Hadiah Pahala Membaca Al-Qur'an Bagi Orang-orang Islam Yang Telah Meninggal
قال المحدث مرتضى الزبيدي في شرح الإحياء ما نصه: قال السيوطي في «شرح الصدور»: وأما قراءة القرءان على القبر فجزم بمشروعيتها أصحابنا وغيرهم،
Al-Muhaddits Murtadla az-Zabidi dalam kitab Syarh Ihya', berkata: Dalam kitab Syarh ash-Shudur al-Hafizh as-Suyuthi berkata: "Adapun hukum membaca Al-Quran di kuburan menurut pendapat para sahabat kami (ulama madzhab Syafi'i) dan selain mereka adalah masyru' (disyari'atkan).
قال الزعفراني: سألت الشافعي عن القراءة عند القبر فقال لا بأس به،
Az-Za'farani berkata: "Aku telah bertanya kepada as-Syafi'i tentang membaca Al-Qur'an di kubur, beliau berkata: Tidak mengapa.
وقال النووي في «شرح المهذب»: يستحب لزائر القبور أن يقرأ ما تيسّر من القرءان ويدعو لهم عقبها نص عليه الشافعي واتفق عليه الأصحاب، زاد في موضع ءاخر: وإن ختموا القرءان على القبر كان أفضل. انتهى.
An-Nawawi dalam Syarh al-Muhadz-dzab berkata: Disunnahkan bagi seorang yang ziarah kubur untuk membaca apa yang mudah baginya dari Al-Qur'an, lalu sesudahnya berdoa bagi mereka. Telah mencatatkan demikian oleh as-Syafi'i dan telah disepakati atasnya oleh Ash-hab as-Syafi'i. Dan pada bagian lain menambahkan: "Dan jika mereka mengkhatamkan Al-Qur'an seluruhnya di atas kubur maka itu lebih utama"
وقد سئل الشمس محمد بن علي بن محمد بن عيسى العسقلاني الكناني السمنودي الشافعي عرف بابن القطان المتوفى في سنة 813هـ وهو من مشايخ الحافظ ابن حجر عن مسائل فأجاب، ومنها: وهل يصل ثواب القراءة للميت أم لا؟ فأجاب عنها في رسالة سمّاها القول بالإحسان العميم في انتفاع الميت بالقرءان العظيم، وأنا أذكر منها هنا ما يليق بالمقام مع الاختصار،
Al-Imam Syamsuddin Muhammad ibn 'Ali ibn Muhammad ibn 'Isa al-'Asqalani al-Kinani as-Samnudi asy-Syafi'i; yang popular dengan sebutan Ibnul Qatthan, w. 813 H; yang merupakan salah seorang guru-guru al-Hafizh Ibnu Hajar, telah ditanya tentang beberapa masalah [agama], di antara yang ditanyakan kepada beliau adalah; "Apakah sampai bacaan Al-Qur'an bagi mayit?", beliau menjawab dalam risalahnya berjudul al-Qaul Bi al-Ihsan al-'Amim Fi Intifa' al-Mayyit Bi Al-Qur'an al-'Azhim, -aku [az-Zabidi] sebutkan beberapa bagian yang sesuai dengan bahasan ini dengan ringkas-,
قال رحمه الله تعالى: اختلف العلماء في ثواب القراءة للميت فذهب الأكثرون إلى المنع وهو المشهور من مذهب الشافعي ومالك ونقل عن جماعة من الحنفية، وقال كثيرون منهم يصل وبه قال الإمام أحمد بعد أن قال القراءة على القبر بدعة؛ بل نقل عنه أنه يصل إلى الميت كل شيء من صدقة وصلاة وحج وصوم واعتكاف وقراءة وذكر وغير ذلك، ونقل ذلك عن جماعة من السلف، ونقل عن الشافعي انتفاع الميت بالقراءة على قبره، واختاره شيخنا شهاب الدين بن عقيل،
beliau berkata: "Para ulama berbeda pendapat tentang pahala bacaan Al-Qur'an bagi mayit, maka kebanyakan mereka berpendapat behwa demikian tercegah, dan itu pendapat yang popular dari madzhab Syafi'i dan Malik, serta dinukil demikian dari sebagian ulama madzhab Hanafi. Namun banyak pula dari para ulama bahwa pahala bacaan Al- Qur'an tersebut dapat sampai, dan pedapat demikian dinyatakan oleh al-Imam Ahmad, setelah sebelumnya beliau mengatakan membaca Al-Qur'an di kubur adalah bid'ah, bahkan dinukil dari pendapat beliau [Ahmad] bahwa berbagai pahala apapun dapat sampai bagi mayit, seperti sedekah, shalat, haji, puasa, i'tikaf, membaca Al-Qur'an dan lainnya, dan pendapat demikian itu dinukil dari pendapat Salaf. Dan dinukil dari asy-Syafi'i bahwa mayit mengambil manfaat dari bacaan Al-Qur'an di dekat kuburnya. Dan guru kami, Syihabuddin Ibnu 'Aqil memilih pendapat demikian itu
وتواتر أن الشافعي زار الليث بن سعد وأثنى عليه خيرًا وقرأ عنده ختمة وقال أرجو أن تدوم فكان الأمر كذلك،
dan telah mutawatir bahwa asy- Syafi'i telah berziarah ke makam al-Laits ibn Sa'ad, memujinya, dan mengkhatamkan bacaan Al-Qur'an di makamnya. Asy-Syafi'i berkata; "Semoga apa yang aku perbuat ini terus berlanjut", dan menjadi kenyataan apa yang diucapkannya itu.
وقد أفتى القاضي حسين بأن الاستئجار للقراءة على رأس القبر جائز؛ كالاستئجار للأذان وتعليم القرءان،
Al-Qadli Husain berfatwa bahwa menyewa dengan upah bagi seseorang untuk membacakan Al-Qur'an di atas kubur hukumnya boleh, sebagaimana memberi upah atas pekerjaan adzan dan mengajarkan Al-Qur'an.
قال النووي في «زيادات الروضة»: ظاهر كلامه صحة الإجارة مطلقًا وهو المختار، فإن موضع القراءة موضع بركة وتنزل الرحمة وهذا مقصود ينفع الميت.
An-Nawawi dalam kitab Ziayadat ar-Raudlah berkata: Zahir perkataannya bahwa kebolehan menyewa [dengan upah] demikian itu mutlak, dan itu adalah pendapat terpilih, oleh karena [di mana-pun] tempat dibacakan Al-Qur'an maka itu adalah tempat berkah dan turunnya rahmat, dan itulah tujuan yang ingin dimaksud bagi mayit.
وقال الرافعي وتبعه النووي: عود المنفعة إلى المستأجر شرط في الإجارة فيجب عود المنفعة في هذه الإجارة إلى المستأجر أو ميته، لكن المستأجر لا ينتفع بأن يقرأ الغير له، ومشهور أن الميت لا يلحقه ثواب القراءة المجرّدة فالوجه تنزيل الاستئجار على صورة انتفاع الميت بالقراءة أقرب إجابة وأكثر بركة،
Ar-Rafi'i berkata, yang juga diikuti oleh an-Nawawi; kembalinya manfaat kepada orang yang menyewa adalah syarat dalam ijarah (sewa menyewa), maka wajiblah [dengan demikian] bahwa manfaat itu kembali kepada yang menyewa atau kepada mayitnya, tetapi seorang yang menyewa tidak mengambil manfaat jika orang yang disewa membaca bagi mayitnya [orang yang menyewa], dan telah popular pendapat bahwa mayit tidak mendapatkan pahala bacaan yang tidak diniatkan baginya (al- qira'ah al-mujarradah), maka segi [sampainya manfaat bagi mayit] dengan memposisikan isti'jar (sewa) di atas bentuk [tujuan] memberi manfaat bagi mayit dengan bacaan tersebut itu lebih dekat untuk diterima dan lebih banyak pada keberkahannya".
وقال في كتاب «الوصية»: الذي يعتاد من قراءة القرءان على رأس القبر قد ذكرنا في باب الإجارة طريقين في عود فائدتها إلى الميت، وعن القاضي أبي الطيب طريق ثالث وهو أن الميت كالحي الحاضر فيرجى له الرحمة ووصول البركة إذا أهدى الثواب إلى القارئ، وعبارة الروضة إذا أوصل الثواب إلى القارئ. انتهى.
Berkata dalam kitab al-Washiyyah; "[Prihal] apa yang telah menjadi kebiasaan dalam membaca Al-Qur'an di atas kubur telah kami sebutkan dalam bab al- ijarah (sewa menyewa) tentang [adanya] dua jalan terkait kembalinya manfaat bagi mayit, dan dari al-Qadli Abu ath-Thayyib terdapat jalan ke tiga, yaitu bahwa seorang mayit itu seperti orang yang hidup, maka diharapkan baginya [ada] rahmat Allah dan sampainya keberkahan jika dihadiahkan pahala bacaan [Al-Qur'an] kepada si-pembaca. Di dalam kitab ar-Raudlah diungkapkan dengan; "Jika disampaikan pahala bacaan [Al-Qur'an] kepada si-pembaca". [Demikian tulisan al- Hafizh az-Zabidi].
وقال عبد الكريم الشالوسي: القارئ إن نوى بقراءته أن يكون ثوابها للميت لم يلحقه إذ جعل ذلك قبل حصوله وتلاوته عبادة البدن فلا تقع عن الغير، وإن قرأ ثم جعل ما حصل من الثواب للميت ينفعه إذ قد جعل من الأجر لغيره والميت يؤجر بدعاء الغير
Abdul Karim asy-Syalusyi berkata: "Seorang pembaca [Al-Qur'an] jika berniat dengan bacaannya sebagai pahala bagi mayit maka itu tidak akan mendapati si-mayit, oleh karena si-pembaca berniat dari awal [sebelum ia membaca Al-Qur'an), dan membaca Al-Qur'an itu adalah ibadah badan ('badah badaniyyah) yang tidak bisa terjadi dari orang lain [bagi orang lain], tetapi jika si-pembaca [Al-Qur'an] telah selesai membacanya kemudian ia menjadikan apa yang telah ia hasilkan dari pahala bagi mayit maka itu dapat bermanfaat baginya, karena demikian itu menjadikan apa yang telah diraih [dari pahala, upah, atau balasan] bagi orang lain, dan sesungguhnya si-mayit diberi pahala dengan doa orang lain".
