjadi 3 jam dengan pesawat, maka jika seperti ini boleh bagi perempuan pergi kemanapun disaat perjalanannya tidak mengambil waktu lama sampai mencapai 3 hari.

- Jika safarnya jauh :

Maka ada dua pendapat :

• Pendapat pertama : Boleh safar dengan tanpa mahram, yang penting merasa aman atas dirinya, kehormatannya dan hartanya selama safar. 

قال النووي في: "المجموع" (7/70) :

"(فرع) هل يجوز للمرأة أن تسافر لحج التطوع؟ أو لسفر زيارة وتجارة ونحوهما

مع نسوة ثقات ؟ أو امرأة ثقة ؟ فيه وجهان ، وحكاهما الشيخ أبو حامد والماوردي

والمحاملي وآخرون من الأصحاب في : (باب الإحصار) . وحكاهما القاضي حسين

والبغوي والرافعي وغيرهم . أحدهما: يجوز كالحج . والثاني : وهو الصحيح

باتفاقهم ، وهو المنصوص في (الأم)" أ.ه المراد

• Pendapat kedua : Tidak boleh safar kecuali harus disertai dengan mahramnya atau dengan suaminya.

قال ابن الملقن في : "الإعلام" (6/82) : "قال القاضي عياض :

واتفق العلماء على أنه ليس لها أن تخرج في غير الحج والعمرة إلا مع ذي محرم إلا

الهجرة من دار الحرب"أ.ه. وكذا حكاه النووي في : "شرح مسلم" (9/148) عن

عياض .

Catatan :

• Syarat mahram adalah baligh dan berakal (bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk). Sebagian ulama’ mensyaratkan harus bisa melihat, maka mahram yang buta tidak cukup.

• Yang disebut safar adalah jika sudah keluar dari batas kotanya.

Maka jika sudah melewati batas kotanya, hukumnya tergantung dari 3 keadaan diatas.

Dalam Madzhab Syafi’i mau safar yang dekat ataupun jauh sama saja hukumnya.

Jika masih dalam batas kota maka tidak disebut safar.

Sehingga boleh-boleh saja bagi perempuan untuk keluar sendiri, seperti ke mall, ke pasar, ke masjid dll.

Yang terpenting ia merasa aman atas dirinya.

Wallahua’lam 

Sumber FB Ustadz : Amang Muthohar

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Seputar Hukum Safar nya Perempuan Sendirian". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait