• Kiai Imaduddin Utsman, alih-alih memberi dalil “syarat kitab sezaman” malah memberi tutorial sholat Istikhoroh ( jawaban untuk tulisan bantahan Kiai Imad )
Setelah sekian purnama, gara-gara tulisan saya yang menggugat syarat kitab sezaman ciptaan beliau itu, akhirnya Kiai Imad “keluar” juga dari sarangnya, sayangnya tulisan bantahan beliau berjudul :
“ MENANGGAPI LORA ISMA’IL: ISTIKHARAHLAH, AGAR MENGETAHUI APAKAH BA’ALWI CUCU NABI MUHAMMAD SAW ATAU BUKAN “
( https://www.nahdlatul-ulum.com/menanggapi-lora-ismail-istikharahlah-agar-mengetahui-apakah-baalwi-cucu-nabi-muhammad-saw-atau-bukan/ )
Malah semakin membuktikan bahwa syarat kitab sezaman yang ia gembar-gemborkan selama ini hanya dibangun diatas sebuah asumsi dan ilusi belaka
Pertanyaan terpenting yang masih belum bisa dijawab oleh beliau sampai detik ini :
“ apakah kitab sezaman adalah syarat mutlak dan satu-satunya untuk mengkonfirmasi kebenaran suatu nasab ? Adakah ulama pakar nasab di dunia ini yang mewajibkan syarat seperti itu untuk mengitsbat atau menganulir sebuah nasab ? “
Kiai Imad hanya menuliskan :
“ ya jelas kitab nasab sezaman atau yang mendekatinya adalah sarat mutlak untuk mengkonfirmasi sebuah nasab, jika tidak, maka nasab itu adalah nasab sangkuriang binti Dewi Sumbi “
Beliau lalu mengutip 2 ibarot dari kitab nasab :
⁃ pertama : ibarot dalam kitab Al-Muqoddimat fi ilmil ansab karya Syaikh Khalil Ibrahim yang jelas-jelas sudah mementahkan pemahaman Kiai Imad dan mengitsbat nasab Ba’alawi ( Kiai Imad tetap berdalil dengan ibarot dalam kitabnya seakan-akan menggurui si mushonnif terkait cara memahami kitabnya sendiri 😅😁 )
شروط اعتماد الرقعة
1. أن لا تكون مخالفة للأصول
Hanya potongan ibarot ini saja yang dinukil Kiai Imad, padahal ibarot lengkapnya adalah seperti berikut :
ثبوت النسب
النسب يثبت بأربع طرق هي:
1 - الرقعة (أي المكتوب) وشرط المكتوب أن يكون قطعي الدلالة صحيحا. فليس كل ما يكتب صحيحا وليس كل ما يكتب يراد منه المقصود فالنسب يثبت إذا وجد في رقعة أو كتاب بشرط أن يكون هذا المكتوب قطعي الدلالة على المقصود وليس من المؤتلف [أي متشابه الأسماء ]
شروط اعتماد الرقعة
1. أن لا تكون مخالفة للأصول
⁃ kedua : ibarot dalam kitab Rasail Fi Ilmil Ansab karya Sayyid Husain Haidar Al-Hasyimi. Kiai Imad menuliskan :
( “ Sayyid Al Husan bin Haidar al hasyimi dalam kitab Rasa’il fi ‘ilmil Ansab mengatakan:
الطريق الثاني كتب النسابين الابدال
“Cara yang kedua (menetapkan nasab adalah dengan) kitab-kitab para ahli nasab yang abdal” (Rasa’il h. 103)
Siapa yang dimaksud dengan kalimat “al-abdal”?
Perhatikan ibarah Sayyid al Husain di halaman lain:
الابدال هم الذين يخلفون بعضهم بعضا على هذا العلم
“Al-abdal adalah mereka yang saling
bergenerasi menggantikan sebagian mereka kepada yang lain” (Rasa’il h. 193) “ )
Dan disitu saya kembali dibuat geleng-geleng dan berdecak ( tidak kagum ) oleh Kiai Imad :
“ kok bisa Kiai sekelas anggota LBM PBNU pemahaman ibarotnya cuma sekelas itu ? “
Coba njenengan perhatikan, Dalam 2 kitab diatas, baik Syaikh Kholil Ibrahim dan Sayyid Husain Haidar sama sekali tidak mengatakan bahwa kitab nasab ( plus syarat sezaman ciptaan Kiai Imad ) adalah syarat mutlak dan satu-satunya dalam mengitsbat suatu nasab, dalam kitab-kitab itu hanya dijelaskan bahwa kitab nasab adalah salah satu cara ( thuruq) dalam mengkonfirmasi sebuah nasab ( catat ya “Thuruq/طُرُق” bukan “Syurut”/شروط ) jadi andaikan satu cara itu tidak bisa digunakan, masih ada banyak cara Itsbat lain yang para ulama pakar nasab sebutkan termasuk Assyuhroh wal istifadhoh, Syahadah, pengakuan suatu kabilah dan cara-cara lainnya
Jadi dari sini kita bisa memahami, kekeliruan memahami “thuruq” sebagai “syurut” ( mutlak & satu-satunya ) itu yang membuat Kiai Imad selama ini mempunyai kesimpulan yang jauh berbeda bahkan dari para penulis kitab yang beliau jadikan rujukan sendiri
Ada 5 cara Itsbat nasab yang disebutkan oleh Sayyid Husain Haidar Al-Hasyimi, penulis kitab “Rasail fi Ilmil Ansab” yang dijadikan hujjah oleh Kiai Imad terkait syarat kitab sezaman itu :
١. استفاضة النسب و شهرته
٢. كتب النسابين الأبدال
٣. قيام البينة الشرعية
٤. أن تعترف القبيلة و تقر لفرد أو جماعة بصدق النسب و صحته
٥. أن يعترف رجل و يقرّ أن فلانا يكون إبنه
Diantara 5 itu, sama sekali tidak ada cara bangun malam untuk sholat istikhoroh seperti yang diperintahkan oleh Kiai Imad ( ini bahas nasab bukan cari jodoh 😆 )
Uniknya, di bab yang sama Sayyid Husain Haidar juga membahas cara Istbat Nasab Via DNA yang selama ini juga digembar-gemborkan Kiai Imad untuk menganulir nasab Ba’alawi. Beliau menuliskan :
طريق أقرها البيولوجيون
أقرّ البيولوجيون الطرائق الآنفة ، وزادوا عليها التحاليل المخبرية الجينية ، وتبعهم في ذلك النسابون ، والذي يعتد به قطعاً بلا خلاف إنما هي تلك التحاليل المخبرية التي تثبت أن فلاناً ينتسب إلى أبيه القريب أو إلى أجداده القريبين . وأما تلك التي يكون مردها للأنساب البعيدة الموغلة في القدم ، فلا يقطعون بها ، وإنما يستأنسون بها ، نظراً لكون الأبحاث في هذا المجال في بداية طريقها ، فليس هناك قانون منضبط تماما - حتى الآن ـ فيمكن اعتماده .
“ cara yang diakui oleh ahli Biologi : para Ahli Biologi menambahkan Tes DNA sebagai cara untuk mengkonfirmasi sebuah nasab dan diikuti oleh para ahli nasab, akan tetapi cara ini ( secara pasti tanpa ada khilaf ) hanya bisa mengkonfirmasi bahwa seseorang bernasab kepada ayahnya atau kakek-kakek terdekatnya. adapun yang berkaitan dengan nasab-nasab jauh yang lebih dalam dan mengakar maka cara ini tidak bisa memastikan, memandang riset dalam hal ini masih di permulaan jalan, karena itu tidak ada teori pasti - sampai detik ini - yang bisa dijadikan acuan “ ( Rasail fi ilmil ansab hal 107 )
Tentunya bagian ini tak akan pernah Kiai Imad “bacakan” ke publik sampai kapanpun, karena selama ini tes DNA adalah “syarat” andalan beliau untuk menganulir nasab Ba’alawi selain sumber kitab sezaman.
Syarat kitab sezaman memang “sepenting itu” bagi tesis Kiai Imad, kalian yang pernah membaca tesis beliau ( baik yang bahasa Indonesia atau bahasa Arab ) pasti akan tau bahwa hampir 80 % isi tesis beliau hanya terpaku kepada pembahasan ini, jadi jika “syarat” ini rungkad karena jelas tak ada dalil dan dasarnya, maka runtuhlah semua argumen-argumen yang beliau bangun selama ini. Sementara ini saya menyimpulkan bahwa syarat itu sama sekali tidak ada dalam kitab nasab manapun, Kiai Imad hanya terinspirasi dari 2 ulama wahhabi rujukannya ( yang bukan pakar nasab ) yaitu Murad Syukri dan Muqbil Al-Wadi’i, Yai Abdul Wahab Ahmad juga pernah menyatakan bahwa pola pikir Kiai Imad itu persis dengan teori tokoh Orientalis Joseph Schacht :
“ Alasan ketiadaan kitab sezaman untuk membatalkan nasab Sadah Ba'alawi itu sama persis dengan alasan orientalis seperti Schacht yang menolak seluruh hadis dengan alasan tidak ada manuskrip sezaman. Kalau Schacht menuduh perawi tsiqah hanya melakukan Projecting Back (memproyeksikan ke belakang) agar terkesan sanadnya bersambung, maka Imad menuduh para tokoh Ba'alawi tsiqah hanya melakukan Projecting Back hingga terkesan nasabnya bersambung. Nalarnya sama persis dan pengikut fanatiknya sama-sama menelannya mentah-mentah “
Dalam tulisan bantahannya Kiai Imad juga tidak berkenan jika pendukungnya saya katakan sebagai “Muhibbin”, beliau menuliskan :
“ kalimat “muhibbin” itu konotasinya negative yaitu orang yang berkecenderungan terhadap sesuatu bukan karena dalil tetapi karena suka atau tidak suka, sedangkan yang setuju dengan tesis saya itu kebanyakan adalah orang-orang yang mengikuti karena dalil bukan karena suka atau tidak suka “
Oleh karena itu, jika memang benar kata beliau bahwa pendukungnya adalah para pembaca yang memprioritaskan dalil, bukan karena benci atau suka, maka saya sangat berharap para pendukung beliau membaca dengan cermat kitab-kitab rujukan Kiai Imad terkait syarat kitab sezaman berikut ini :
⁃ Al-Muqoddimat fi ilmil Ansab
https://dn790007.ca.archive.org/0/items/olomnasb_ymail_20160904_2343/مقدمات%20في%20علم%20الأنساب.pdf
⁃ Rasail fi ilmil ansab
https://ia902707.us.archive.org/3/items/olomnasb_ymail_20160720/رسائل%20في%20علم%20الأنساب.pdf
⁃ Al-Kafi Al-Muntakhab
https://ia801901.us.archive.org/13/items/20200519_20200519_1531/الكافي%20المنتخب%20في%20علم%20النسب.pdf
Silahkan tunjukkan dalilnya di halaman berapa dan di paragraf mana para ulama pakar nasab itu mewajibkan kitab sezaman sebagai syarat mutlak dan satu-satunya untuk mengitsbat nasab seperti pendapat Kiai Imad, saya beri waktu mulai sekarang sampai datangnya hari kiamat ( من الساعة إلى أن تقوم الساعة )
Di akhir tulisannya, Kiai Imad berpesan kepada saya :
“ Terakhir, jika memang benar yang berkomunikasi itu Syaikh Khalil Ibrahim, Lora ismail bisa mengusulkan kepada RA agar Syaikh Kholil Ibrahim, Syekh Ibrahim bin Mansur dan Syekh Mahdi Roja’I agar menjadi wakil RA dalam berdiskusi dengan saya tentang batalnya nasab Ba’alwi “
Saya katakan ( dan tolong sampaikan nasehat saya ini kepada beliau ) :
“ begini Kiai, andai njenengan memang benar-benar “Alim-Allamah” yang terbukti dan diakui kredibilitasnya dalam ilmu nasab, maka sesama orang Indonesia saya “mungkin” akan bangga ketika njenengan dengan “gagah”-nya menyatakan siap berdebat dengan 3 ulama pakar nasab internasional itu, saya tentu juga akan dengan senang hati merecomendasikan nama njenengan untuk maju ke Ring diskusi nasab tingkat internasional, tapi masalahnya njenengan tidak seperti itu, selain karena ilmu dan pengalaman njenengan dalam dunia nasab masih sangat minim, argumen-argumen njenengan juga banyak bertentangan dengan “Qawaid” para ulama pakar nasab, pemahaman njenengan terkait ibarot-ibarot dalam kitab nasab juga masih blepotan dan berantakan, Membedakan antara “Thuruq” dan “Syurut” aja masih belum bisa gitu kok mau nantangin 3 ulama pakar nasab internasional sekaligus ? bagi saya njenengan tak ubahnya klub sepakbola tarkam yang merasakan euforia sesaat karena baru saja menang turnamen agustusan lantas kemudian dengan pedenya menantang tanding klub-klub juara Liga Champions seperti Liverpool, Real Madrid dan Manchester City. jadi tolong “ngaca dikit” lah, saya nggak mau njenengan nantinya malah buat malu nama Kiai Indonesia di kancah nasab Internasional. Ada satu pepatah Arab yang mengatakan :
“ Qif Inda Haddak, wa illa takun dhiddak “
Jangan melebihi batas dirimu, jika tidak engkau akan menjadi bumerang bagi dirimu sendiri
Sehat-sehat selalu Kiai Imad, selamat berefuoria dan bersenang-senang sejenak, akan datang suatu hari dimana semua asumsi dan ilusi njenengan tak akan berguna lagi, kecuali bagi mereka yang hatinya sudah terselimuti rasa sakit hati, benci, iri dan dengki
Sekali lagi, untuk seterusnya dan untuk kesekian kalinya, kita memang tidak harus berfikiran sama, tapi mari kita sama-sama berfikir
• Ismael Amin Kholil, Surabaya, 13 Agustus, 2024
Sumber FB Ustadz : Muhammad Ismael Al Kholilie