Orang Tua Nabi Wafat Dalam Keadaan Selamat

Orang Tua Nabi Wafat Dalam Keadaan Selamat

🔰 ORANG TUA NABI WAFAT DALAM KEADAAN SELAMAT.

Oleh Ustadz : M. Rofiannur Al Hamaamuh, SN, DH.

Part: Ketiga.

Sesi: Terkahir/tuntas. Penutup.

Hallo sahabat ICA sekalian, Dalam postingan terakhir kali ini kita akan bahas dan simpulkan tentang hadist Abi Finnar ini. Dan di postingan sebelumnya kita sudah bahas bersama tentang dua hal penting, yaitu: Kredibelitas orang tua nabi adalah ahli fatrah dan bukti valid bahwa Imam Mulla Ali Al Qari telah rujuk dari pendapatnya. Disesi terkahir ini kita akan bahas; Kalimat Abi dalam hadist nabi itu maksudnya ke siapa? Ayah nabi atau paman nabi?

Kemudian kita akan bahas, mayoritas ulama sejak dahulu hingga era sekarang mereka berpendapat yang mana mengenai soal ini.

Dalam segi Intelektualitas, Integritas dan elektabilitas ternyata fatwa fatwa yang dijabarkan sejak hari hari kemarin mengenai perkara ini adalah pendapat yang berkata bahwa orang tua nabi wafat dalam keadaan selamat, tidak mati kafir, tidak di siksa dan tidak masuk neraka, merupakan pendapat yang mendekati kebenaran. Kami ulangi "Pendapat yang mendekati kebenaran". Kita akui bahwa perkara ini memang khilafiyah (masih diperselisihkan kebenaran nya). Namun, kita harus pilah pendapat mana yang mesti kita ikuti.

Dan point utama kita adalah apakah benar dalam hadist Abi Finnar tersebut merujuk kepada ayah nabi ?.

Jawaban kami sebagai mayoritas ahli sunnah wal jamaah berpendapat bahwa sesungguhnya hadist Abi Finnar tersebut merujuk kepada pamannya yakni Abi Thalib nabi bukan ayah nabi. Sebab, memang sudah menjadi kebiasaan orang arab mereka memanggil paman mereka dengan sebutan Abi bukan Ammii. Seperti nabi Ibrahim menyebut Azar pamannya dengan sebutan abi, sebagaimana firman Allah dalam surah Al 'An'am ayat 74;

وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهِيْمُ لِاَبِيْهِ اٰزَرَ اَتَتَّخِذُ اَصْنَامًا اٰلِهَةً ۚاِنِّيْٓ اَرٰىكَ وَقَوْمَكَ فِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ

Artinya: (Ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya, Azar, “Apakah (pantas) engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan? Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.

Disclaimer: Dalam ayat ini banyak sekali tafsiran nya. Jadi, yang berbeda pendapat tak perlu saling menyalahkan untuk menunjukkan argumentasi siapa yang paling bagus. Yang tidak percaya ya sudah, tidak perlu di paksa untuk menjadi percaya.

Hal ini diperkuat oleh fatwa alim ulama dan salaful Ummah lainnya.

Al Imam Nadzamuddin Al Hasan Al Qammi Annaisaaburi (W 850 H) mengatakan:

وإن آزر كان عم إبراهيم وما كان والداً له

Artinya: Dan sesungguhnya Azara merupakan pamannya Ibrahim dan ia tidak memiliki anak.

[Tafsir Ghara'ib Al Qur'an: 3/103]

Al Imam Jalaluddin Assuyuthi (W 911 H) mengatakan:

وﺃخرج ﺇبن ﺃبي حاتم بسند صحيح عن السدي ﺃنه قيل ﺇسم ﺃبي ﺇبراهيم ﺁزر فقال بل ﺇسمه تارح وقد وجه من حيث اللغة بان العرب تطلق لفظ اﻷب علی العم ﺇطلاقا شائعا وﺇن كان ماجازا

Artinya: Ibnu Abi Hatim telah mengeluarkan dengan sanad yang sahih dari Assidi, bahwasanya dikatakan; Nama ayah Ibrahim adalah Azar, maka beliau berkata: Melainkan namanya adalah tarah (bukan Azar). Dan peninjauan dari segi bahasa sesungguhnya orang arab menyebut lafadz Abi kepada paman secara mutlak lagi umum meskipun itu berupa Majaz.

