EFEK MENOLAK BID'AH YANG DIPERSELISIHKAN
Ketika membahas hadis-hadis yang berkaitan dengan bid'ah maka para ulama memahami bahwa bid'ah adalah
الاختراع على غير مثال سابق
perkara baru (baik dalam agama maupun dunia) yang belum ada di zaman Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam
Berkata Izzudin bin Abdissalaam rahimahullah :
فعل ما لم يعهد في عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم
(bid'ah adalah) perbuatan yang belum ada (dikenal) di zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
Dalam hal dunia tidak ada perbedaan di kalangan para ulama akan kebolehannya namun dalam perkara agama para ulama membuatkan dhawabit (standar) karena dengan berjalannya waktu akan ada perkara baru yang muncul dan hal itu tak dapat dihindari sehingga para ulama dibutuhkan perannya dalam menghukumi
Diantara perkara baru yang membutuhkan ijtihad para ulama adalah menentukan waktu puasa dan berbuka bagi umat islam yang tinggal di negeri yang sangat panjang waktu siangnya. Jika mengikuti hukum asal yakni puasa dimulai dari terbit fajar shadiq hingga terbenam matahari maka mereka yanh ditinggal di negeri tersebut akan sangat kesulitan dalam beberapa hal
Dhawabit-dhawabit yang dibuatkan oleh para ulama sangat mudah kita dapati di kitab-kitab mereka antara lain :
طريقة في الدين مخترعة تضاهي الشرعية، يقصَد بالسلوك عليها المبالغة في التعبد لله سبحانه
“Sebuah cara beragama yang diada-adakan, menandingi syariat, dilakukan dengan maksud berlebih-lebihan dalam ibadah kepada Allah Subhanahu wata'ala” (As Syathibi-Al-I'tisham)
ما أحدث وليس له أصل في الشرع
perkara baru yang tidak ada dasarnya dalam syara` (Ibnu Hajar-Fathul Bari)
ما أحدِث مما لا أصل له في الشريعة يدلّ عليه
Segala sesuatu yang tidak memiliki landasan dalil dari syari’at (Ibnu Rajab-Jami'ul ulum walhikam)
Berdasarkan dhawabit di atas para ulama sepakat bahwa segala perkara baru atau yang diada-adakan dalam agama yang bertentangan dengan syari'at maka masuk kedalam bid'ah yang tercela. Namun jika tidak bertentangan dengan syari'at maka bukan termasuk bid'ah yang dholalah
Yang perlu dipahami oleh kita yang awam ini adalah dari pemaparan para ulama di atas ditemukan ada perkara baru atau beberapa perkara yang disepakati akan kebid'ahannya dan ada yang tidak disepakati kebid'ahannya dengan kata lain ada yang menghukumi bid'ah adapula yang tidak menghukumi sebagai bid'ah
Jika dalam menghukumi bid'ah akan suatu perkara para ulama bisa saja khilaf maka menuqil perkataan ulama yang mencela bid'ah dholalah kemudian diarahkan kepada bid'ah yang diperselisihkan termasuk sikap yang tidak tepat dan orang-orang seperti itu akan jatuh pada perbuatan membentur-benturkan fatwa
Barangkali perkara yang sering di angkat dan selalu hangat di era sekarang adalah hukum Maulid Nabi dan Tahlilan yang mana para ulama berbeda pendapat apakah masuk dalam bid'ah dholalah atau bukan. Yang jelas tidak ada ijma' yang dinuqil bahwa mereka sepakat akan kebid'ahannya
Namun jika kita memperluas bacaan maka akan kita temukan tidak sedikit perkara dalam agama yang diperselisihkan kebid'ahannya oleh para ulama
Sebut saja melafalkan niat yang mana ia disunnahkan menurut syafi'iyyah, Hanafiyyah dan Hanabilah sedangkan menurut Ibnu Taimiyyah adalah bid'ah
Mendawamkan shalat dhuha yang menurut jumhur sahabat adalah sunnah sedangkan menurut Ibnu Umar adalah bid'ah
Menjaharkan basmalah yang menurut masdzhab Syafi'i sunnah sedangkan menurut Ibrahim An Nakha'i sebagai bid'ah
Qunut subuh yang menurut Malikiyyah dan Syafi'iyyah sebagai sunnah namun menurut riwayat dari Malik al Asyja'i adalah bid'ah
Qunut witir yang menurut Hanafiyyah, Malikiyyah, syafiiyyah dan Hanabilah adalah sunnah sedangkan menurut Thowus adalah bid'ah dan masih banyak lagi contoh-contoh amalan yang diperselisihkan kebid'ahannya oleh para ulama
Di dalam kitab Mafhumul Bid'ah karya Syaikh Abdul Ilah disebutkan bahwa efek dari menolak bid'ah yang diperselisihkan oleh ulama akan mendatangkan sebuah lawazim bahwa tidak ada ulama yang selamat dari bid'ah baik ulama salaf maupun ulama kontemporer
Beliau melanjutkan dengan menyebutkan beberapa bid'ah yang diperselisihkan oleh ulama-ulama kontemporer dengan menyertakan lawazimnya ketika menolak khilafiyyah dalam bid'ah
Sedekap setelah i'tidal adalah sunnah menurut Syaikh Bin Baz sedangkan menurut Syaikh Albani adalah bid'ah. Maka barangsiapa yang mengambil pendapat syaikh Albani lazim baginya untuk membid'ahkan Syaikh Bin Baz (contoh yang lain ada di gambar)
Oleh karena itu dalam hal bid'ah para ulama membuatkan dhawabit sebagaimana yang sudah dipaparkan dan bukan sekedar menyimpulkan "kalau tidak dilakukan oleh Nabi dan para salaf maka bid'ah"
Kaedah ini sangat sulit diterapkan dalam banyak hal
Mengapa demikian ?
Karena jika diterapkan maka banyak perkara-perkara baru dalam agama tidak jadi dilakukan hanya karena Nabi dan para Salaf tidak melakukan
Mau memberikan titik, harakat dan waqaf di dalam Al Qur'an, akhirnya gak jadi karena Nabi dan para sahabat tidak melakukan
Mau mengadakan lomba tahfidzul Qur'an malah gak jadi karena Nabi dan para salaf tidak pernah melakukan
Mau mengumpulkan hadis dengan sanad-sanadnya dalam satu buku malah gak jadi karena Nabi dan para sahabat tidak melakukan bahkan pernah dilarang periwayatan hadis di era khilafaurrasyidin
Memang benar bahwa apa yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi dan para sahabat bisa menjadi dalil sebagaimana penolakan Abu Bakar Radhiyallahu 'anhu dalam pengumpulan Qur'an karena belum pernah dilakukan oleh Rasulullaah shallallahu 'alaihi wasallam yang pada akhirnya beliau setuju namun dalil tersebut tidak mereka sepakati
Oleh karena itu para ulama dengan keluasan ilmunya mereka mendatangkan berbagai disiplin ilmu agar ummat selanjutnya bisa mempelajarinya dengan tetap berada di rel-rel sesuai arahan para ulama
Para ulama mendatangkan ilmu Ushul Fiqih sehingga umat selanjutnya bisa mengukur kemampuannya dalam beristimbat bukan sekedar menuqil Al Qur'an dan As Sunnah
Mereka mendatangkan ilmu mushtalah hadis sehingga ummat selanjutnya dengan mudah dan benar menghukumi suatu hadis bukan sekedar klaim shahih, dha'if atau mungkar
Mereka mendatangkan ilmu tajwid agar mudah bagi ummat selanjutnya untuk mempelajari cara membaca Al-Qur'an dan lain-lain
Maka sudah sepatutnya bagi muqollid untuk inshaf dalam melihat perselisihan pendapat para ulama hingga dalam perkara bid'ah yang diperselisihkan, serta jujur dalam menyampaikan pendapat apakah disepakati atau diperselisihkan. Tidak mengikuti perndapat tertentu bukan berarti wajib diingkari layaknya amar ma'ruf nahi mungkar karena hakikat khilaf adalah saling menghargai dan lapang dada
Sikap muqollid yang menolak bid'ah yang diperselisihkan oleh para ulama akan mendatangkan sikap jumud dan suka memancing keributan di tengah masyarakat
Allahu A'lam
Sumber FB Ustadz : Muhammad Fajri