Boleh Mengkhususkan Waktu Ibadah yang Bebas

Boleh Mengkhususkan Waktu Ibadah yang Bebas

Boleh Mengkhususkan Waktu Ibadah yang Bebas

Salah satu kesalahan fatal kawan-kawan Wahabi-Taymiy dalam konsep bid'ah adalah melarang mengkhususkan waktu ibadah yang umum. Ini adalah salah satu titik pembeda antara mereka dan semua ulama mazhab Ahlussunnah Wal Jamaah, kecuali satu dua yang memang menyendiri semisal asy-Syatibi dengan kitab I'tishamnya yang syadz alias nyeleneh.

Perlu diingat bahwa ibadah ada dua macam; ada yang waktunya ditentukan oleh syariat dan ada yang bebas. Yang waktunya ditentukan, sudah pasti tidak boleh diganti dengan waktu lain, semisal shalat subuh tidak bisa dimundurkan ke waktu dhuha meskipun orang sedunia mengantuk misalnya. Mengubah waktu yang ditentukan oleh syariat akan berujung pada bid'ah.

Namun demikian, ibadah yang waktunya bebas tidak ditentukan oleh syariat artinya ia boleh dilakukan kapan saja dalam 7 hari 24 jam. Tidak ada seorang pun yang dapat membatasi waktu ibadah tersebut dengan melarangnya untuk dikerjakan dalam waktu tertentu. Mau dikerjakan random di waktu kapan pun boleh, mau dikerjakan di waktu tertentu secara khusus juga boleh. Membatasi waktu ibadah yang dibebaskan waktunya oleh Syariat justru akan berujung pada bid'ah.

Contoh, membaca Al-Qur'an, zikir dan shalawat nabi itu bebas dalam 7 hari 24 jam. Terserah anda mau melakukannya secara random atau anda tentukan sendiri waktunya secara rutin. Misalnya anda mengkhususkan waktu membaca Al-Qur'an, zikir dan shalawat setiap pagi setelah shalat dhuha. Hal ini kalau dicari dalil hadisnya secara spesifik yang mencontohkan membacanya setiap setelah dhuha tidak akan ditemukan, bahkan kalau dicari hadis yang menyatakan bahwa Rasulullah setiap hari shalat dhuha pun tidak ada sehingga rutinitas ini jelas tidak dicontohkan. Namun demikian, tidak akan ada ulama mazhab yang mu'tabar yang akan menghukumi haram untuk membaca Al-Qur'an, zikir dan shalawat setiap pagi setelah shalat dhuha. 

Ingat, rutin adalah kata lain dari istiqamah. Melakukan suatu amalan yang baik secara rutin adalah kata lain dari melakukan secara istiqamah. Mana ada ulama mazhab yang mengatakan bahwa istiqamah adalah bid'ah? Tidak mungkin ada.

Akan tetapi, bila mengikuti teori syadz kawan-kawan Wahabi-Taymiy seperti misalnya dalam kitab mereka yang berjudul Tajrid al-Ibadah atau teorinya asy-Syatiby dalam kitab al-I'tisham, maka istiqamah membaca Al-Qur'an, zikir dan shalawat setiap pagi setelah shalat dhuha adalah bid'ah sebab dianggap mengkhususkan waktu yang tidak ada contohnya. Ini teori absurd sebab sama saja melarang orang untuk istiqamah. 

Akhirnya, sebagaimana saya tulis sebelumnya, Ibnu Taymiyah dan Ibnu Qayyim sendiri sebagai imam mereka, akhirnya tidak konsisten dengan teorinya sendiri karena mereka mengkhususkan zikir khusus yang tidak ada contohnya dari salaf setiap selesai shalat subuh. Demikian juga para Wahabi-Taymiy di Arab Saudi mengkhususkan tanggal 27 ramadhan untuk doa khatmil qur'an di dalam shalat tarawih, tidak main-main, malah menambah ibadah doa yang tidak ada contohnya di dalam shalat!. Mereka juga mengkhususkan malam ramadhan untuk ibadah sedekah untuk orang tua yang mereka beri nama asya' al-walidain. Ini semua adalah bukti bahwa teori syadz yang mereka pakai untuk memvonis sesat orang luar yang tahlilan, maulidan dan sebagainya justru tidak dipakai secara konsisten oleh mereka sendiri sebab memang pondasi teorinya bermasalah.

Biasanya alasan mereka yang syadz melarang tersebut adalah karena ketika dilakukan terus menerus dalam waktu khusus akan menimbulkan kesan bahwa seolah waktu tersebut disyariatkan padahal tidak. Alasan ini lemah sekali sebab kesan dari orang awam tidak dapat mengubah suatu hukum. Yang asalnya mubah tetap mubah meskipun orang awam salah paham, yang asalnya makruh tetap makruh meski orang awam salah paham, dan seterusnya. Kesan dan salah paham orang awam solusinya adalah diberi pengajaran dan pengertian, bukan malah hukumnya yang diubah karena takut pada kesan orang awam. Inilah yang menyebabkan sebagian sahabat justru secara terang-terangan makan sambil berdiri sebagai perlawanan pada orang awam saat itu yang menyangka bahwa makan sambil berdiri terlarang.

Saya pernah menulis tema ini dengan lengkap beserta referensi yang diperlukan di NU Online di link berikut:

https://nu.or.id/syariah/menentukan-waktu-ibadah-bukan-berarti-bidah-BkyYq

atau klik Menentukan Waktu Ibadah Bukan Berarti Bid'ah

Silakan dibaca di sana bagi yang butuh. Semoga bermanfaat. 

Sumber FB Ustadz : Abdul Wahab Ahmad

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Boleh Mengkhususkan Waktu Ibadah yang Bebas". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait