ππͺππ π¬ππ‘π π§ππ π§πππ¨ πππ₯π
Oleh Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq
Di antara hal yang paling merusak orang awam adalah sikap fanatiknya terhadap pendapat yang ia ikuti lalu merasa cukup dengan ilmu yang dia dimiliki.
Ia tidak peduli lagi bahkan di kala pendapat yang diyakininya bertentangan dengan mayoritas ulama. Karena dalam pikirannya apa yang dia ikuti itu sudah pasti Quran, sudah pasti hadits, tanpa ia bisa membedakan mana dalil, mana pemahaman atas dalil.
Orang seperti ini jika mendapati fatwa ulama yang tak bersesuaian dengan pemahaman diri dan kelompoknya, akan mati-matian mencari sanggahan dan pembenaran.
Padahal siapapun, meski ia baru tahap mencicipi ilmu syariat pasti mengetahui, pemahaman orang awam yang membentur satu ulama saja, sudah cukup membuat dia berfikir untuk mendaur ulang ilmunya, apalagi yang dihadapi adalah mayoritas ulama.
Cuma itulah orang kalau sudah jahil muraqqab, meski diingatkan pendapatnya bertentangan dengan mayoritas ulama yang menjadi gudangnya ilmu, dia akan enteng mengatakan : "Yang banyak belum tentu benar !"
Iya betul yang banyak memang belum tentu benar, tapi apa berarti yang sedikit sudah pasti benar ?
Kalau kumpulan banyak ulama belum tentu benar, apa dikira gerombolan orang "ngelamak" peluangnya untuk benar bisa lebih besar ?
Kalau yang kita sebut dengan "banyak belum tentu benar itu" sebuah komunitas, group, geng atau paguyuban yang isinya orang-orang awam yang berkumpul karena sehobi, seprofesi atau merasa sefrekuensi, itu mungkin ada benarnya.
Tapi jika jargon itu dijadikan amunisi yang ditembakkan ke pihak yang disebut oleh Nabi sebagai pewaris ilmunya, yang oleh Allah ta'ala sifati sebagai kumpulan manusia yang paling takut kepadaNya, lalu kita ini siapa ?
Mayoritas ulama itu memang bisa keliru, tapi potensi untuk benarnya, jauh lebih besar dari kemungkinan mereka jatuh ke dalam kesalahan. Kenapa ? Karena mereka lebih tahu tentang apa itu isi Qur'an dan juga Hadits Nabi shalallahu'alaihi wassalaam.
Sebagaimana juga orang awam memang belum tentu salah, tapi potensi untuk salah, jauh besar dari kemungkinan benarnya. Kenapa ? Karena mereka tidak punya perangkat yang cukup untuk bisa memahami Qur'an dan Hadits Nabi dengan baik.
Tapi tadz, saya punya paket lumayan banyak kok dan jaringan di sini juga tidak lelet untuk akses internet.... Jadi saya bisa ya menandingi fuqaha sekelas ulama madzhab ?
Tahu ah, gelap...
Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq