JUJURLAH BAHWA ANDA ITU HANYA TAKLID
Sebenarnya jika sedari awal mereka yang mengikuti pendapat bid'ahnya maulid Nabi dengan jujur mengatakan bahwa ia hanyalah taklid kepada ulama yang membid'ahkan seperti Imam Syathibi, Syaikhul islam Ibnu Taimiyyah dan tanpa mengusik apalagi menyerang pihak yang taklid kepada ulama yang membolehkan maka selesailah perkara dan tidak ada keributan. Dan pengingkarannya bisa diarahkan kepada mereka yang mengadakan maulid namun disana terdapat kemungkaran seperti ikhtilat, joget-joget dan kemungkaran lain sebagaimana yang pernah dijelaskan oleh KH. Hasyim Asy'ari dalam salah satu risalah beliau.
Namun yang bikin ribut adalah munculnya sebagain tulisan atau meme yang iseng dalam rangka menyerang semua kaifiyyah maulid Nabi. Padahal yang menyerang hanyalah seorang muqollid yang tidak pantas membantah hujjah-hujjah para ulama. Anda sebagai seorang muqollid harusnya sadar bahwa anda bukanlah syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah yang dengan ilmunya membantah hujjjah-hujjah Imam Nawawi, dan anda juga bukanlah selevel imam syathibi' yang dengan ilmunya membantah hujjahnya Izuddin bin Abdissalaam.
Dan ketika yang membantah adalah mereka yang secara kafa'ah ilmu tidak selevel dengan para imam maka bantahan sebaliknya tidak dapat dihindari. Di antara bantahan sebaliknya adalah inkonsistennya pihak yang mebid'ahkan maulid Nabi yang malah melakukan maulid-maulid yang lain seperti Hut kemerdekaan, Hut perusahan, sekolah dan lain-lain. Jika alasan tidak boleh melakukan maulid Nabi adalah karena maulid adalah ibadah maka ini harus diperinci
Illat (sebab) dikatakan sebagai ibadah itu apa ? dan bagaimana tahqiq atau tanqih atau takhrij manatnya ? Jika sebab dikatakan ibadah karena berharap pahala maka ini adalah hujjah yang sangat lemah. Karena makan, minum, tidur yang hukum asalnya mubah bisa berpahala jika diniatkan agar kuat dalam menjalani ketaatan. Jika maulid tidak boleh dilakukan karena tidak pernah dilakuan oleh para salaf maka ia bukanlah hujjah yang disepkati karena tidak sedikit perkara-perkara bauru dalam ibadah yang tidak dipernah dilakukan oleh Nabi dan para salaf secara spesifik namun sekarang banyak dilakukan
Nah para ulama yang membolehkan maulid mereka berpandangan bahwa maulid hanyalah sebuah ritual/tradisi yang baik dan buruknya tergantung isinya. Imam As Suyuti pernah ditanya mengenai hukum maulid Nabi menurut syara' dan apakah dia baik atau buruk dan beliau menjawabnya :
والجواب (عندي) أن أصل عمل المولد الذي هو اجتماع الناس وقراءة ما تيسر من القرآن ورواية الأخبار الواردة في مبدأ أمر النبي صلى الله عليه وسلم وما وقع في مولده من الآيات، ثم يمد لهم سماط يأكلونه وينصرفون من غير زيادة على ذلك هو من البدع الحسنة التي يثاب عليها صاحبها لما فيه من تعظيم قدر النبي صلى الله عليه وسلم وإظهار الفرح والاستبشار بمولده الشريف
Artinya, "Menurut saya, hukum pelaksanaan maulid Nabi, yang mana pada hari itu masyarakat berkumpul, membaca Al-Qur’an, dan membaca kisah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada permulaan perintah Nabi serta peristiwa yang terjadi pada saat beliau dilahirkan, kemudian mereka menikmati hidangan yang disajikan dan kembali pulang ke rumah masing-masing tanpa ada tambahan lainnya, adalah bid’ah hasanah. Diberi pahala orang yang memperingatinya karena bertujuan untuk mengangungkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam serta menunjukkan kebahagiaan atas kelahiran Beliau.”
Nah inilah tatacara Maulid Nabi yang dimaksud oleh para ulama yang membolehkan. Bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah sekalipun pendapatnya membid'ahkan maulid beliau tetap mengatakan berpahala jika diniatkan untuk ta'dzim kepada Rasul shallallahu 'alaihi wasallam. Di dalam Iqtidha ash-Shirat al-Mustaqim beliau mengatakan :
فتعظيم المولد و اتخاذه موسما قد يفعله بعض الناس ويكون له فيه اجر عظيم لحسن قصده و تعظيمه لرسول الله صلى الله عليه وسلم
Artinya: Adapun mengagungkan perayaan maulid dan menjadikannya sebagai kegiatan rutin, itu hal yang biasa dilakukan oleh sebagian masyarakat, karena dalam kegiatan tersebut terdapat pahala yang besar sebab bagusnya tujuan, dan juga sebagai pengagungan terhadap Baginda Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi wasallam"
Dan ritual-ritual selain maulid Nabi pun sangat banyak bahkan dilakukan juga oleh mereka yang membid'ahkan. Salah satu contohnya adalah merayakan kemerdekaan dalam rangka bersyukur kepada Allah atas nikmat kemerdekaan. Bukankah bersyukur termasuk ibadah? Dan apakah Nabi pernah merayakannya sebagaimana orang sekarang ketika fathuh mekkah ?
Dengan demikian jika kita sadar diri untuk tidak masuk ke ranah para ulama maka insyaa Allah akan rukun dan saling menghargai perbedaan. Biarkan para ulama yang saling mengadu hujjah berdasarkan ijtihadnya masing-masing. Bahkan Imam Syathibi yang membatantah Izzudiin bin Abdisalaam dalam pembagian bid'ah dibantah balik oleh sebagian ulama yang masih semadzhab dengan beliau.
Dan tugas seorang muqollid hanyalah mengikuti dan bukanlah suatu hal yang tercela baginya jika ia taklid kepada ulama manapun. Dan bukanlah termasuk inkonsisten jika dalam hal maulid Nabi seorang muqollid taklid kepada pendapat yang membid'ahkan dan dalam hut RI dia taklid kepada ulama yang membolehkan.
Berkata Ibnu Qudamah di dalam raudah :
أن إجماع الصحابة الكرام رضي الله تعالى عنهم منعقد على أن العامي أن يأخذ بقول من شاء من المجتهدين من غير فرق في ذلك بين فاضل ومفضول
"Bahwasannya telah ada ijmaknya para sahabat bahwa seorang awam(muqollid) dibebaskan memilih pendapat manapun dari para mujtahidin tanpa membeda-bedakan antara yang lebih unggul dan yang diunggulkan".
Dari penjelasan beliau dapat disimpulkan bahwa seorang muqollid bukan levelnya untuk mentarjih (menguatkan) salah satu pendapat. Dan selama ia masih menukil pendapat para ulama maka sejatinya ia dan ustadznya adalah muqallid. Jika ia lakukan tarjih maka ia telah masuk ke ranah yang bukan bidangnya dan terancam berbicara tanpa ilmu
Allahu A'lam
(Gambar hanyalah contoh ritual maulid PT yang diisi dengan kajian)
Sumber FB Ustadz : Muhammad Fajri