Kesesatan Syaikh Soleh Ibnu Utsaimin Al Wahhabi

KESESATAN SYAIKH SOLEH IBNU UTSAIMIN AL WAHHABI

🔰 KESESATAN SYAIKH SOLEH IBNU UTSAIMIN AL WAHHABI.

Oleh Ustadz : M. Rofiannur Al Hamaamuh, SN, DH.

Note: Kekafiran Syaikh Ibnu Utsaimin Al Wahhabi.

Sebelum menjabarkan kesesatan Syaikh Soleh Ibnu Utsaimin, maka izinkanlah kami memperlihatkan fatwa berikut;

Al Imam Taajuddiin Assubki (W 771 H) berkata:

ورأيته بخط الشيخ تقي الدين ابن الصلاح : إمامان ابتلاهما الله بأصحابهما وهما بريئان منهم ، أحمد بن حنبل ابتلي بالمجسمة ، وجعفر الصادق ابتلي بالرافضة

Artinya: Dan Aku melihat catatan Syaikh Taqiyuddin Ibnu Sollah (W 643 H) ; Dua Imam yang Allah uji dengan orang-orang yang (mengaku) mengikutinya, sedangkan keduanya terlepas dari mereka. Yaitu : Imam Ahmad Bin Hanbal yang diuji dengan adanya pengikut Mujassimah dan juga Imam Ja'far Ash-Shadiq yang diuji dengan adanya Syiah Rafidhah.

[Qaa'idah Fil Jahri Wa Atta'diil: 43]

Madzhab Hanbali bebas dari yang namanya tajsim dan tasybih namun kenyataannya adalah para Mujassimah dan Musyabbihah masuk ke dalam madzhab ini. Oke kita lanjutkan.

Kesesatan para ustadz wahhabi merupakan kesesatan yang tidak ada apa apanya ketimbang kesesatan kesesatan yang dibuat oleh para petinggi wahhabi itu sendiri. Misalnya dibawah ini: Kata Syaikh Soleh Ibnu Utsaimin Al Wahhabi berdasarkan hadist jariyah, menunjukkan bahwa Allah bertempat.

Syaikh Ibnu Utsaimin Al Wahhabi berkata:

وفي حديث الجارية من صفة الله: ﺇثبات المكان لله وﺃنه في السماء

Artinya: Dan didalam hadist Jariyah: Merupakan penetapan tempat kepada Allah dan sesungguhnya Allah diatas langit.

[Majmu' Fatawa Libni Utsaimin: 4/287]

Hebat sekali bukan?! Berdasarkan hadist jariyah menunjukkan bahwa Allah bertempat diatas langit. Lalu kemana tuh yang katanya: Bila Tafsir, Bila Kaif, Bila Tajsim, Bila Tasybih dan bila Tamtsil. Gak dipake?!.

Apakah yang di dikatakan oleh Ibnu Utsaimin Al Wahhabi tadi adalah benar? Jelas tidak !!!. Justru ucapan dia itu menjerumuskan dirinya kepada kekafiran yang sangat amat nyata. Ini bukan kata kata saya. Silahkan cari dikitab kitab wahhabi dan ini sekaligus menjadi bantah kepada Syaikh Ibnu Utsaimin Al Wahhabi.

Syaikh Mahmud Muhammad Khattab Assubki Al Wahhabi (W 1352 H) mengatakan:

والعلماء ) الزائغون عن الحق هم الذين ذمهم الله تعالى بقوله ( فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ ، وَمَا يَعْلَمُ تأْوِيلَهُ إِلا الله ) ( ۷ ) آل عمران . وأي فتنة أفظع من كونهم كفروا بالله تعالى لاعتقادهم أن الله تعالى جالس على العرش أو له مكان أو حل في جهة زعماً منهم أن ظاهر الآيات والأحاديث يدل على ذلك وكفر بسببهم كثير من جهلة العوام ضعفاء العقول

Artinya: Dan ulama yang sesat dari kebenaran adalah mereka yang sudah Allah cela dengan firman-nya: Dialah (Allah) yang menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Nabi Muhammad). Di antara ayat-ayatnya ada yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Kitab (Al-Qur’an) dan yang lain mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya ada kecenderungan pada kesesatan, mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah (kekacauan dan keraguan) dan untuk mencari-cari takwilnya. Padahal, tidak ada yang mengetahui takwilnya, kecuali Allah. [Ali Imran ayat 7]. Maksudnya fitnah yang paling dahsyat adalah sebab keberadaan mereka, mereka telah kafir kepada Allah taala, karena mereka meyakini Allah duduk diatas Arasy atau Allah memiliki tempat atau menghalalkan/membolehkan adanya Allah pada arah karena mereka menyakini bahwasanya dzohir ayat ayat dan hadist hadist (sifat) menunjukkan akan hal tersebut (duduk diatas Arasy, bertempat dan ber-arah). Dan banyak para juhala (orang orang bodoh) dan lemah akalnya telah kafir juga sebab mereka.

[Addiinu Al Khalish: 1/31-32]

Dan dalam kitab Al Jami' Fii Alfadzi Kufri (kumpulan lafadz lafadz kafir) yang ditahqiq oleh Syaikh Doktor Muhammad bin Abdurrahman Al Khamis Al Wahhabi dituliskan:

أو قال الله تعالى في السماء أو على العرش وعني به المكان

Artinya: Atau (orang yang sudah kafir) seseorang yang berkata Allah diatas langit atau diatas Arasy dan memaksudkan tempat dengan nya.

[Al Jami' Fii Al fadzil Kufri: 245]

Kekafiran Syaikh Soleh Ibnu Utsaimin tersebut juga bukan kata kata saya tapi kata fatwa fatwa ulama Hanbali.

Al Imam Abdul Baqii Al Mawaahibi Al Hanbali (W 1071 H) berkata:

فصل : ويجب الجزم بأنه تعالى ليس بجوهر ، ولا جسم ، ولا عرض، لا تحله الحوادث ، ولا يحل في حادث ، ولا ينحصر فيه ؛ فمن اعتقد أن الله تعالى بذاته في كل مكان ، أو في مكان ؛ فكافر . بل يجب الجزم بأنه تعالى ليس حالاً في خلقه ، بل كان ولا مكان ، ثُمَّ خلق المكان ، وهو الآن كما كان قبل خلق المكان . لا يُدرك بالحواس ، ولا يقاس بالناس ، ولا مدخل لذاته وصفاته في القياس ؛ فهو الغني . عن كل شيء ، ولا يستغني عنه شيء ، ولا يُشبه شيئاً ، ولا يُشبهه شيء.

Artinya: Fashlun : Wajib menyakini bahwa Allah taala bukanlah materi, jisim, partikel, pembaharuan tidak menyatu padanya, ia bukan baharu dan tidak diliputi baharuan. Maka, barang siapa yang menyakini bahwa Allah taala dengan dzatnya ada disetiap tempat atau dalam tempat. Maka, ia kafir. Melainkan, wajib menyakini bahwa Allah taala bukanlah keadaan. Melainkan, Allah sudah ada dan tanpa tempat, kemudian ia menciptakan tempat dan ia sekarang sama seperti dahulu (tanpa tempat) sebelum menciptakan tempat. Allah tidak bisa dirasa dengan panca indera, tidak boleh dikiyas kan dengan manusia, dzatnya dan sifatnya tidak dimasuki kiyasan. Ia maha kaya (tidak butuh pada apa yang ia telah ciptakan) dari segala apapun, sesuatu pasti membutuhkannya, ia tidak menyerupai sesuatu dan tidak ada sesuatu yang menyerupai nya.

[Al Ainu Wa Al Atsar: 34 - 35]

Ulama Hanbali berkata begitu sebab mereka tahu bahwa Allah suci dari tempat.

Al Imam Ibnul Jauzi Al Hanbali (W 597 H) mengatakan:

وقد ثبت أن الأماكن ليست في ذاته ولا ذاته فيها

Artinya: Dan Sungguh telah menjadi ketetapan bahwa tempat tidak ada didalam Dzat-Nya Allah dan dzatnya Allah tidak ada didalam tempat.

[Majaalis Libni Jauzi: 60]

Karena mereka (ulama Hanbali) tahu bahwa ketika seseorang menetapkan tempat kepada Allah berarti orang tersebut sudah mengkaif dan mentasybih (menyerupakan) Allah taala.

Al Imam Ibnu Hamdan Al Hanbali (W 695 H) menuliskan:

وقال أحمد: أحاديث الصفات تمر كما جاءت من غير بحث على معانيها، وتخالف ماخطر في الخاطر عند سماعها، وننفي التشبيه عن الله تعالی عند ذكرها مع تصديق النبي ، والإيمان بها، وكلما يعقل ويتصور فهو تكييف وتشبيه، وهو محال

Artinya: Imam Ahmad (W 241 H) berkata: Hadits hadits sifat harus dibaca berulang seperti datangnya (apa adanya) tanpa dibahas makna maknanya. Ia berbeda dengan apa yang terbesit dalam hati seseorang ketika mendengarnya. Dan, kami menafikan penyerupaan dengan Allah ketika Allah menyebutkannya serta membenarnya (ucapan) Nabi dan mengimaninya. Setiap kali ia dihayalkan dan tergambar di benak, maka itulah membagaimanakan (takyif) dan menyerupakan (tasybih). Itu adalah mustahil.

[Nihayatul Mubtadi'in Fii Ushuli Addiin: 33]

Syaikh Soleh Ibnu Utsaimin sudah keluar dari konsesus ulama Ahli Sunnah Wal Jama'ah yakni tidak boleh membahas atau membincangkan makna dari nash sifat. Namun, faktanya Syaikh Ibnu Utsaimin malah membahas makna Fissama' dalam hadist jariyah menunjukkan sebagai tempat bagi Allah.

Al Imam Ibnu Qudamah Al Hanbali Al Maqdisi (W 620 H) berkata:

فكل ما جاء في القرآن أو صح عن المصطفى من صفات الرحمن وجب الإيمان به، وتلقيه بالتسليم والقبول، وترك التعرض له بالرد والتأويل والتشبيه والتمثيل وما أشكل من ذلك وجب اثباته لفظا، وترك التعرض لمعناه، ونرد علمه إلى قائله،

Artinya: Segala sesuatu yang datang dalam Al Qur'an atau yang sahih dari Al Musthofa (Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam) berkenaan dari sifat Arrahman (Allah). Maka, wajib mengimani nya, percaya dengan membenarkan dan menerima, tidak mempertentangkan nya dengan menolak ta'wilan, penyerupaan dan perumpamaan. Dan sesuatu yang yang tidak jelas dari hal tersebut, wajib menetapkan lafadznya dan tidak membincangkan maknanya dan kami mengembalikan pengetahuannya kepada yang mengatakan nya (Allah dan rasulnya).

[Lum'atul Itiqad Al Hadi Ilaa Sabiilir Rasyad: 4]

Al Imam Zainuddin Mar'i Bin Yusuf Al Hanbali (W 1033 H) berkata:

اعلم : أنَّ الله سبحانه مخالف لجميع الحوادث، ذاته لا تُشبه الذوات، وصفاته لا تُشبه الصفاتِ لا يُشْبهه شيءٌ من خلقه، ولا يُشبه شيئاً من الحوادث، بل هو منفرد عن جميع المخلوقات، ليس كمثله شيء؛ لا في ذاته، ولا في صفاته، ولا في أفعاله، له الوجود المطلق فلا يَتَقيَّدُ بزمانٍ، ولا يَتَخَصَّص بمكان والوَحْدَةُ المطلقة لقيامه بنفسه واستقلاله في أفعاله، وكل ما توهمه قلبك، أو جميع سَنَحَ في مجاري فكرك، أو خَطر في بالك من حُسْنٍ أو بهاء أو شَرَفٍ أو ضياء أو جمال أو شَبَح مُماثل، أو شخص متمثل، فالله تعالى بخلاف ذلك، واقرأ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ.

Artinya: Ketahuilah: Sesungguhnya Allah Subhaanahu menyelisihi semua yang baharu. Dzatnya tidak menyerupai pada dzat dzat lainnya, sifat sifatnya tidak menyerupai sifat sifat lainnya, tidak ada sesuatu yang menyerupai nya dari makhluk nya dan Allah tidak menyerupai sesuatu dari sesuatu yang baharu. Melainkan, Allah Mufrad (sendiri/beda dengan lainnya) dari semua makhluk makhluk, sesuatu tidak ad yang sepertinya, dalam dzatnya, sifatnya dan pekerjaan nya. Allah memiliki wujud yang mutlak, yang tidak terikat dengan waktu, tidak ditentukan oleh tempat (tanpa tempat). Esa kemutlakannya pada sifat Qiyamuhu Binafsihi nya, ... Dan segala apapun yang terbetik dalam hatimu, semua yang menyeret dalam lintasan pikiran mu atau yang terbayang dalam benak mu, baik dari kebaikan, kesombongan, kemuliaan, cahaya, ketampanan, hantu yang menyerupakan atau dari merumpamakan seseorang. Maka, Allah taala tidak seperti itu. Dan bacalah: Tidak ada sesuatu yang seperti Allah.

[Aqawiluts Tsiqaat: 134]

Al Imam Musthofa bin Sa'ad Al Hanbali (W 1243 H) berkata:

وَهُوَ مِنْ أَسْمَاءِ الرَّبِّ، تَعَالَى وَتَقَدَّسَ عَنْ مُشَابَهَةِ الأَجْسَامِ، وَمُضَاهَاةِ الأَنَامِ، 

Artinya: Dan lafadz Asshalat merupakan dari nama nama Allah, maha tinggi dan maha suci Allah dari menyerupai jisim dan meniru niru manusia.

[Mathalibu Ulin Nuha: 1/13]

Al Imam Abdul Wahhab bin Ahmad Assya'rani (W 973 H) mengatakan:

وقال الإمام أحمد : أحاديث الصفات تمر كما جاء من غير بحث عن معانيها لأن العقول قاصرة عن إدراكها وهي مخالفة لكل ما خطر في الخاطر

Artinya: Dan Al Imam Ahmad berkata: Hadist hadist sifat di jalankan sebagaimana datangnya tanpa membahas makna maknanya. Karena, sesungguhnya akal itu pendek (memiliki batasan) untuk mengetahuinya sedangkan Allah berbeda pada segala sesuatu yang terlintas pada benak pikiran.

[Mizan Al Aqaid Assya'raniyyah: 135]

Al Imam Abi Ja'far Attahawiy (W 321 H) mengatakan:

لا تبلغه الأوهام ، ولا تدركه الأفهام ولا يشبه الأنام حي لا يموت قيوم لا ينام خالق بلا حاجة.. ومن وصف الله بمعنى من معاني البشر فقد كفر

Artinya: Nalar tak bisa menjangkau Allah, pemahaman pun gak bisa melampaui nya dan manusia tak bisa menyerupai nya. Ia dzat maha hidup tanpa kematian, dia dzat yang selalu terjaga tanpa tidur. Dia yang pencipta yang tanpa ada kebutuhan. Dan barang siapa yang menyifati Allah dengan makna dari makna makna manusiawi maka ia telah kafir.

[Al Aqidah Attahawiyyah: 11-17]

Al Imam Alam bin Ala' Al Hindi Al Hanafi (W 786 H) mengatakan:

إذا قال : «الله تعالى في السماء عالم إن أراد به المكان كفر، وإن أراد به الحكاية عما جاء في ظاهر الأخبار لا يكفر...وفي التخبير»: رجل قال : الله تعالى على السماء، أو : على العرش فهذا الكلام على ثلاثة أوجه : إن أراد بذلك ظاهر الآية والحديث لا يكفر لأنه متأول مخطىء، وإن أراد بذلك إثبات الجسد والمكان يكفر، فإن قال هذا الكلام بلا تدبر وتأمل يكفر، وعليه الفتوى

Artinya: Jika seseorang berkata: Allah taala di langit dunia. Jika ia bertujuan memberikan tempat dengan mengatakan begitu maka ia kafir dan jika ia hanya meriwayatkan dari apa apa yang datang pada dzohir hadist maka ia tak kafir. Dan didalam Attakhbir: Seorang pria berkata: Allah taala diatas langit atau diatas Arasy. Maka, ucapan begini ada tiga sudut pandang: 1. Jika yang ia maksud adalah dzohir ayat dan hadist maka ia tidak kafir karena Sesungguhnya mentakwilnya merupakan kesalahan. 2. Jika yang ia maksud adalah menetapkan jasad dan tempat maka ia kafir. 3. Jika ia hanya berkata kata saja pada ucapan ini tanpa adanya tadabbur dan berhati hati maka ia juga kafir. Kesepakatan telah bulat diatasnya.

[Al Fatawa Attatarakhaniyyah: 4/235]

Jadi, mana yang anda ikuti? Syaikh Ibnu Utsaimin Al Wahhabi yang sudah nyata dibuktikan sesat dan kafir oleh ulama Wahhabi dan madzhab Hanbali atau masih pro kepada Syaikh Ibnu Utsaimin?. Silahkan jawab sendiri dikolom komentar. Kita akan kembali membahas kesesatan Ibnu Utsaimin Al Wahhabi disesi yang akan datang, inshaa Allah.

Selesai.

© ID Cyber Aswaja

Sumber FB : ID Cyber Aswaja

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Kesesatan Syaikh Soleh Ibnu Utsaimin Al Wahhabi". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait