AKIDAH IBN TAIMIYAH
Syaikh Abdul Fattah bin Qudaiys al-Yafi'i (ulama' Atsariyah) dalam satu kitabnya memberikan rumusan mudah dalam memahami akidah Ibn Taimiyah dan pengikutnya terkait masalah al-Qur'an dan kalam Allah.
Beliau berkata tentang akidah Ibn Taimiyah:
"Al-Qur'an termasuk kalam Allah (sifat kalam). Dan kalam Allah adalah QADIM NAU' HADITS AFRAD (secara jenis atau macamnya, kalam Allah adalah qodim, tetap secara satuan-satuanya adalah hadits/baharu). Jadi, karena al-Qur'an merupakan satuan dari kalam Allah, maka al-Qur'an adalah hadits (baharu), bukan qadim".
Kemudian beliau menyimpulkan:
"Keyakinan seperti itu hakekatnya adalah hasil perkawinan dari akidah Mu'tazilah yang meyakini kalam Allah adalah hadits dan akidah Ahlussunnah yang meyakini sifat kalam melekat pada Dzat Allah. Kemudian lahirlah keyakinan baru, yakni "sifat hadits (kalam/al-Qur'an) menetap/melekat/eksis pada Dzat Allah (qiyamul hawadits bi dzatillah)" dan ini adalah akidah aliran sesat Karramiyah". (Intaha bil makna).
Keyakinan seperti diatas melahirkan banyak sekali kekacauan dan kemusykilan, diantaranya:
1. Meyakini "sifat hadits (baharu), yakni kalam Allah atau al-Qur'an melekat pada Dzat Allah (qiyamul hawadits bi dzatillah)". Dan ini bertentangan dengan ijma' ulama' Islam atau paling tidak adalah pendapat syadz (nyeleneh). Banyak sekali nukilan tentang ini.
2. Meyakini "kalam Allah bukan sifat Dzat, karena Allah kadang berkalam dan kadang diam sekehendak-Nya" yang disebut sifat dzat fi'liyah, sebagaimana keyakinan Ibn Taimiyah dan pengikutnya, secara kongkrit bertentangan dengan ulama' salaf dan kholaf, termasuk diantaranya Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Ahmad menyebut kalam adalah sifat Dzat, bukan sifat Dzat fi'liyah. Imam Ahmad juga tidak menetapkan sifat sukut (diam) bagi Allah.
3. Meyakini "al-Qur'an adalah hadits (baharu) sebagaimana keyakinan Ibn Taimiyah" bertentangan dengan ulama' salaf dan kholaf. Bahkan sebagian salaf menyebut, siapa yang meyakini al-Qur'an hadits/muhdats, maka ia ahli bid'ah, atau kafir, atau Jahmiyah.
4. Kaidah "qadim nau' hadits afrad" milik Ibn Taimiyah yang melahirkan akidah bid'ah "kalam Allah bukan qadim" adalah kaidah yang tidak masuk akal dan tidak pernah ada dalam al-Qur'an, hadits dan ucapan salaf. Satu-satunya dalil yang dipakai dalam menetapkan kaidah bid'ah tersebut adalah ucapan Imam Ahmad bin Hanbal tetapi dipahami salah oleh Ibn Taimiyah atau berbeda dengan ulama' lain, termasuk Hanabilah.
5. Dari kaidah "qadim nau' hadits afrad" diatas juga melahirkan akidah bid'ah lain, yakni ada benda hadits (makhluk/alam) yang tidak ada permulaaannya (hawadits la awwala laha), yang artinya yang qadim bukan hanya Allah, tapi juga makhluk/alam walaupun secara nau' saja. Dan ini juga bagian dari keyakinan Ibn Taimiyah yang disebut ulama sangat berbahaya dan buruk.
6. Membedakan antara "makhluk" dan "hadits/muhdats" dalam menerapkan status selain Allah menyelisihi ulama' salaf, kholaf dan bahkan Hanabilah sendiri. Pengikut Ibn Taimiyah tidak pernah menyadari hal ini karena sikap fanatik mereka.
7. Meyakini sifat fi'il (perbuatan Allah) seperti mencipta, menghidupkan dan lain-lain, termasuk sifat kalam Allah, sebagai sifat dzat fi'liyah sebagaimana keyakinan Wahabi adalah bid'ah yang tidak pernah diucapkan oleh salaf manapun. Penyebutan sifat dzat fi'liyah hanya diucapkan Ibn Taimiyah dan pengikutnya saja.
Terakhir, Ibn Taimiyah dalam mengesahkan akidah bid'ahnya diatas, yakni "qiyamul hawadits bi dzatillah" selalu membawa-bawa nama salaf, ulama hadits dan lain-lain. Tetapi ulama' Wahabi sendiri, semisal Syaikh Khalil Harras dan Syaikh Syu'ib al-Arnauth mengkritik dan membantah dakwaan tersebut.
Bahkan, ulama' Asy'ari kontemporer yang terkenal inshaf dan adil, yakni Syaikh Muhammad Shalih bin Ahmad al-Ghursi pun turut memberikan komentar, bahwa telah terkenal (ma'ruf) Ibn Taimiyah tak dapat dipercayai dalam penukilannya tentang akidah salaf, karena banyaknya klaim-klaim yang tidak shahih.
Tulisan ini bukan untuk merendahkan martabat Ibn Taimiyah karena saya menyadari betul beliau ulama' alim dan banyak kebaikan, tetapi semata-mata nasehat kepada kaum muslimin agar tidak mengikuti ketergelinciran atau bid'ah-bid'ah beliau. Dan itulah wasiyat al-Hafiz Ibn Hajar al-Asqallani dalam sambutan beliau atas kitab "Arrad al-Wafir".
Sumber FB Ustadz : Hidayat Nur
Di antara penyimpangan Ibnu Taymiyah yang mencatut nama salaf
by Ustadz : Abdul Wahab Ahmad