وقال القرطبي: وقد استدل بعض علمائنا على قراءة القرءان على القبر بحديث العسيب الرطب الذي شقه النبي ﷺ باثنين ثم غرس على قبر نصفًا وعلى قبر نصفًا وقال: «لعله يخفف عنهما ما لم ييبسا» رواه الشيخان، قال: ويستفاد من هذا غرسُ الأشجار وقراءة القرءان على القبور، وإذا خفف عنهم بالأشجار فكيف بقراءة الرجل المؤمن القرءان،
Al-Qurthubi berkata: "Sebagian ulama kita mengambil dalil atas membaca Al-Qur'an di atas kubur dengan Hadits pepepah basah yang di belah dia bagian oleh Rasulullah, lalu Rasulullah menanamkannya di atas satu kuburan, dan sebagian lainnya di atas kuburan yang lain, kemudian ia bersabda: "Semoga diringankan siksa dari keduanya selama pelepah ini belum kering". Hadits ini diriwayatkan oleh al- Bukhari dan Muslim. Lalu ia (al-Qurthubi) berkata: "Diambil pelajaran dari Hadits ini adanya anjuran menanam pohon dan membaca Al-Qur'an di atas kubur. Dan jika siksa ahli kubur bisa diringankan dengan (tasbih) pohon, maka tentunya bacaan Al-Qur'an seorang mukmin (lebih bisa meringankan)".
وقال النووي: استحب العلماء قراءة القرءان عند القبر واستأنسوا لذلك بحديث الجريدتين وقالوا: إذا وصل النفع إلى الميت بتسبيحهما حال رطوبتهما فانتفاع الميت بقراءة القرءان عند قبره أولى، فإن قراءة القرءان من إنسان أعظم وأنفع من التسبيح من عود، وقد نفع القرءان بعض من حصل له ضرر في حال الحياة فالميت كذلك،
An-Nawawi berkata: "Para ulama mengatakan sunnah hukumnya membaca Al-Qur'an di atas kuburan berdasarkan pada Hadits ini, karena jika bisa diharapkan keringanan siksa kubur dari tasbih-nya pelepah kurma apalagi dari bacaan Al-Qur'an, sudah barang tentu bacaan Al-Qur'an dari seorang manusia itu lebih agung dan lebih bermanfaat bagi mayit daripada tasbih-nya pohon semata, jika telah terbukti bahwa Al-Qur'an memberikan manfaat bagi sebagian orang [yang masih hidup] yang ditimpa bahaya dalam hidupnya, maka demikian pula bagi mayit".
قال ابن الرفعة: الذي دلّ عليه الخبر بالاستنباط أن بعض القرءان إذا قُصد به نفع الميت وتخفيف ما هو فيه نفعه، إذ ثبت أن الفاتحة لما قص بها القارئ نفع الملدوغ نفعته، وأقرّ النبي ﷺ ذلك بقوله: «وما يدريك أنها رقية»، وإذا نفعت الحي بالقصد كان نفع الميت بها أولى؛ لأن الميت يقع عنه من العبادات بغير إذنه ما لا يقع من الحي، نعم يبقى النظر في أن ما عدا الفاتحة من القرءان الكريم إذا قرئ وقصد به ذلك هل يلتحق به. انتهى. نعم يلتحق به
Ibnu ar-Rif'ah berkata: "Yang ditunjukan hadist melalui jalan istinbath (penggalian hukum) adalah bahwa sebagian ayat Al-Qur'an apabila yang dimaksudkan (oleh pembacanya) untuk memberi manfaat kepada mayit dan meringankan siksa yang ada padanya maka manfaat itu akan dirasakan oleh mayit. Karena telah tsabit bahwa al-Fatihah ketika dimaksudkan oleh pembacanya untuk mengobati orang yang terkena sengatan binatang berbisa, dia bisa merasakan manfaatnya. Dan Rasulullah telah mengakui kebolehan itu dengan sabdanya: "Dari mana engkau tahu bahwa al-Fatihah itu adalah jampi (ruqyah; untuk kesembuhan)". Dengan demikian jika bagi yang hidup saja bacaan al-Fatihah bermanfaat maka terlebih lagi bagi orang yang telah meninggal (mayit). Oleh karena dapat terhasilkan bagi mayit pahala dari beberapa bentuk amal ibadah yang dilakukan oleh orang lain yang masih hidup tanpa harus adanya izin dari mayit itu sendiri. Benar ada pandangan lain selian bacaan al-Fatihah dari Al-Qur'an apakah juga sampai bagi mayit jika dibaca dengan maksud dan tujuan di atas? Dan pendapat yang benar adalah sampai". Benar, mayit dapat mengambil manfaat dari bacaan Al-Qur'an orang yang masih hidup.
Sumber FB Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Riau : Aqidah Asy'ariyyah wal Maturidiyyah