Kalau Awam, Jangan berfatwa!
Trend Influenser, Selebritis dan Selebgram Nyambi Jadi Mufti, Ya Gak Boleh.
Kalau mau Jualan produk, ya jualan saja. Tidak usah berfatwa. Itu bukan bidang Anda.
_____
Orang awam tapi kok berani berfatwa? Mengharamkan ini, mengharamkan itu. Hati-hati tindakan begitu diperingatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sebutan Ruwaibidhah. Siapa Ruwaibidhah? Orang yang bicara tanpa ilmu, yang bicara diluar kafasitas ilmu dan pengetahuannya. Apalagi yang suka berbicara semua perkara. Apa saja dikomentari dan ditanggapi.
_____
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menerangkan tentang Ruwaibidhah dan menyebutnya sebagai fenomena dan pertanda akhir zaman,
وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ، قِيلَ: وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ؟ قَالَ: “السَّفِيهُ يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ”
"Dan di saat itu Ruwaibidhah berbicara.” Ada sahabat yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?” Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas.” [HR. Ahmad, Ibnu Majah, Abu Ya’la al-Mushili dalam musnadnya, dan dinilai hasan oleh Syuaib al-Arnauth].
_____
Selain dilarang berfatwa, orang awam juga dilarang meminta fatwa kepada sesama orang awam.
Siapa yang disebut Awam?
_____
Imam Badruddin Muhammad bin 'Abdullah al-Zarkasyi (w. 794 H) menjelaskan bahwa awam itu adalah selain ulama mujtahid mutlak, mujtahid mazhab dan mujtahid fatwa,
ودونهما في المرتبة مجتهد الفتيا وهو المتبحر في المذهب المتمكن من ترجيح قول على آخر، وهذا أدنى المراتب، وما بقي بعده إلا العامي ومن في معناه
“Tingkatan di bawah keduanya (mujtahid mutlak dan mujtahid mazhab) adalah mujtahid fatwa, yakni orang yang sangat menguasai mazhab dan memiliki kemampuan untuk mentarjih salah satu pendapat di atas pendapat yang lain. Mujtahid fatwa ini adalah tingkatan yang paling rendah. Sisanya sesudah itu adalah orang awam dan orang yang semakna dengan awam.” (Tasynif Al-Masami’, Al-Zarkasyi, 4/575).
Ahmad bin Ali ar-Razi atau yang dikenal dengan nama Al-Jasshash al-Hanafi (w.370 H) menjelaskan makna awam dengan definisi yang kurang lebih sama,
إذَا اُبْتُلِيَ الْعَامِّيُّ الَّذِي لَيْسَ مِنْ أَهْلِ الِاجْتِهَادِ بِنَازِلَةٍ، فَعَلَيْهِ مُسَاءَلَةُ أَهْلِ الْعِلْمِ عَنْهَا
“Apabila ada orang awam yang bukan termasuk mujtahid dihadapkan dengan sebuah kejadian (ang perlu diketahui hukumnya), maka dia harus bertanya kepada ulama terkait hal itu.” (Al-Fushul fi Al-Ushul, Al-Jasshash, 4/281).
_____
Tentang orang awam, Ibnu Hajar al-Haitsami rahimahullahu berkata di dalam al-Fatwa al-Kubra,
وَالْمُرَادُ بِالْعَامِّيِّ فِي عُرْفِ الْأُصُولِيِّينَ غَيْرُ الْمُجْتَهِدِ الْمُطْلَقِ فَالْمُقَلِّدُونَ كُلُّهُمْ عَوَامُّ عِنْدَهُمْ وَإِنْ جَلَّتْ مَرَاتِبُهُمْ
“Yang dimaksud dengan orang awam dalam istilah ulama ushul fiqih adalah selain mujtahid mutlak. Mereka yang bertaklid kepada ulama semuanya itu dianggap awam meskipun tingkatan-tingkatan mereka itu tinggi.” (Al-fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubra, 2/250).
Imam An-Nawawi rahimahullahu juga menerangkan tentang orang awam,
وقال الإمام النووي رحمه الله تعالى في المجموع: ((قال الخطيب: ينبغي للإمام أن يتصفح أحوال المفتين, فمن صلح للفتيا أقره, ومن لا يصلح منعه, ونهاه أن يعود وتوعده بالعقوبة إن عاد, وطريق الإمام إلى معرفة من يصلح للفتوى أن يسأل علماء وقته, ويعتمد أخبار الموثوق به
“Berkata Al-Khathib al-Baghdadi: Seorang imam (pemimpin negeri) harus mengetahui betul keadaan dan latar belakang para mufti. Jika ia layak, boleh diizinkan berfatwa. Jika tak berkelayakan, tidak boleh diizinkan berfatwa. Imam harus mencegahnya berfatwa sembarangan, bahkan boleh menghukumnya jika tetap berfatwa. Cara imam mengetahui apakah seseorang itu layak berfatwa adalah bertanya kepada para ulama mumpuni lainnya serta bersandar atas informasi yang dapat dipercaya tentangnya.” (Al-Majmu’ Imam An-Nawawi).
_____
Bahkan untuk kelayakan fatwa, tidak cukup dengan ilmu yang telah dipelajari. Namun harus mendapat rekomendasi, dukungan dan persaksian dari ulama-ulama mumpuni di masanya. Guru besar ilmu hadits dunia, Imam Malik rahimahullah, dengan ilmu dan kafasitasnya sangat berhati-hati dalam mengajar atau menyampaikan fatwa. Al-Hafizh Abu Nu'aim Al-Ashbahani rahimahullah menceritakan tentang Imam Malik,
قال مالك بن أنس : " ما أفتيت حتى شهد لي سبعون أني أهل لذلك " .