[Al Hawi Lil Fatawi: 2/203]

Al Imam Muhammad Ibnu Abdul Qadir Al Azhari (W 1232 H) mengatakan:

قال المحققون ليس له ﺃب كافر فاما ﺁزر عم ﺇبراهيم فدعاه بالأب على عادة العرب

Artinya: Para Muhaqqiq berkata: Ibrahim tidak memiliki ayah yang kafir. Adapun Azar merupakan pamannya Ibrahim. Dia memanggil nya dengan sebutan bapaknya atas kebiasaan orang arab.

[Hasyiah Ibnu Amir: 59]

Al Imam Ibrahim Al Baijuri Assyafi'i (W 1277 H) mengatakan:

وأما آزر فكان عم إبراهيم، وإنما دعاه بالأب لأن عادة العرب تدعو العم بالأب.

Artinya: Adapun Azar merupakan pamannya Ibrahim. Ia memanggil nya dengan sebuah bapak karena kebiasaan orang arab mereka memanggil paman dengan bapak.

[Tuhfatul Murid: 38]

Al Imam Abdul Hafidz bin Ali Al Maliki (W 1303 H) mengatakan:

وأما آزر: فكان عم إبراهيم فدعاه بالأب على عادة العرب

Artinya: Adapun Azara: Dia adalah pamannya Ibrahim. Nabi Ibrahim memang memangilnya dengan kata Abun (ayah) karena kebiasaan orang arab.

[Al Manhalus Sayyal: 209]

Syaikh Ali Jum'ah mengatakan:

ثانيا: أن الحديث الثاني يمكن حمله على أنه كان يقصد عمه؛ فإن أبا طالب مات بعد بعثته، ولم يُعلن إسلامه، والعرب يطلقون الأب على العم، كما في قوله تعالى عن إبراهيم: ﴿وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ ، أَبِيهِ وَازَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا الهة ، وأبو إبراهيم هو تارح، أو تارخ كما ذكر ذلك ابن كثير وغيره من المفسرين.

Artinya: Kedua: Bahwasanya hadist yang kedua (Inna Abi ...) kemungkinan pembawaannya atas sesungguhnya Rasulullah bermaksud pada pamannya. Karena, sesungguhnya aba Thalib wafat setelah terutusnya nabi dan keislaman tak dinyatakan. Sedangkan orang arab mereka memutlakkan kata Abi pada paman. Sebagaimana dalam firman-nya Allah taala tentang nabi Ibrahim: (Ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya, Azar, “Apakah (pantas) engkau menjadikan berhala berhala itu sebagai tuhan. Sedangkan nama ayah Ibrahim adalah Tarah atau Tarakh. Al Imam Ibnu Katsir dan selainnya dari kalangan ahli tafsir menyebutkan demikian.

[Al Bayan Limaa Yasyghalu Al Adzhan: 2/179]

Jadi, jelasnya bahwa dalam hadist Abi Finnar tersebut berkemungkinan besar merujuk kepada pamannya bukan pada ayahnya. Sebab, mereka berdua merupakan ahli fatrah, dakwah beliau sampai pada mereka dan hujjah hujjah lainnya yang sudah kami paparkan sebelumnya. Sekali lagi, jika berbeda pendapat silahkan tapi jangan saling menyalahkan.

Disamping banyaknya perbedaan pendapat yang simpang siur soal perkara ini. Al Imam Al Khatib Assyirbini Al Mishri (W 977 H) bagus sekali ketika menjelaskan soal ini secara utuh pada kita, beliau berkata:

ونقل عن السيوطي أن أبوي النبي ﷺ لم تبلغهما الدعوة والله تعالى يقول: ﴿وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا ﴾ [الإسراء، ١٥] وحكم من لم تبلغه الدعوة أنه يموت ناجياً ولا يعذب ويدخل الجنة . قال : وهذا مذهب لا خلاف فيه بين المحققين من أئمتنا الشافعية في الفقه والأشاعرة في الأصول، ونص على ذلك الإمام الشافعي رضي الله عنه، وتبعه على ذلك الأصحاب، قال السيوطي: وقد ورد في الحديث أن الله تعالى أحيا أبويه حتى آمنا به، وعلى ذلك جماعة من الحفاظ منهم الخطيب البغدادي وأبو القاسم بن عساكر وأبو حفص بن شاهين والسهيلي والقرطبي والطبري وابن المنير وابن سيد الناس وابن ناصر الدين الدمشقي والصفدي وغيرهم والأولى لنا الإمساك عن ذلك فإن الله تعالى لم يكلفنا بذلك ونكل الأمر في ذلك إلى الله تعالى، ونقول كما قال النووي لما سئل عن طائفة ابن عربي تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُم مَّا كَسَبْتُمْ وَلَا تُسْتَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ﴾ [البقرة، ١٣٤].

Artinya: Dikutip dari Imam Assuyuthi bahwasanya orang tua nabi, dakwah tidak disampai pada mereka berdua. Dan Allah taala berfirman: Dan kami tidak menyiksa sampai kami utus seorang rasul. [Al Isra' ayat 15]. Dan hukum orang yang dakwah tak sampai padanya sesungguhnya dia mati dalam keadaan selamat, tidak di siksa dan tidak di masukkan ke neraka. Al Imam Al Khatib Assyirbini berkata: Ini merupakan pendapat yang tidak ada perselisihan didalamnya diantara para Muhaqqiq dari imam imam kita Assyafi'iyah dalam bidang fiqih dan Assya'irah dalam bidang Ushul. Dan Al Imam Assyafi'i telah memberikan nash atas hal itu dan para pengikutnya. Imam Assuyuthi berkata: Dan telah tertera dalam hadist Bahwasanya Allah taala menghidupkan kedua orang tuanya nabi sehingga keduanya beriman pada nabi. Diatas hadist itu para jamaah dari kalangan para Hafidz diantaranya; Al Khatib Al Baghdadi, Abul Qasim bin Asakir, Abu Hafs bin Syahin, Assuhaili, Qurtubi, Atthabari, Ibnu Munir, Ibnu Sayyidunnas, Ibnu Nasiruddin Addimasyqa, Assofadi dan selain mereka.

Namun, yang paling utama bagi kami adalah berdiam diri dari hal tersebut. Karena, sesungguhnya Allah tidak memaksa kita tentang hal itu dan kami pasrahkan mengenai perkara itu kepada Allah taala. Dan kami berkata sebagaimana Imam Annawawi berkata Ibnu Arabi ditanya tentang suatu golongan; Itulah umat yang telah lalu. Baginya apa yang telah mereka usahakan dan bagimu apa yang telah kamu usahakan. Dan kamu tidak akan diminta (pertanggungjawaban) tentang apa yang dahulu mereka kerjakan. [Al Baqarah 134].

[Assirajul Munir: 2/323]

Maksudnya dalam perkara ini kita lebih baik diam dan meskipun ramai ulama yang masih membicarakannya. Dan kita ahli sunnah wal jamaah berpendapat demikian bukan karena kami merasa yang paling benar. Ini hanyalah terbukanya suara saja dari pihak ahli sunnah wal jamaah, yang tidak percaya ya silahkan saja. Dan membuktikan bahwa kami berjalan diatas dalil lewat fatwa ulama.

Dan kita lihat mayoritas ulama berpendapat yang mana! Mengenai soal ini.

Al Imam Ibnu Syah Al Hanafi (W 1333 H) mengatakan:

واعلم أن السلف اختلفوا في أن أبوي النبي : هل ماتا على الكفر، أو لا؟ وذهب إلى الثاني جماعة متمسكين بالأدلة على طهارة نسبه عليه الصلاة والسلام من دنس الشرك وشَيْن الكفر وعبادة قريش صنما.

Artinya: Ketahuilah, bahwasanya salaf berbeda pendapat mengenai orang tua nabi, apakah keduanya mati diatas kekafiran atau tidak?. Jama'ah (mayoritas/kebanyakan ulama) berpendapat pada yang kedua (tidak mati kafir) mereka berpatokan dengan dalil dalil yang menunjukkan atas kesucian nasabnya nabi yakni ternodai dari kesyirikan, tercemari kekafiran dan peribadahan orang Quraisy pada berhala.

[Al Iklil Ala Madarikit Tanzil: 4/131]

Al Imam Addiyar Bakri (W 966 H) mengatakan:

وذهب جمع كثير من الأئمة الأعلام إلى أن أبوي النبي ﷺ ناجيان محكوم لهما بالنجاة في الآخرة وهم أعلم الناس بأقوال من خالفهم

Artinya: Keseluruhan kebanyakan para imam imam yang sangat alim berpendapat bahwasanya orang tua nabi keduanya selamat, telah dihukumi keselamatan pada mereka berdua di akhirat. Dan mereka (Min A'immatil 'Alaam) merupakan orang yang paling berpengetahuan dengan pendapat pendapatnya  orang yang menyelisihi mereka.

[Taarikhul Khamis Fii Ahwali Anfasi Nafis: 1/422]

Al Imam Jalaluddin Abi Bakar Assuyuthi (W 911 H) mengatakan:

مسألة: الحكم في أبوي النبي ﷺ أنهما ناجيان وليسا في النار صرح بذلك جمع من العلماء ولهم في تقرير ذلك مسالك : المسلك الأول : أنهما ماتا قبل البعثة ولا تعذيب قبلها لقوله تعالى : ﴿وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا) [الإسراء : ١٥] وقد أطبقت أئمتنا الأشاعرة من أهل الكلام والأصول، والشافعية من الفقهاء على أن من مات ولم تبلغه الدعوة يموت ناجياً وأنه لا يقاتل حتى يدعى إلى الإسلام.

Artinya: Persoalan: Hukum mengenai orang tuanya nabi Sallahu Alaihi Wasallam bahwasanya kedua selamat dan keduanya tidak masuk neraka. Telah jelas hal tersebut Ijma' dari ulama. Dan mereka memiliki penyataan tersebut pada beberapa segi. Segi yang pertama: Sesungguhnya mereka berdua (orang tua nabi) keduanya mati sebelum diutusnya nabi dan tidak di siksa (seseorang) sebelumnya. Karena firmannya Allah; Dan kami tidak menyiksa sampai kami utus seorang rasul. [Al Isra' ayat 15]. Dan sungguh para imam imam kita Assya'irah dari ahli Kalam dan Ushul dan ulama Assyafi'iyah dari kalangan ahli fiqih  sudah berprinsip, bahwasanya orang orang yang mati sebelum dakwah sampai padanya maka ia mati dalam keadaan selamat dan sesungguhnya ia tidak di bunuh sampai di ajak pada agama Islam.

[Al Hawi Lil Fatawi: 2/191]

Jadi, jelasnya bahwa pendapat yang kita yakini selama ini merupakan pendapat mayoritas dan tentu ini lebih selamat karena para hafidz juga berpendapat demikian meskipun ramai juga para hafidz berpendapat sebaliknya. Dan pegangan kita adalah mayoritas yang berdiri dan berjalan diatas kebenaran dari dalil Al Qur'an dan Sunnah. Bukan beropini sendiri atau berasumsi sendiri.

Jadi, pilihan anda pada diri anda. Mana yang lebih masuk akal pada anda dan mana yang lebih menyelematkan anda. Hakikatnya pada mereka kita akan jawab: Kami percaya hadistnya serta perincian ilmiah nya. Bukan memakan mentah mentah hadist manapun. Sejatinya orang yang berilmu dan yang mencari kebenaran takkan beropini sendiri dia akan kembalikan kepada penjelasan ulama ulama karena ulama adalah ahli waris keilmuannya para nabi. Selesai.

Selesai

© ID Cyber aswaja.

NB: Dilarang untuk merubah sumber yang telah diterbitkan tanpa adanya izin resmi dari tim ID Cyber aswaja dan penulis tanpa terkecuali

Sumber FB : ID Cyber Aswaja

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Orang Tua Nabi Wafat Dalam Keadaan Selamat". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait