Nabitah, Penyakit yang Merusak Kepercayaan Awam pada Ulama
Diantara masalah terbawiyah/akhlaqiyah seorang thalib ilm adalah dia, ketika dia menemukan Ibarat kitab atau potongan vidio yang musykil dan hammalatul awjuh(multi tafsir) dari seorang ulama yang diakui banyak ulama, maka dia langsung menafsirkannya dengan mahmal sayyi'(kemungkinan terburuk) dari kata-kata itu. Padahal ada seribu cara menafsirkan dengan ihtimal/kemungkinan yang benar.
Bahkan tak berlebihan kalau ini bisa dikatakan musykilah nafsaniyah(masalah kejiwaan).Dan medsos membuka peluang untuk penyakit jiwa itu, ada beberapa orang berilmu dimedsos, "seolah" menunggu beberapa ulama mengeluarkan ibarat yang musykil, dan beberapa menit kemudian dia langsung siap mengkonter, ketika viral, lalu bom status dengan masalah itu selama berhari-hari dengan alasan "bayanul haq" menerangkan kebenaran, bagian dari"nahi munkar", menjaga "keilmiyahan"
Padahal tidak lah mereka lakukan kecuali tathawul alal kibar(kurang ajar terhadap kibar) dan mengajarkan awam untuk melakukan hal yang sama. Penyakit jiwa ini dulu sering kita lihat dikelompok sono, dimana tathawul alal kibar aimmah dan menganggap remeh para pendapat para imam dengan alasan "mengikuti yang haq", "mengikuti dalil alquran dan sunnah", "manusia bisa salah", dll.
Penyakit jiwa ini dinamakan para ulama kita sebagai nabitah, karena kemiripan mereka dengan hadis khawarij, yang pede menyesatkan para ulama sahabat, bahkan ketika disebut nama nabitah maka yang dimaksud adalah kelompok yang begitu hobi nyalah-nyalahin ulama itu, dan mentarjih pendapat mereka atas pendapat para imam dengan sangat PD.
Dan sejak era medsos, penyakit nabitah ini sepertinya menular ke madrasah kita juga, dan itu terjadi dengan sangat pesat, terutama dikalangan muda, sehingga yang usia dan kepribadian belum matang dengan mudah "diulamakan" dan dijadikan "allamah", karena mereka mampu mengelola medsos dengan baik, dan akhirnya memang mereka lah yang dikenal. Bahkan lebih dikenal dibanding kibar dikalangan orang-orang yang menganggap kalau dunia itu seluas sosmed
Tak jarang keterkenalan itu membuat mereka merasa bisa mengkritik siapapun, dan menaruh posisi diri mereka untuk "mentarjih" para ulama, bahkan menyesatkan para imam dengan "tarjih" mereka, dan mubtadi yang baru tau ilmu, langsung merasa kagum, dan merasa itulah puncak akhir dari dunia keilmuwan. Atau ada juga thalib berilmu yang masih berdarah panas, dimana secara kepribadian belum matang, saat ada beberapa kesimpulan dalam bacaannya yang melawan arah jumhur dan melihat ada orang populer yang sependapat, maka makin pede lah mereka.
Tak jarang pendapat guru mereka sendiri mulai dianggap biasa saja, bahkan dilevel menganggap remeh ulama sekitar, tapi kenapa heran? Jangankan gurunya, para imam besar ahlusunnah aja gampang mereka salahkan, apalagi cuma gurunya. Begitulah nabitah dimadrasah kita berkembang.
Sedihnya baik para imam terdahulu atau sekarang, tidak selamat dari lisan mereka, ya kecuali yang setuju dengan mereka, mwreka akan mentakwil seribu takwil untuk teman seerjuangan. Penyakit nabitah ini sangat berkembang karena tsaqafah viral begitu merajalela, yang membuat seorang sangat PD membuat pernyataan apapun, apalagi jika ada dukungan, dan viral serta banyaknya yang bertepuk tangan selalu dianggap sebagai kuatnya argumen.
like dan tepuk tangan itulah yang membuat mereka dengan pede mengatakan "aku tidak takut dihujat siapapun, selama yang aku dukung keilmiyahan", "ayo kita bicara ilmiyah saja, jangan bicara tokoh, itu subjektif", kalamul haq arada bihil bathil, perkataan benar tapi penggunaannya batil, karena dalam mazhab ahlusunnah, kibar punya posisi penting dalam menentukan kebenaran, "sesungguhnya umatku tidak akan bersatu dalam kebatilan", bukan karena fanatik, tapi karena menghormati spesialisasi dan otoritas keilmuwan, yap karena kenetralan ilmiyah butuh pakar
Tapi hakikatnya nabitah ini menular dari madrasah postmodernism, dimana seorang begitu pd dalam berpendapat dibidang apapun, atau begitu mudah mengkritik hal-hal sakral, dengan alasan "ilmiyah". Nabitah berbaju ahlusunnah mengira dengan berisiknya mereka akan membuat awam tercerahkan, tidak, yang ada mereka malah makin rame apatis dan akan menganggap remeh para kibar dan pakar. Kalau pendapat pakar dan kibar hilang, maka mereka bikin "agama" sendiri
Kasian sebenarnya awam, mereka bingung bagaimana harus bersikap, karena setiap ulama yang mereka hormati, disesatin, makanya seringkali akhirnya mereka memilih untuk tidak percaya siapapun, dan mengikuti khayalan mereka sendiri, siapa yang membuat mereka seperti itu? Para nabitah yang menyepelakan para imam yang disepakati jumhur. Nabitah itu ciri khasnya kerap menyalahi arah umum sawadul adham. Jadi yang merusak kepercayaan itu adalah mereka sendiri.
Dan ada satu kelompok dalam madrasah ahlusunnah yang jarang sekali terkena penyakit nabitah ini, mereka adalah .....
baca juga kajian tentang ulama berikut :
- Diantara Tokoh Ulama Berperan Dalam Kemerdekaan RI
- Ulama Tegas Itu Didampingi Malaikat
- Ulama Lurus Tetap Dibutuhkan di Dunia dan Akhirat
- Ulama Yang Ilmuwan
- Pandemi COVID-19 dan Kepergian Ulama
Sumber FB Ustadz : Fauzan Inzaghi