وعن خلف بن عمرو قال : سمعت مالك بن أنس يقول : " ما أجبت في الفتيا حتى سألت من هو أعلم مني : هل يراني موضعاً لذلك ؟ سألت ربيعة ، وسألت يحيى بن سعيد فأمراني بذلك ، فقلت له: يا أبا عبد الله فلو نهوك ؟ قال : كنت أنتهي ، لا ينبغي لرجل أن يرى نفسه أهلاً لشيء حتى يسأل من هو أعلم منه " رواه أبو نعيم في الحلية .
Malik bin Anas berkata, "Aku tidak akan memberi fatwa sampai aku bertanya kepada 70 ulama, apakah aku layak berfatwa dalam hal tersebut.
Khalaf bin Amr berkata, "Aku mendengar Malik bin Anas berkata, "Aku tidak menjawab (berfatwa) atas pertanyaan umat sehingga aku bertanya terlebih dahulu kepada orang yang lebih 'alim dariku. Aku meminta pendapatnya apakah aku layak menjawab pertanyaan itu? Maka aku bertanya kepada Rabi'ah dan Yahya bin Sa'id. Lalu keduanya merekomendasikanku menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Khalaf bertanya kepada Imam Malik, “Bagaimana jika mereka melarangmu berfatwa (tidak merekomendasikanmu menjawabnya)?” Imam Malik pun menjawab: “Aku tidak akan berfatwa dalam hal itu.”
Lalu Imam Malik berkat, "Tidak seharusnya seseorang merasa dirinya layak dalam suatu perkara sehinggalah dia bertanya kepada orang yang lebih 'alim darinya." [Hilyatul Aulia wa Thabaqatul Ashfiya, Al-Hafizh Abu Nu'aim Al-Ashbahani].
_____
Imam Adz-Dzahabi rahimahullahu berkata,
من بلغ رتبة الاجتهاد ويشهد له بذلك عدة من الأئمة لم يسغ له أن يقلد)اهـ.
“Barangsiapa yang telah mencapai derajat Ijtihad (mujtahid) dan diperkuat oleh kesaksian para ulama mumpuni lainnya, maka tidak boleh bertaklid.” (Siyar a’lam an-Nubala, Imam Adz-Dzahabi).
Syarat mendapat kesaksian dan rekomendasi ulama-ulama mumpuni di masanya sebagai syarat berfatwa, juga dinyatakan Imam Asy-Syathibi rahimahullahu,
العالم إذا لم يشهد له العلماء فهو في الحكم باق على الأصل من عدم العلم حتى يشهد فيه غيره ويعلم هو من نفسه ما شهد له به)أهـ، والله أعلم.
“Seorang alim (ulama) jika tak mendapat kesaksian dari ulama-ulama mumpuni lainnya, maka ia tetap dihukumi sebagai orang awam yang bukan alim. Sehingga ia mendapat kesaksian dan rekomendasi yang menguatkan kafasitas ilmunya.” (Al-I’tisham, Imam Asy-Syathibi).
_____
Hujjatul Islam, Imam Al-Ghazali rahimahullahu berpesan kepada orang awam yang tidak memiliki kafasitas ilmu yang memadai, hendaknya meminta bimbingan dan mengikuti para ulama,
العامي يجب عليه الاستفتاء واتباع العلماء
“Orang awam wajib meminta fatwa dan ikut pada pendapat ulama.” (Al-Mustashfa, Imam Al-Ghazali, Maktabah Syaamilah/372).
Pesan serupa juga disampaikan Ibnu Abdil Barr dalam Jami' Bayanil Ilmi wa Fadhlihi,
العامة لا بد لها من تقليد علمائها عند النازلة تنزل بها؛ لأنها لا تتبين موقع الحجة، ولا تصل بعدم الفهم إلى علم ذلك؛ لأن العلم درجات لا سبيل منها إلى أعلاها إلا بنيل أسفلها، وهذا هو الحائل بين العامة وبين طلب الحجة"، .. "ولم تختلف العلماء أن العامة عليها تقليد علمائها، وأنهم المرادون بقوله -عز وجل-: فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ .
“Orang awam harus taklid pada ulama dalam persoalan yang mereka hadapi, karena orang awam tidak memiliki hujjah dan kapasitas keilmuan untuk memahami persoalan itu. Ilmu itu bertingkat-tingkat, kita tidak akan mungkin bisa mencapai puncaknya, jika tidak memulai dari yang paling bawah. Dan inilah yang membedakan antara orang awam dan orang-orang yang menggali hujjah. Para ulama tidak berselisih bahwa orang awam harus bertaqlid kepada ulamanya. Merekalah yang dimaksud dalam firman Allah Ta’ala,
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Bertanyalah kepada ahli ilmu jika kalian tidak mengetahui.” [QS. An-Nahl: 43].
_____
Kesimpulan penting dari uraian di atas adalah hendaknya setiap kita, ingat dan menyadari kafasitas dirinya, tidak memaksakan diri bicara di luar kafasitas dan bidang ilmunya. Seperti nasehat indah dari Umar bin Abdul Aziz radhiyallahu 'anhu,
رَحِمَ اللَّهُ امْرَأً عَرَفَ قَدْرَ نَفْسِهِ
“Allah merahmati seorang yang tahu kadar dan kafasitas dirinya.” [Al-Jami' Li Ahkamil Quran, Imam Al-Qurthuby].
**
Wallahu a’lam
Ardiansyah Ashri Husein
Sumber FB Ustadz : Ardiansyah Ashri Husein