AKIDAH IBNU ARABI
Di bagian awal kitab Futuhat, Ibnu Arabi menguraikan dasar-dasar akidah yang dianutnya dengan sangat indah (fi muntaha al-jamal). Dan penjelasan itu, seperti ditegaskan oleh Grand Syekh al-Azhar sendiri, senafas dengan ajaran Ahlussunnah waljama'ah. Jika pun di halaman-halaman selanjutnya ditemukan pikiran yang terlihat aneh, dan kurang dimengerti oleh nalar manusia biasa, maka sikap yang bijak ialah tidak buru-buru mendustakannya. Sebelum kita mendengar penjelasan dari para ahlinya.
Kali ini saya hanya ingin memotret secuil saja dari keindahan bahasa Ibnu Arabi itu. Saudara-saudaraku, kata Ibnu Arabi, semoga Allah Swt meridai kalian. Aku, sebagai hamba yang lemah dan butuh kepada Allah setiap saat, penulis kitab ini dan pengarangnya, aku bersaksi atas diriku, setelah aku bersaksi kepada Allah dan malaikat-Nya, dan siapa yang hadir dari kalangan orang beriman, bersaksi dengan ucapan dan keyakinan, bahwa Allah itu adalah Tuhan yang satu dan tidak punya sekutu dalam ketuhanan-Nya.
Ini akidah tauhid yang diamini oleh setiap Muslim. Dengan ini saja, dan bagian akidah selanjutnya yang bersaksi akan kenabian Nabi Muhammad Saw, maka seorang Muslim tidak berhak untuk mengkafirkan Ibnu Arabi. Dia mendikte akidah ketuhanan satu persatu. Dan semuanya sesuai dengan ajaran Ahlussunnah. Kaum sunni misalnya meyakini wahdaniyyah fi al-af'al. Bahwa segala sesuatu itu adalah ciptaan Allah, termasuk perbuatan manusia. Dan Ibnu Arabi juga mengakui itu.
Ia juga meyakini bahwa Tuhan itu adalah sesuatu yang ada dengan diri-Nya sendiri. Tanpa butuh kepada wujud yang lain. Justru segala sesuatu yang lain itulah yang butuh kepada-Nya. Alam itu, lanjut Ibnu Arabi, ada dengan adanya Allah. Maksudnya, eksistensi alam itu tidak akan lepas dari kebergantungan kepada Dzat Allah. Dia bisa ada karena adanya Allah. Tanpa adanya Allah, maka alam tak akan pernah ada. Sementara Allah ada dengan dirinya sendiri. Wujudnya tidak memiliki awal. Juga tidak memiliki akhir.
Dia bukan sesuatu yang bertempat (dan dengan ini tentunya dia berbeda dengan kaum salafi). Juga tidak terikat dengan waktu. Dia bukan jism. Dan karena itu Dia tidak memiliki arah. Dia tidak disertai oleh sesuatu yang hadits. Sebagaimana Dia juga tidak bertempat pada sesuatu yang hadits. Dengan ungkapan "kana wa la syaia ma'ahu" (Allah ada dan tidak ada sesuatu yang bersamanya), maka akidah Ibnu Arabi senafas dengan akidah kaum sunni, dan berbeda dengan akidah para filsuf peripatetik.
Artinya, Ibnu Arabi tak mengakui keazalian alam. Alam itu, baginya, adalah sesuatu yang hadits. Persis seperti yang dirumuskan oleh kaum mutakallimin. Kaum Sunni meyakini tidak ada suatu perbuatan yang wajib bagi Allah (la wujub 'alallah). Ibnu Arabi juga menegaskannya dengan ungkapan "wa la mujiba awjaba dzalika 'alaih". Lagi-lagi dia satu tarikan nafas dengan kaum sunni, yang tidak mewajibkan sesuatu apapun kepada Allah.
Kaum Sunni meyakini kehendak Allah yang bersifat universal, menyentuh segala hal yang mungkin di alam semesta ini. Baik itu yang positif maupun negatif. Dan Ibnu Arabi juga berkeyakinan begitu. Sebab, kata Ibnu Arabi, bagaimana mungkin alam itu tidak dikehendaki, padahal Dia sendiri yang menciptakan alam itu? Dia tidak dipaksa oleh apapun. Dan tidak tunduk pada apapun. Ia juga meyakini sifat kehendak itu sebagai sifat yang azali. Begitupun dengan sifat-sifat yang lain. Allah adalah Tuhan yang dekat. Maha mendengar dan maha melihat.
Walhasil, akidah ketuhanan yang dianut oleh Ibnu Arabi adalah akidah ketuhanan lurus yang dianut oleh semua umat Muslim. Begitupun akidahnya seputar kenabian. Ia meyakini bahwa Nabi Muhammad Saw itu diutus untuk semua manusia. Dan nabi pun diyakini telah menyampaikan risalah Tuhannya. Lebih tegas lagi ia menyatakan: "dan aku beriman dengan semua yang disampaikannya, baik yang aku tahu maupun yang tidak aku ketahui."
Dengan begitu, maka Ibnu Arabi juga percaya dengan semua ghaibiyyat, seperti sorga, neraka, hari kebangkitan, hisab dan lain-lain. Karena semua itu telah disampaikan oleh seorang nabi yang jujur. "Aku beriman kepada semua ini dengan keimanan yang tidak ada keraguan sedikitpun", tegas Ibnu Arabi. Ia juga mengimani azab kubur, haudh nabi, timbangan amal dan lain-lain. Yang tidak kalah penting, ia juga mengimani bahwa yang hidup di sorga itu akan abadi di sorga. Dan yang disiksa di neraka akan abadi di neraka. "Semua yang disampaikan oleh rasul itu adalah benar", tegas Ibnu Arabi.
Setelah menyampaikan semua akidah dasar itu, barulah setelah itu Ibnu Arabi menumpahkan semua pengetahuan dan pengalaman spiritualnya dalam ribuan lembar. Di halaman-halaman selanjutnya ialah menyampaikan akidahnya orang-orang khusus, yang merupakan pendalaman dari akidah yang telah disebutkan tadi. Tidak semua yang dipaparkan oleh Ibnu Arabi saya pahami dengan baik. Jika ada pandangan beliau yang musykil, maka saya lebih memilih penjelasan ulama yang memahaminya. Bukan yang mengkafirkan dan menyesatkannya.
Di beberapa halaman ia mengkritik akidahnya kaum Asy'ari dalam beberapa persoalan. Tapi, sebagai sosok yang memiliki kedudukan besar, Ibnu Arabi adalah Ibnu Arabi dengan ijtihadnya sendiri. Dengan dua kesaksian itu saja, bagi saya, sudah jelas bahwa Ibnu Arabi adalah seorang Muslim yang tidak boleh dikafirkan. Pandangan-pandangan yang dinisbatkan kepadanya berada di antara sekian banyak kemungkinan. Bisa jadi itu pandangan yang disisipkan (madsus), bisa jadi disalahpahami, bisa jadi maksud dia berbeda dengan apa yang kita pahami. Bisa jadi ini, bisa jadi itu.
Kenapa kita harus membuka kemungkinan-kemungkinan itu? Karena sosok yang ada di hadapan kita adalah sosok besar yang diagungkan oleh para sufi. Bukan ustad yang baru terlahir kemarin. Kesaksian para pakar tasawuf, dan pengagungan para sufi terhadap dirinya, mengharuskan kita untuk menyikapinya secara berbeda. Serahkan setiap ilmu kepada ahlinya. Dengarkan penjelasan tasawuf dari ahli tasawuf. Simak penjelasan akidah sufi dari sufi yang paham akidah. Bukan ulama akidah yang tidak ahli dalam tasawuf. Agar kita bisa berlaku adil. Dan tidak menzalimi orang karena ketidaktahuan diri kita sendiri.
Baca juga kajian tentang Ibnu Arabi berikut :
- Perkataan Ibnu Arabi
- Akidah Ibnu Arabi
- Para Pembela Ibnu Arabi
- Ibnu Arabi Di Mata Syekh Ali Jum'ah
- Pengkritik Ibnu Arabi Bukan Ahli Tasawuf
- Fatwa Ulama Terhadap Ibnu Arabi Bagian II
- Ulama Yang Memuji Ibnu Arabi
- Antara Ibnu Arabi, Ibnul Arabi dan Ibnu Farabi
- Fatwa Para Ulama Terhadap Ibnu Arabi
- Ibn Arobi dan Ibn Taimiyah
- Perbedaan Pendapat tentang Ibnu Araby
- Mulai Mempelajari Pemikiran Irfani Ibnu Arabi
Sumber FB Ustadz : Muhammad Nuruddin