Mengapa Tidak Memperingati Hari Wafat Nabi?
Seperti biasa, selama pengajian di Pontianak saya buka sesi tanya jawab. Beberapa saya catat berdasarkan pertanyaan yang sering diajukan. Salah satunya adalah 12 Rabiul Awal ada kejadian lahirnya Nabi dan wafatnya Nabi. Mengapa yang diperingati hanya lahirnya? Pertanyaan ini sudah lama menjadi bahan perdebatan antara ulama yang membolehkan dan yang melarang Maulid Nabi.
Al-Hafidz As-Suyuthi termasuk yang memberi bantahan:
جوابه أن يقال أولا أن ولادته صلى الله عليه وسلم أعظم النعم علينا ووفاته أعظم المصائب لنا والشريعة حثت على إظهار شكر النعم
“Jawabnya bahwa kelahiran Nabi adalah nikmat paling agung bagi kita dan wafat Nabi adalah musibah terbesar. Sementara Agama menganjurkan untuk memperlihatnya bentuk syukur atas nikmat” (Al-Hawi lil Fatawi, 1/227)
Metode istidlal dari para ulama mendasarkan pada hadis:
أيها الناس إنما أنا رحمة مهداة يعني أهديت لكم
“Wahai manusia, aku hanyalah seorang Nabi sebagai rahmat yang dihadiahkan pada kalian” (HR Al-Baihaqi dan Ad-Darimi dengan status riwayat Sahih tapi mursal karena tidak menyebutkan nama Sahabat. Sementara dalam riwayat Al-Hakim, Tabiin Abi Shalih meriwayatkan dari Sahabat Abu Hurairah)
Karena keberadaan Nabi sebagai rahmat inilah Allah perintahkan umatnya untuk bergembira:
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا [يونس/٥٨]
“Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira… " (QS Yunus 58)
Dan sudah diketahui bersama bahwa para Nabi menjalani kehidupan di alam kubur sebagaimana dalam hadis Sahih berikut:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اْلأَنْبِيَاءُ أَحْيَاءٌ فِى قُبُوْرِهِمْ يُصَلُّوْنَ
Diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah Saw bersbda: Para Nabi hidup di kuburannya, mereka melakukan salat" (HR al-Baihaqi dalam Hayat al-Anbiya' fi Quburihim I/72 dan Abu Ya'la No 3425)
Sumber FB Ustadz : Ma'ruf Khozin