Seputar Sholat di Atas Kendaraan

Seputar Sholat Di Atas Kendaraan

SEPUTAR SHOLAT DI ATAS KENDARAAN (KHUSUSNYA KERETA)

Bagi yang rutin naik kereta tentu tahu bahwa akhir-akhir ini pihak KAI menyediakan ruangan sebagai mushollla di gerbong restorasi, tempatnya nyaman dan menghadap kiblat.

Pertanyaannya cukupkah sholat yang dilakukan di musholla ini untuk menggugurkan kewajiban i'adah (mengulang) sholat menurut Madzhab Syafi'i ?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut lebih dahulu kita ketahui garis besar pendapat Madzhab Syafi'i perihal sholat di atas kendaraan:

1. Sholat Sunnah sah hukumnya dilakukan di atas kendaraan baik dalam keadaan jalan ataupun berhenti.

2. Sholat Fardhu yang dilakukan di atas kendaraan apapun dapat menggugurkan kewajiban i'adah (pengulangan) dengan syarat :

A. Dilakukan dengan sempurna syarat dan rukun (kiblat, berdiri, rukuk dan sujud)

B. Kondisi kendaraan berhenti tidak bergerak.

Jika tidak memenuhi kriteria di atas maka sholatnya hanya dianggap lihurmati waqti dan wajib mengulangi saat sampai tujuan.

Maka dapat disimpulkan bahwa sholat di musholla di atas gerbong meskipun dengan sikap sempurna tetap wajib diulang jika dilakukan saat kereta berjalan.

Lalu ada pertanyaan lain, "sebagaimana kita tahu bahwa sholat lihurmatil waqti yang dilakukan di waktunya sholat diwajibkan bagi musafir semampunya meskipun tidak menggugurkan kewajiban pengulangan, lantas bagaimana jika kita menemukan kesukaran untuk mendirikannya, seperti baju kotor, akses susah ke gerbong restorasi dll ?"

Maka bisa kita pakai pendapat mu'tamad madzhab Hanafi dan salah satu pendapat (qoul) Imam Syafi'i yang disebutkan Imam Haramain dan Imam Ghazali, dalam pendapat ini membolehkan seorang yang tidak mampu memenuhi syarat & rukun sholat fardhu untuk tidak perlu mendirikan sholat hurmatul waqti namun cukup nanti mengqadha' saat sudah mampu.

Artinya selama di kendaraan tidak perlu sholat cukup mengqadha' semua sholat yang ditinggal saat sudah sampai.

Referensi:

📖 المنهاج القويم شرح المقدمة الحضرمية (ص: 117)

أَمَا الْفَرْضُ وَلَوْ جَنَازَةً وَمَنْذُوْرَةً فَلَا يُصَلِّي عَلَى دَابَّةٍ سَائِرَةٍ مُطْلَقًا لِأَنَّ الْإِسْتِقْرَارَ فِيْهِ شَرْطٌ إِحْتِيَاطًا لَهُ، نَعَمْ إِنْ خَافَ مِنَ النُّزُوْلِ عَلَى نَفْسِهِ أَوْ مَالِهِ وَإِنْ قَلَّ أَوْ فَوْتَ رُفْقَتِهِ إِذَا اسْتَوْحَشَ بِهِ كَانَ لَهُ أَنْ يُصَلِّي الْفَرْضَ عَلَيْهَا وَهِيَ سَائِرَةٌ إِلَى مَقْصِدِهِ وَيُوْمِئُ وَيُعِيْدُ وَيَجُوْزُ فِعْلُهُ عَلَى السَّائِرَةِ وَالْوَاقِفَةِ إِنْ كَانَ لَهَا مَنْ يَلْزَمُ لِجَامَهَا بِحَيْثُ لَا تَتَحَوَّلُ عَنِ الْقِبْلَةِ إِنْ أَتَمَّ الْأَرْكَانَ.

📖 حاشية الجمل على شرح المنهج = فتوحات الوهاب بتوضيح شرح منهج الطلاب (1/ 319)

(ولو صلى) شخص (فرضا) عينيا أو غيره (على دابة واقفة وتوجه) القبلة (وأتمه) أي الفرض فهو أعم من قوله وأتم ركوعه وسجوده (جاز) ، وإن لم تكن معقولة لاستقراره في نفسه (وإلا) بأن تكون سائرة أو لم يتوجه أو لم يتم الفرض (فلا) يجوز لرواية الشيخين السابقة ولأن سير الدابة منسوب إليه بدليل جواز الطواف عليها فلم يكن مستقرا في نفسه 

📖 الغرر البهية شرح البهجة الوردية لشيخ الإسلام زكريا الأنصاري– (ج 2 / ص 328)

وَنَقَلَ إمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَالْغَزَالِيُّ أَنَّ لِلشَّافِعِيِّ قَوْلًا أَنَّ كُلَّ صَلَاةٍ تَفْتَقِرُ إلَى الْقَضَاءِ لَا يَجِبُ فِعْلُهَا فِي الْوَقْتِ وَبِهِ قَالَ أَبُو حَنِيفَةَ 

Sumber FB Ustadz : Muhammad Salim Kholili

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Seputar Sholat di Atas Kendaraan". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait