MENAKAR KEILMIAHAN AST
Ustad AST dalam postingan terbarunya memposisikan orang yang tidak setuju dengan pendapatnya sebagai orang yang menghakimi dalil ilmiah dengan perasaan dan ketokohan. Padahal kita sudah menyampaikan dalil (walau belum semuanya). Saya tidak tahu apakah orang yang dimaksud itu saya atau bukan. Tapi, dari konteks pembicaraannya, tampak terlihat bahwa tanggapan itu diarahkan kepada tanggapan yang saya tulis. Di sana menyarankan agar AST tidak gegabah dalam membatalkan sebuah akidah. Apalagi itu akidahnya para wali.
Bukan berarti kita bersikap fanatik ataupun ingin membantah argumen dengan perasaan, seperti yang AST tuduhkan. Tapi karena kita tahu bahwa para sufi yang merumuskan akidah Nur Muhammad itu juga bersandar pada dalil. Dan dalil itu, dalam hemat kami, layak untuk dipertimbangkan. AST mungkin mengira bahwa akidah terkait Nur Muhammad itu hanya didasarkan pada hadits-hadits yang dikatakan palsu saja. Karena itu, manakala dia berhasil membuktikan kelemahannya/kepalsuannya, maka akidah itupun dia katakan batil dan wajib untuk kita hindari. Itu klaim yang dia sebutkan.
Karena AST mengklaim bantahannya atas akidah Nur Muhammad sebagai bantahan ilmiah, lalu menuduh lawan bicaranya mengandalkan ketokohan dan perasaan, maka sekarang mari kita uji sejauh mana keilmiahan dalil yang AST lampirkan itu. Saya tidak akan mengomentari haditsnya. Tapi ingin menyoroti metode yang dia gunakan dalam menarik kesimpulan itu.
Pertama AST perlu mengingat sebuah kaidah yang menyebutkan bahwa buthlan al-dalil la yastalzim buthlan al-madlul (kebatilan sebuah dalil itu tidak berkonsekuensi pada kebatilan apa yang ditunjuknya/konklusinya). Ini kaidah yang diketahui oleh siapapun yang belajar Ilmu Adab al-Bahts wa al-Munazharah.
Dengan merujuk pada kaidah ini, maka batilnya hadits yang berbicara tentang Nur Muhammad tidak serta merta membatilkan akidah Nur Muhammad itu sendiri. Sebab, akidah itu bisa jadi terkukuhkan oleh dalil yang lain (tsabit bi dalil akhar). Apalagi sejak awal para ulama tidak membatasi sumber akidah itu pada hadits.
Walhasil, dengan merujuk pada hadits-hadits palsu, Anda jangan merasa bisa membatalkan akidah Nur Muhammad itu secara mutlak. Karena kaidah ilmiah sendiri yang menyebutkan bahwa batilnya sebuah dalil itu tidak secara otomatis membatalkan madlul-nya. Karena madlul itu boleh jadi dikukuhkan oleh dalil yang lain. Kecuali kalau dalil lain itu terbukti tidak ada, dan madlul tersebut hanya didasarkan pada dalil itu saja.
Masalahnya, seperti yang sudah saya tulis, dari literatur yang saya baca, dan ceramah beberapa tokoh sufi yang saya simak, sandaran kaum sufi dalam menetapkan adanya Nur Muhammad itu bukan hanya hadits (yang dikatakan lemah itu), tapi isyarat-isyarat yang mereka tangkap dari sejumlah ayat al-Quran (saya akan tuliskan ini secara terpisah, meskipun satu-dua ayat sudah saya singgung di tulisan yang lalu).
Persoalan lainnya, AST membatalkan akidah Nur Muhammad dengan merujuk pada konsepsi yang salah tentang bangunan akidah itu. Di antaranya ialah pandangan yang menyebut Nur Muhammad itu qadim. Dulu pernah ada kiai Indonesia yang juga berpandangan serupa. Dan saya bantah pandangan itu dalam satu tulisan secara utuh dengan judul “Nur Muhammad: Makhluk atau Bukan Makhluk”. Di sana kami menolak pandangan itu.
Alhasil, kita sepakat bahwa rumusan semacam itu tertolak. Tapi adanya rumusan yang salah tentang sebuah akidah tidak bisa dijadikan alasan untuk membatalkan akidah itu secara mutlak. Karena akidah itu boleh jadi dirumuskan dengan formula yang lain. Kami meyakini, bahwa Nur Muhammad itu adalah entitas non-materil yang Allah ciptakan sebagai makhluk pertama. Dialah yang menjadi perantara bagi keberwujudan semua makhluk.
Dia tergolong mumkin, hadits, dan bergantung wujudnya kepada dzat Allah. Dia tidak keluar dari dzat Allah layaknya cahaya yang keluar dari lampu. Dia diciptakan dari ketiadaan. Dan kami meyakini bahwa itulah makhluk pertama yang Allah ciptakan itu. Inilah akidah Nur Muhammad yang kami terima dari guru kami. Adakah rumusan akidah semacam ini yang bertentangan dengan ajaran Ahlussunnah? Tidak ada. Kalau ada, tolong tunjukkan di mana letak salahnya.
Cara AST dalam membatilkan akidah Nur Muhammad, dengan merujuk pada konsepsi yang salah, itu jelas tidak ilmiah. Di mana-mana kalau kita ingin melayangkan kritik atas sebuah pendapat, maka kita perlu merujuk pada pendapat ahlinya. Kalau saya ingin mengkritik pandangan ahli fikih, ya saya harus merujuk pada perkataan fuqaha. Mau bicara nasab, ya rujuklah penjelasan para ahli nasab. Ingin bicara logika, rujuk kalam para logikawan.
Ketentuan serupa seharusnya kita berlakukan ketika membincang kalam para sufi. Rujuklah penjelasan orang-orang yang ahli dalam bidang itu. Simak penjelasan para masyayikh yang sanad keilmuannya jelas. Teliti apa yang mereka sampaikan. Bukan merujuk pada konsepsi-konsepsi yang salah lalu dengan membatilkan akidah itu seenaknya saja.
Di luar sana ada segudang dongeng khurafat seputar karamah para wali. Tapi apakah adanya dongeng seputar khurafat karamah para wali itu bisa dijadikan alasan untuk membatalkan karamah itu sendiri? Ya jelas nggak dong. Karamah itu ada. Bahwa ada cerita yang palsu, dan khurafat2 yang tidak berdasar, ya tinggal tolak yang salahnya aja. Tapi jangan diingkari karamahnya.
Kita juga menjumpai hadits-hadits palsu seputar kelahiran Nabi. Tapi apakah hanya karena adanya hadits palsu seputar kelahiran nabi maka secara otomatis kelahiran nabi itu kita ingkari? Ya jelas nggak lah. Kesalahpahaman orang tentang akidah tertentu itu satu hal. Sahih atau tidaknya suatu akidah itu hal yang lain lagi.
Saya sepakat dengan AST bahwa dalam ranah kajian ilmiah kita perlu bicara tentang dalil, bukan perasaan. Tapi sayangnya dalil yang AST kemukakan sendiri tidak cukup untuk meruntuhkan akidah Nur Muhammad. Dia hanya memaparkan bukti terkait sejumlah hadits yang dikatakan palsu. Padahal hadits itu sendiri bukan satu-satunya sandaran. Kalau berhasil menghancurkan kaca pintu kan nggak berarti berhasil meruntuhkan bangunan?
Jika benar AST jujur ingin mengkaji akidah Nur Muhammad secara ilmiah, maka dia perlu mempertimbangkan kembali metode semacam itu. Jangan dikira bahwa para ulama yang menetapkan adanya Nur Muhammad itu hanya mendasarkan keyakinannya pada perasaan dan khayalan belaka. Mereka juga punya dalil. Dan dalil-dalil mereka, juga pendapat para ulama seputar Nur Muhammad, insya Allah akan kita tampilkan dalam tulisan selanjutnya. Demikian.
Di tulisan selanjutnya saya akan memaparkan teks para ulama yang secara sarih menyebut (ruh) nabi itu sebagai makhluk pertama. Bukan hanya sebatas "cahaya" (nur) saja. Yang mau bilang mereka menganut akidah batil ya monggo. Mereka adalah para ulama sunni, yang sudah mempelajari al-Quran, hadits, dan metode istidlal, jauh sebelum kita lahir ke alam dunia. Membatilkan akidah mereka akan menyisakan sebuah pertanyaan besar. Sebetulnya kita yang lebih paham, ataukah mereka yang benar-benar tersesat dan nggak tahu dalil?
Baca juga kajian tentang Nur Muhammad Berikut:
Yang Pro tentang Nur Muhammad :
- Mengakui Kenabian Ruhani
- Hadits Jabir dan Akidah Muhaqqiqin
- Mereka Merujuk Pada Konsep Akidah Yang Salah
- Pengakuan Syekh Ali dan Imam Al-Bushiri
- Nur Nabi Muhammad
- Nur Muhammad Dalam Pengakuan Para Ulama Sunni
- Menakar Keilmiahan AST
- Haditsnya Palsu, Tapi Maknanya Boleh Jadi Benar
- Pengakuan Mawlana Al-Ghumar
- Berhati-hatilah Dalam Menyalahkan Pendapat Para Ulama
Yang Kontra tentang Nur Muhammad :
- Sumber Ajaran Nur Muhammad
- Ajaran Nur Muhammad Dari Mana Asalnya?
- Kitab Yang Membantah Konsep Akidah Nur Muhammad
- Yang Akan Segera Dituduh Wahabi
- Pilih Pendapat Yang Mana?
- Ragam Pendapat Tentang Nur Muhammad
- Intermezo Sejenak Bahasan Nur Muhammad
- Hadits-Hadits Tentang Nur Muhammad
- Benarkah Nur Muhammad Dihukumi Qadim Karena Berasal Dari Allah?
- Makna Qadim Untuk Nur Muhammad
Sumber FB Ustadz : Muhammad Nuruddin