Pendapat Para Imam Mu'tabar Dalam Mazhab Itu Hujjah Ilmiyah

Pendapat Para Imam Mu'tabar Dalam Mazhab Itu Hujjah Ilmiyah

Pendapat Para Imam Mu'tabar Dalam Mazhab Itu Hujjah Ilmiyah

Dulu aku sering diajak mulla yusuf(ulama kurdistan yang tinggal didamaskus) ke rumah atau maktabah syeikh said ramadhan albuty, beliau sering meminta tolong untuk membantu beliau kalau kecapekan, karena maktabah syeikh buty diatas gunung, jadi lumanyan nanjak, biasanya untuk beberapa urusan sewa menyewa, setelah selesai urusan itu, seringkali mereka akan berdiskusi bahkan berdebat untuk beberapa masalah. 

Pernah sekali mereka berdebat masalah haji, dalam perdebatan itu, syeikh albuty mencoba mentakhrij masalah dari sudut pandang ushul fikih, sedangkan syeikh mulla mentakhrij masalah dari nash ibnu hajar, kebetulan aku tukang ambil-ambil kitab kalau dibutuhkan, lalu syeikh buty bertanya, mana dalil nashnya(yap, pertanyaan ushuly), syeikh mulla menjawab, bukankah qaul ibnu hajar alhaitamy dalam beberapa kitabnya bisa menjadi nash dalam mazhab syafii yang sudah matang ini? 

Aku sangat ingat momen ketika syeikh mulla memberi jawaban ini, karena saat itu Syeikh buty nampak terkejut dengan jawaban syeikh mulla, lalu beliau beristighfar, sambil mengangkat tangan dan menaruhnya diatas kepala, sambil mengatakan "ala raasy", tanda beliau menerima qaul ibnu hajar sebagai nash yang bernilai ilmiyah dan dijadikan hujjah dalam berfatwa. 

Yah begitulah cara ulama menghormati nash para imam mu'tabar falam bidang tertentu, dimana beberapa ulama mu'tabar qaul/pendapat mereka menjadi hujjah dalam mazhab bagi yang datang setelahnya, apalagi jika pendapat itu lebih dari satu imam yang mu'tabar dalam mazhab dan fan, tentu hujjahnya jauh lebih kuat, hampir tidak ada masalah yang sudah disepakati oleh beberapa imam mu'tabar lalu menjadi syadz dalam mazhab, minimal dia akan jadi pendapat lemah, atau pendapat kedua, tapi pendapat syadz? Tidak akan pernah

Apalagi kalau pendapat itu sudah jadi pendapat jumhur, karena secara ilmiyah mazhab itu terbentuk dari para imam mu'tabar dalam mazhab, bagaimana mungkin jumhurnya syadz, ini jelas melawan kaidah ilmiyah. Jumhur yang membentuk mazhab, syadz dalam mazhab? Ini kontradiksi ilmiyah. Kita bisa membayangkan jika ada tafarudat(pendapat beda sendiri) dari satu-dua imam pada suatu pendapat dan pendapat itu dikatakan syadz, tapi kalau ada puluhan imam dikatakan syadz, apa yang tersisa dari perkataan imam? Apa arti imam mu'tabar, kalau pendapatnya sama kayak saya atau kamu? Tidak perlu lagi ada gelar imam

Jadi harus diperhatikan kapan qaul ibnu hajar, atau syeikh zakariya tidak bisa jadi hujjah bagi lawan dalam debat fikih? Ya ketika ada protes dari mazhab lain, adapun fatwa dalam mazhab? Qaul para imam mu'tabar itu hujjah. Begitu juga dalam nahwu, ilmu kalam, dll. Saat kita berbicara tentang suatu masalah dalam satu mazhab, qaul para imam mazhab tersebut ya hujjah. Dan ini adalah keilmiyahan, dan tidak pernah keluar dari keilmiyahan. Kita bisa melihat contoh perdebatan dua ulama besar yang aku ceritakan diatas 

Ada perbedaan tentang hujjah untuk perdebatan dalam suatu mazhab dengan hujjah antar mazhab. Sebagaimana alquran ga bisa dijadikan hujjah bagi yang belum islam, tapi bagi orang islam bisa. Begitu juga dengan qaul imam mu'tabar, dalam perdebatan antar mazhab bisa jadi bukan hujjah, tapi untuk perdebatan dalam mazhab jelas hujjah. Apalagi yang diajak qaul puluhan imam, apalagi sekedar untuk menisbatkan qaul itu pada mazhab, itu jelas hujjah, terlepas dari kuat tidaknya.

Jadi yang bisa kita lakukan ketika ada perbedaan adalah memahami pendapat masing-masing, lalu memberikan kecondongan pada salah satu pendapat, tentu setelah mempelajari masing-masing pendapat, adapun mengeluarkan pendapat para imam dari mazhab, dan menafikan nisbatnya pada mazhab, itu bukan urusan kita, jangan gara-gara kita kadang melihat para mujtahid melakukan hal itu, lalu kita gatal merasa punya otoritas yang sama. 

Apalagi dengan pede  berkata "jangan lihat siapa yang berkata, tapi lihatlah apa yang dikatakan", kalam haq tapi pakai pada kebatilan, dalam perkara ilmiyah itu berlaku bagi yang punya otoritas, bukan untuk kita. Itu tugas para mujtahid dalam mazhab. Adapun kita? Wara' kita ga sama dengan mereka, ilmu kita ga sama dengan mereka, rajin kita ga sama dengan mereka, hafalan kita ga sama dengan mereka jadi berlakulah sesuai dengan maqam kita. Jangan berfikir hum Rijal wa nahnu rijal, pede berlebih itu ga baik. Kecuali jika kita punya rencana membangun mazhab dari awal, dan merobohkan semua yang sudah didirikan, dengan alasan "ilmiyah" atau sesuai nash

Kalau itu yang dimau, jangankan qaul salah satu imam mazhab, tapi qaul syafi'i, abu hanifah, malik dan ahmad pun akan dirobohkan, dengan alasan 'ilmiyah". Tapi kelakuan ini membuka peluang bagi tangan-tangan nakal untuk masuk ke pondasi mazhab dan menghancurkannya. Efek suluk ini akan menghancurkan otoritas keilmuwan, hari ini kita menganggap remeh qaul satu imam, besok orang lain menganggap remeh dua imam, kemudian lusa mazhab fikih, aqidah, nahwu, hadis, nasab, dll yang akan diruntuhkan dan diremehkan. 

Suatu hari ada seorang zindiq dihukum pada masa abbasiyah, salah satu proyek mereka adalah menafikan keadilan sahabat. Saat ditanya kenapa yang kalian serang sahabat? Bukan quran atau hadis. Mereka menjawab "jika kami bisa menghilangkan kepercayaan kalian kepada penukil syariat, maka kami akan mudah menghilangkan kepercayaan pada syariat", dan para imam mu'tabar adalah para penukil syariat, jika kita mengobrak-abrik mereka, maka apalagi yang tersisa dari mazhab?. 

Apa jalan paling mudah menghancurkan keilmuwan islam hari ini, bukan membuat orang ga percaya lagi pada quran atau hadis, tapi buatlah ketidakpercayaan pada turats, dengan cara menghilangkan otoritas/kehujjahan para imam mu'tabar, saat otoritas itu hilang, maka orang akan menafsirkan agama sesukanya, dengan alasan "thesis ilmiyah". Dan buatlah syarat-syarat sendiri, lalu tinggal cari pendukung dan buzzer yang ga paham apa-apa, dan nantang semua orang, maka semua jadi "ilmiyah", bahkan jadi mujadid. Kita berada di era hilangnya otoritas keilmuwan. Spesialisasi keilmuwan dibuang. Semua orang bangga dengan pendapatnya.

Terimakasih syeikh buty dan syeikh mulla, sudah mengajarkan saya secara praktis bagaimana seharusnya memperlakukan dan bermuamalah dengan nash para imam mu'tabar, dan Alhamdulillah hampir semua guruku mengajariku hal yang sama. Dan salah satu misi ilmiyahku membuat orang-orang sekitarku paham betapa pentingnya berpegang pada para imam mu'tabar dalam beragama, dan pentingnya berpegang pada aljamaah dalam dunia yang membingungkan ini. Semoga kecapaian. 

Jadi jangan bingung ketika ada hal yang heboh muncul, kita aswaja mah gampang, ya cukup ikut aljamaah, aman lah kita yang awam ini. Ingat satu fakta, hampir semua aliran sempalan atau  mubtadi' dalam islam itu muncul karena kepedean dalam melawan jumhur dan ulama mu'tabarin, bukankah Ibnu muljam lahir karena merasa lebih ilmiyah daripada ali bin abi thalib, ibnu abbas, ibnu umar, dst? Sesungguhnya untuk mencapai tuhan itu, kita butuh para imam mu'tabar dan butuh juga mazhab.

#Syeikh buty yang jadi imam, syeikh mulla yang berdiri dibelakang pakai imamah

Baca juga kajian tentang ikhtilaf berikut :

  1. Perbedaan Madzhab
  2. Adab Berbeda Pendapat
  3. Perbedaan Jumlah Takbir Tambahan Shalat Id Antara Madzhab
  4. Ikhtilaf dan Mazhab
  5. Perbedaan Antara Fiqih dan Aqidah

Sumber FB Ustadz : Fauzan Inzaghi

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Pendapat Para Imam Mu'tabar Dalam Mazhab Itu Hujjah Ilmiyah". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait