AQIDAH IMAM SYAFII ADALAH TAFWID
๐ Dalam beraqidah Imam Syafi'i tidak tasybih dan tajsim (tidak menyerupakan Allah dengan makhlukNya dan tidak menganggapNya memiliki organ) sebagaimana pemahaman tekstual mujassimah
๐Akidah Imam Syafi’i adalah akidah tanzih: menyucikan Allah SWT dari segala keserupaan dengan makhlukNya. Akidah ini adalah akidah salaf yang diteruskan dan dirumuskan oleh Imam Asy’ari dan Imam Maturidi dalam kitab kitab beliau serta diikuti oleh mayoritas umat Islam sejak dahulu hingga sekarang.
✅Imam Syafi’i berkata :
ุขู َูุช ุจِุงََِّููู ูุจِู ุง ุฌุงุกَ ุนَْู ุงَِّููู ุนَูู ู ُุฑุงุฏِ ุงَِّููู ูุขู َูุช ุจِุฑَุณُِูู ุงَِّููู ูู ุง ุฌุงุกَ ุนَْู ุฑَุณُِูู ุงَِّููู ุนَูู ู ُุฑุงุฏِ ุฑَุณُِูู ุงَِّููู
“Saya beriman kepada Allah dan apa yang datang dari Allah sesuai maksud yang dikehendaki oleh Allah. Saya beriman pada Rasulullah dan apa yang datang dari Rasulullah sesuai maksud yang dikehendaki oleh Rasulullah” (Ibnu Qudamah, Lum’at al-I’tiqad, 7)
๐Kalau perkataan Imam Syafi’i tersebut diurai, maka seakan ia berkata bahwa makna yang saya imani adalah apa yang dimaksud oleh Allah dan Rasul yang itu tidak disampaikan kepada kita, bukan sesuai apa yang dimaksud oleh orang-orang yg berpaham mujassimah yang memaksakan makna zahir, seperti Muqatil yang memaksakan makna anggota tubuh bagi Allah atau pemaknaan siapa pun yang lain.
✅Imam Al-Hashani dalam kitabnya, Daf’u-Syubahi Man Syabbaha wa Tamarrada (31), menyebutkan:
ูุณุฆู ุงูุงู ุงู ุงูุดุงูุนู ูุฏุณ ุงููู ุฑูุญู ุนู ุงูุงุณุชูุงุก ููุงู :ุขู ูุช ุจูุง ุชุดุจูู ูุตุฏูุช ุจูุง ุชู ุซูู ูุงุชูู ุช ููุณู ูู ุงูุฅุฏุฑุงู ูุฃู ุณูุช ุนู ุงูุฎูุถ ููู ูู ุงูุฅู ุณุงู ุงูู ููุงู ุฃูุถุง :ุขู ูุช ุจู ุง ุฌุงุก ุนู ุงููู ุนูู ู ุฑุงุฏ ุงููู ูุจู ุง ุฌุงุก ุนู ุฑุณูู ุงููู ุนูู ู ุฑุงุฏ ุฑุณูู ุงููู.
“Imam Syafi’ฤซ ditanyakan tentang istiwa’, beliau menjawab: Aku beriman tanpa menyerupakan, aku membenarkan tanpa representasi, aku tekankan pada diriku bahwa tidak akan mampu mengerti, dan aku tahan diriku semaksimal mungkin untuk mendalaminya. Beliau juga berkata: Aku beriman sesuai dengan apa yang datang dari Allah sebagaimana kehendakNya dan dengan apa yang datang dari Rasulullah sebagaimana kehendaknya.”
๐Riwayat di atas amat masyhur di kalangan ulama dari pelbagai mazhab dan dikutip dalam karya-karya mereka, seperti oleh Imam Abi Zakariya Al-Salmasi (W. 550 H), Imam Ibnu Al-Jauzi (W. 597 H), Imam Izzuddin Al-Maqdisi (W. 678 H), Ibnu Qudamah (W. 620 H), Ibnu Taimiyah (W. 728 H), Imam Taqiyuddin Al-Hashani (W. 829 H), Imam Zarruq Al-Fasi (W. 899 H), Imam Syihabuddin Al-Ramli (W. 957 H), dan lain sebagainya.
✅ Imam Al-Subki dalam kitabnya, Thabaqฤt Al-Syฤfi’iyah Al-Kubrฤ (5/22), menuturkan:
ูุณุฆู ุงูุดุงูุนู ุฑุถู ุงููู ุนูู ุนู ุตูุงุช ุงููู ุชุนุงูู ูุงู: ุญุฑุงู ุนูู ุงูุนููู ุฃู ุชู ุซู ุงููู ุชุนุงูู ูุนูู ุงูุฃููุงู ุฃู ุชุญุฏ ูุนูู ุงูุธููู ุฃู ุชูุทุน ูุนูู ุงููููุณ ุฃู ุชููุฑ ูุนูู ุงูุถู ุงุฆุฑ ุฃู ุชุนู ู ูุนูู ุงูุฎูุงุทุฑ ุฃู ุชุญูุท ุฅูุง ู ุง ูุตู ุจู ููุณู ุนูู ูุณุงู ูุจูู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู
“Imam Syafi’ฤซ ditanya perihal sifat-sifat Allah SWT, beliau berkata: Haram terhadap akal merepresentasikan Allah SWT, terhadap ilusi membatasi, terhadap perasangka memastikan, terhadap jiwa memikirkan, terhadap hati menyelami, dan terhadap perasaan menjangkau terkecuali dengan sesuatu yang diriNya sifati sendiri melalui lisan nabiNya, Muhammad SAW.”
๐Riwayat ini diriwayatkan dari Imam Al-Rabi’ bin Sulaiman dari Imam Syafi’i. Riwayat ini disebutkan oleh Imam Ibnu Taimiyah dalam kitab Majmu’ Al-Fatawa dan kitab Naqdh Al-Manthiq. Ibnu Qudamah Al-Maqdisi juga menyebutkan sanad diriwayat ini dalam kitabnya, Dzam Al-Ta’wil.
✅Imam Ahmad Al-Rifai’ฤซ mengatakan:
ููุฏ ุฌู ุน ุฅู ุงู ูุง ุงูุดุงูุนู ุฌู ูุน ู ุง ููู ูู ุงูุชูุญูุฏ ุจูููู: ู ู ุงูุชูุถ ูู ุนุฑูุฉ ู ุฏุจุฑู ูุงูุชูู ุฅูู ู ูุฌูุฏ ููุชูู ุฅููู ููุฑู ููู ู ุดุจู ูุฅู ุงุทู ุฃู ุฅูู ุงูุนุฏู ุงูุตุฑู ููู ู ุนุทู ูุฅู ุงุทู ุฃู ูู ูุฌูุฏ ูุงุนุชุฑู ุจุงูุนุฌุฒ ุนู ุฅุฏุฑุงูู ููู ู ูุญุฏ
“Imam Syafi’ฤซ telah menghimpun semua hal tentang tauhid dalam ucapannya: Barangsiapa yang berusaha mengetahui penguasanya lalu meraih sesuatu yang menjadi tujuan pemikirannya, maka dia termasuk orang yang menyerupakan (musyabbih), dan jika dia merasa puas dengan ketiadaan murni, maka dia adalah mu’aththil, dan jika dia merasa puas dengan sesuatu yang ada dan mengakui ketidakmampuan memahaminya, maka dia termasuk orang yang bertauhid (muwahhid).” (Al-Bur ฤn Al-Mu’ayyad, 101).
๐Riwayat ini juga banyak dikutip oleh ulama dalam kitab-kitab mereka, tetapi tidak ada penjelasan tentang transmiternya. Selain itu, kebanyakan redaksinya menggunakan kata “hukiya” atau “hakลซ” yang berarti diceritakan atau mencaritakan.
✅Imam Al-Murtadha Al-Zabidi menyebutkan:
ูุงู ุงูุดุงูุนู ุฑุญู ู ุงููู: ุฃูู ุชุนุงูู ูุงู ููุง ู ูุงู ูุฎูู ุงูู ูุงู ููู ุนูู ุตูุฉ ุงูุฃุฒููุฉ ูู ุง ูุงู ูุจู ุฎููู ุงูู ูุงู ูุง ูุฌูุฒ ุนููู ุงูุชุบููุฑ ูู ุฐุงุชู ููุง ุงูุชุจุฏูู ูู ุตูุงุชู
“Imam Syafi’ฤซ berkata: Allah SWT ada dan tiapa tempat bagiNya kemudian Ia menciptakan tempat dan Dia tetap atas sifat azalinya sebagaimana sebelum Ia menciptakan tempat. Tidak dibenarkan bagiNya mengubah dzatNya dan mengganti sifat-sifatNya.” (Ittihฤf, 2/36).
๐ Perkataan imam Syafi'i yg dikutip oleh imam az-zabidi diatas sejalan dengan ulama-ulama syafi’iyah yg lain, dimana mengemukan pendapat senada dengan riwayat yang disampaikan Al-Zabidi di atas.
✅ Imam Al-Baihaqi dalam kitabnya, Al-Asmฤ’ wa Al-Shifฤt (2001: 506), menyebutkan:
ุงุณْุชَุฏََّู ุจَุนْุถُ ุฃَุตْุญุงุจِูุง ูู َِْููู ุงูู ูุงِู ุนَِู ุงููู ุจَِِْููู ุงَّููุจِّู ุตّูู ุงููู ุนููู ู ุณَّูู : ุฃูุชَ ุงูุธَّุงِูุฑُ ََْูููุณَ َََْูููู ุดَْูุกٌ، ูุฃَْูุชَ ุงูุจุงุทُِู ََْูููุณَ ุฏََููู ุดَْูุกٌ، ู ุฅุฐุง َูู َُْููู ََُْูููู ุดَْูุกٌ ููุง ุฏَُููู ุดَْูุกٌ َูู َُْููู ูู ู ูุงู
“Sebagian dari ulama kami menafikan tempat bagi Allah SWT berdalil dengan sabda Nabi SAW: ‘Engkau yang tampak, tiada apa pun di atasMu dan Engkau yang abstrak, tiada suatu apa pun di bawahmu’. Jika di atas dan di bawah Allah SWT tiada apa pun berarti Ia tidak berada pada tempat apa pun.”
Wallahu alam
Sumber FB : Aqidah Salaf