Faktor Terjadinya Khilaf Antar Ulama

Faktor Terjadinya Khilaf Antar Ulama

Faktor Terjadinya Khilaf Antar Ulama

Pentingnya mengetahui asbabul khilaf bayna al-ulama' bisa dilihat dari kalam 'Atha' bin Abi Rabah, beliau berujar: Tidak layak seseorang memberi fatwa kepada manusia sebelum ia alim dalam ilmu khilaf".

Ada banyak faktor yang mempengaruhi munculnya khilaf pada suatu kasus yang tidak bisa dideteksi jumlahnya secara rinci. Akan tetapi secara garis besar kesemuanya bisa dipetakan sebagai berikut: 

khilaf seringkali muncul karena terkait faktor ada atau tidaknya dalil, terkait legal tidaknya dalil, terkait pemahaman dalil, terkait perspektif dalil, dan terkait kontradiksi antar dalil. Berikut beberapa rincian sederhananya:

1. Seorang faqih seringkali berijtihad pada saat dia tidak menemukan dalil yang menjelaskan hukum suatu kasus. Adapun ketidakadanya dalil bisa jadi karena faktor:

- tidak sampainya hadis yang menjelaskan kasus itu, sehingga mengharuskannya untuk berfatwa dan sangat mungkin muncul perbedaan hukum antara hasil fatwanya dengan hadis.

- Ia berijtihad sebelum sampai dalil kepadanya dan lalu ijtihadnya sama persis dengan apa yang tertera dalam hadis.

- Ia berijtihad sebelum adanya dalil di mana hasil ismjtihadnya berbeda dengan apa yang tertera di dalil, kemudian ia menemukan dalil sehingga ia merevisi ijtihadnya.

2. Perbedaan penetapan dalil, misalnya, sebagian fuqaha menjadikan dalil ahad sebagai dalil sedangkan sebagian lain tidak mengakuinya sebagai dalil, atau perbedaan hukum lahir akibat dari khilaf pada menetapkan kehujjahan hadis mursal, di mana sebagian menganggapnya sebagai dalil seementara sebagian lain tidak, dan ikhtilaf-ikhtilaf yang berangkat dari perbedaan penetapan dalil lainnya.

3. Perbedaan yang berangkat dari narasi hadis yang beragam. Maksudnya kadang kala suatu hadis diriwayatkan dengan narasi yang berbeda sehiingga muncullan pemahaman yang berbeda terkait teks hadis tersebut. 

Contoh: hadis shalat jenazah dalam masjid, sebagian meriwayatkannya dengan teks

من صلى على جنازة في المسجد فلا شيء عليه

Sedangkan riwayat yang lain teksnya adalah "فلا شيء له" sehingga ulama yang  melihat dari teks riwayat pertama yaitu Syafi'iyah mereka membolehkan shalat jenazah dalam masjid, adapun mereka yang melihat dari teks hadis kedua yaitu Hanafiyah menghukuminya makruh.

4. Perbedaan dalam memvalidasi teks hadis, maksudnya perbedaan hukum yang berangkat dari perbedaan dalam melihat teks hadis, misalnya sebagian mengaggap bacaannya marfu' sementara sebagian lain membacanya mansub atau majrur. 

Misalnya hadis 

ذكاة الجنين ذكاة أمه

Sembelihan janin sembelihan induknya.

Pada teks ذكاة أمه terdapat dua periwayatan yaitu satu riwayat bacaannya adalah ذكاةُ yang menjadi khabaar bagi ذكاةُ الجنين sehingga arti teks hadisnya menjadi "sembelihan janin adalah dengan menyembelih ibunya" dengan membaca rafa' maka dengan semata-mata melakukan penyembelihan terhadap induk, tidak perlu lagi menyembelih janinnya.

Sementara riwayat lain bacaannya ذكاةَ dengan nasab sehingga maknanya adalah "sembelihan janin sama seperti sembelihan induknya". Atas dasar nasab maka janin yang ada dalam perut induknya harus dikeluarkan dan disembelih terlebih dahulu.

Jumhur Fuqaha' memilih riwayat pertama sementara riwayat kedua dipilih oleh Abu Hanifah tentunya dengan metode pendalilan masing-masing.

5. Perbedaan dalam melihat beberapa perbuatan nabi sebagian memasukkannya dalam kateogri qurbah sementara yang lain tidak.

6. Perbedaan dalam memahami teks dalil, sebagian melihat dari sisi hakikat sementara yang lain menggapnya sebagai majaz.

7. Perbedaan dalam melihat kandungan zaman pada fi'il mudhari'. Dalam hal ini muncul lima pendapat:

- menetapkan bahwa fi'il mudhari' secara hakikat mengandung zaman hal dan secara majaz mengandung zaman istiqbal.

- Kebalikan dari pendapat pertama, yaitu menentapkan zaman istiqbal sebagai hakikat dan zaman hal sebagai majaz.

- Berzaman hal secara hakikat dan tidak ada sama sekali penggunaan fi'il mudhari' kepada zaman istiqbal baik secara hakikat maupun majaz. 

- Kebalikan pendapat ketiga yaitu berzaman istiqbal secara hakikat dan tidak ada sama sekali penggunaan fi'il mudhari' kepada zaman hal baik secara hakikat maupun majaz. 

- Musytarak, dalam artian baik zaman hal ataupun istiqbal keduanya adalah makna dasar yang terkandung pada fi'il mudhari'

8. Perbedaan dalam menentukan kehujjahan suatu adillah, misalnya perbedaan dalam menentukan apakah adillah mafhum menjadi hujjah atau tidak, apakah dalalah dari lafaz 'am menunjukkan kepada semua individunya atau tidak, apakah amar mengharuskan kepada segera melakukannya atau tidak, dan lain sebagainya.

9. Perbedaan dalam mengunggulkan mana yang kuat pada saat munculnya adillah yang paradoksikal.

Sumber rujukan: Almuqaddimaatul Fiqhiyyatun Nafi'ah

Intermeso:

Ada beberapa faktor lain juga penyebab lahirnya khilaf ulama dalam menetapkan suatu hukum, bila ingin tahu lebih, bukan di fb tempatnya. Silakan merujuk kepada kitab-kitab muktabarah. 

baca juga kajian tentang ulama berikut :

Sumber FB Ustadz : Jazuli Abubakar

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Faktor Terjadinya Khilaf Antar Ulama". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait