PERTANYAAN YANG DIULANG-ULANG
Sebagian salafiyyin setiap kali mengahdapi berbagai masail yang dia selisihi atau dia anggap bid'ah mendadak hilang ilmu ushul fiqihnya atau nggak dipakai
Jika pertanyaan-pertanyaan dibawah ini sekedar dijadikan dalil untuk menguatkan pendapatnya maka itu tidak mengapa
Namun jika pertanyaan tersebut ditujukan dalam rangka menyerang pihak lain maka inilah masalahnya. Karena kaedah tersebut tidak disepakati bahkan saya sendiri dengan pemahaman yang dangkal ini selama belajar ushul fiqih belum menemukan kaedah الترك يقتضي التحريم (ditinggalkan bermakna diharamkan) malah yang ada adalah النهي يقتضي التحريم (Larangan bermakna diharamkan)
Oleh karena itu kaedah diatas sangat mungkin oleh pihak lain untuk menyanggahnya apalagi para ushuliyyun mengatakan :
ترك النبي لا يدل على الكراهة
Yang ditinggalkan Nabi bukan berarti dimakruhkan. Jika yang Nabi tinggalkan tidak menunjukan kemakruhan/keharaman maka yang ditinggalkan sahabat, para tabi'in dan tabiu tabi'in min babil aula
Dan kalau mau diadu sangat mungkin didatangkan perkara-perkaa baru dalam ibadah yang sama sekali belum pernah dilakukan oleh Nabi, para sahabat dan para salafus Shalih seperti :
1. Mengadakan haflah dan muasabaqah tilawatil Qur'an
2. Mengkhususkan shalat berjama'ah setelah tarawih di 10 malam terakhir
3. Pembukaan event (acara) tertentu dengan pembacaan Al Qur'an
4. Penutupan event (acara) tertentu dengan do'a bersama
Kemudain Jika masalah- masalah seperti maulid Nabi dan Hut RI dibenturkan dengan dalih bahwa maulid Nabi adalah ibadah dengan menuqil kaedah :
الأصل في العبادة التحريم/التوقف
Hukum asal ibadah adalah haram/tawaqquf
Maka ini juga sama blundernya karena perinciannya tidak jelas. Maka yang perlu diperjelas adalah dhabit ibadah yakni apa yang dimaksud dengan ibadah ?
Kemudian apakah ia ibadah mahdhah atau ghaira mahdah, atau ia sekedar perkara mubah yang terhitung pahala karena niatnya? karena banyak amalan mubah yang berpahala karena niatnya seperti makan, minum, tidur dan lain-lain
Berkata Ibnu Ruslan dalam shafwatu zubad :
وخص ما يباح باستواء
ألفعل أو الترك على السواء
Dan dikhususkan bagi sesuatu yang mubah (diperbolehkan) dengan kesamaan (yakni) mengerjakannya dan meninggalkannya adalah sama (yakni tidak ada hubungannya dengan pahala dan siksa Allah)
لكن إذا نوى بأكله القوى
لطاعة الله له ما قد نوى
Akan tetapi jika dia berniat dengan makannya itu (agar) menjadi kuat untuk taat kepada Allah maka baginya akan mendapat pahala dari apa yang dia niatkan
Bahkan kemaren ketika HUT RI sebagian ustadz salafy merayakannya atas dasar bersyukur atas kemerdekaan
Nah pertanyaanya apakah bersyukur bukan termasuk ibadah?
Jika ibadah apakah para salaf pernah melakukannya dengan cara seperti itu?
Apakah ketika fathu makkah Nabi merayakan sebagaimana dirayakan orang sekarang atas dasar syukur?
Oleh karena itu ulama-ulama sekelas imam An Nawawi, As Suyuti, Ibnu Hajar dan lain-lain yang memahami kasus ini memberikan perhatian khusus untuk menghukumi meskipun ia adalah perkara baru yang sama sekali belum dilakukan Nabi dan para salaf.Dan mereka membolehkan karena berangkat dari kaedah-kaedah ushul yang ada. Dan yang jelas ulama-ulama diatas sangat paham akan dhawabit ibadah dan perinciannya
Maka dengan adanya pendapat yang membolehkan dari ulama2 besar sekelas imam An Nawawi, As Suyuti, Ibnu Hajar dan lain-lain menunjukan ini adalah perkara khilaf dan saling menghargai serta lapang dada dan tetap menjunjung tinggi adab khilafiyyah ijtihadiyyah sangat dianjurkan
Mau hukumi bid'ah silahkan berdasarkan taklid kepada ulama yg membid'ahkan dan mau hukumi boleh silahkan berdasarkan taklid kepada ulama yang membolehkan
Allahu A'lam
Sumber FB Ustadz : Muhammad Fajri
Pertanyaan semacam ini hanya akan muncul dari kepala orang yang tak paham alur ijtihad dan tak pernah mengecap manisnya ilmu ushul fiqh.
Makanya walaupun jawabannya sudah diberikan setiap tahun pun, mereka tetap bertanya seperti ini. Bukan karena jawabannya tak ada, namun otak mereka yang terlalu bebal untuk mencernanya.
by FB Ustadz : Fakhry Emil Habib