Antara Akidah Ibn Qudamah dan Ibn Taimiyah

Antara Akidah Ibn Qudamah dan Ibn Taimiyah

ANTARA AQIDAH IBN QUDAMAH DAN IBN TAIMIYAH

1. Ibn Qudamah al-Hanbali dalam kitabnya, Lum'ah al-I'tiqad dengan secara jelas (shorih jiddan) memilih tafwidh makna terkait interaksinya dengan sifat mutasyabihat sebagaimana ulama' Ahlussunnah wal Jama'ah lain. Kenyataan ini membuat ulama' Wahabi yang menyarahi kitab tersebut menjadi pusing dan mencari cara bagaimana agar narasi Ibn Qudamah tersebut bisa "dipaksa" sama dengan akidah mereka. Ulama' Wahabi yang jujur memahami, Ibn Qudamah memang mengikuti tafwidh. Bahkan Abdurazzaq Afifi dalam Fatawa wa Rasail-nya secara tegas dan jujur menyebut Ibn Qudamah keliru dengan akidah tafwidnya. Sementara ulama' Wahabi yang tidak jujur terpaksa harus memberikan penjelasan yang dipaksakan bahwa tafwidh yang dikehendaki Ibn Qudamah adalah tafwidh kaifiyah, bukan tafwidh makna. Silahkan cek syarah-syarah ulama' Wahabi atas kitab Ibn Qudamah diatas. 

Dan yang betul dan shahih, Ibn Qudamah sebagaimana penegasan beliau dalam kitabnya, Lum'ah al-I'tiqad, Dzammut Ta'wil, Raudhatun Nazhir, dan Tahrimun Nazhar fi Kutubil Kalam adalah mufawwidh (tafwidh makna) yang artinya sejalan dengan ulama' Ahlussunnah Asy'ariyah, Maturidiyah dan Atsariyah dan berbeda dengan akidah ulama' Wahabi. Hanya mereka yang jujur dan tidak dikungkung fanatisme berlebihan yang bisa menilai adil dalam masalah ini. 

2. Lalu bagaimana dengan mauqif Ibn Taimiyah? Dalam satu kesempatan, beliau cukup tegas mencela tafwidh. Dan inilah yang dipedomani semua Wahabi dan kemudian dijadikan standar kebenaran satu-satunya serta tidak menerima pendapat selainnya. Bahkan setiap ucapan ulama' yang berbeda dengan itu harus ditolak. Tapi ditempat lain, spesifiknya dalam kitab Fatawa (juz II hal. 4) dan Risalah Hamawiyah Kubra (dengan ta'liq Bin Baz), tampak shorih sekali bahwa beliau menyetujui tafwidh makna ala Ahlissunnah wal Jama'ah. Tentunya kita penasaran dengan bagaimana sikap Wahabi, pengikutnya? Sama seperti sikap kepada Ibn Qudamah diatas, mereka pun berbeda jawaban sebagaimana penjelasan poin selanjutnya.

3. Ada dari mereka yang memahami bahwa Ibn Taimiyah hanya menukil dari ulama' lain. Menurut mereka, yang menukil bukan berarti harus setuju. Jawaban yang terkesan mengada-ada. Ada dari mereka yang memahami bahwa Ibn Taimiyah memang setuju dengan nukilan tersebut, tapi tafwidh yang dimaksudkan adalah kaifiyahnya, bukan maknanya. Pendapat kedua ini juga sangat takalluf, tidak obyektif dan terlalu memaksakan, sebab narasi atau diksi yang dipakai Ibn Taimiyah sulit dipahami seperti itu. 

Dan itulah sikap mereka setiap kali menjumpai kalam ulama' yang menyatakan tafwidh makna, pasti akan ditarik dan dipaksa sama seperti pemahaman akidah mereka, yakni tafwidh kaifiyah. 

4. Saya menganggap narasi "menukil belum tentu setuju" dalam konteks ucapan Ibn Taimiyah diatas adalah sangat tendensius, sebabnya Ibn Taimiyah dalam Risalah Hamawiyah Kubro saat itu sedang menjawab pertanyaan dan dijawab dengan menukil ucapan Imam al-Haramain yang tafwidh makna. Oke anggap saja analisa dalam jawaban tersebut benar, lalu mengapa Ibn Taimiyah dalam Fatawa (juz II hal. 4) menukil utuh kalimat Ibn Qudamah dalam kitab Dzammut Ta'wil yang terang benderang tafwidh makna dengan tanpa menisbatkan kepada Ibn Qudamah? Artinya, Ibn Taimiyah setuju dengan pernyataan Ibn Qudamah dan kalimat tersebut jelas tafwidh makna. Ditambah lagi satu kenyataan yang sulit dibantah bahwa Ibn Qudamah memang mufawwidh dengan tanpa keraguan. Dan mengikut nalar logika Abdurrazzaq Afifi, maka Ibn Taimiyah mestinya juga keliru sebagaimana Ibn Qudamah. 

5. Fakta diatas menunjukkan bahwa ada beberapa kemungkinan (1) Ibn Taimiyah goncang/idhthirab akidahnya. Ini yang dipahami oleh beberapa ulama' kontemporer. (2) Memiliki dua mazhab dalam mutasyabihat, yakni menerima tafwidh dan menolaknya. (3) Ijtihadnya berubah dari tafwidh ke itsbat makna zhahir atau sebaliknya. (4) Masih belum kokoh menolak tafwidh makna sebab tafwidh sendiri adalah madzhab muktamad Hanabilah. Anda boleh pilih mana saja dari kemungkinan tersebut. 

6. Kemudian bagaimana dengan tabdi' Ibn Qudamah kepada Imam al-Asy'ari atau Asy'ariyah? Jawabnya, Imam Ibn Qudamah dalam sifat kalam memang bersikap berlebihan dalam menyesatkan pihak lain. Tentu saja kita tidak menampik bahwa pernah terjadi perselisihan panas antara Asy'ariyah dengan Hanabilah dalam bab sifat kalam Allah (al-Qur'an), bahkan satu dengan yang lain kritik menjurus dengan saling menyesatkan. Ulama' tafsir besar dizamannya seperti Imam at-Thobari juga pernah berselisih dengan Hanabilah dan berujung dikucilkan hingga wafat dan rumahnya dirusak. Ibn Qudamah juga pernah menyesatkan Imam Ibn Kullab (Kullabiyah) yang padahal Ibn Kullab adalah salah satu imam Ahlussunnah wal Jama'ah menurut mayotitas ulama' dan bahkan menjadi rujukan ilmu kalam Imam al-Bukhari. Jadi, pengkafiran atau penyesatan satu ulama' kepada ulama' lain yang padahal mereka masih sama-sama diterima ulama' Ahlussunnah wal Jama'ah jangan lantas asal diterima atau main ambil secara serampangan. Karena andai setiap penyesatan atau pengkafiran ulama' anda terima secara mutlak, tanpa kroscek untuk validasi, atau melihat latar belakang yang menjadi sebab musabbab, maka Imam Malik juga mesti anda sesat dan kafirkan sebab beliau dianggap menolak hadits Nabi oleh Imam Ibn Abi Dzi'bin. Ibn Taimiyah juga harus dikafirkan karena dikafirkan oleh al-Hishni. Masih banyak sekali contoh dalam hal ini. Jadi, mari jadi ahli ilmu yang cerdas dan obyektif. 

Sumber FB Ustadz : Hidayat Nur

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Antara Akidah Ibn Qudamah dan Ibn Taimiyah". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait