Melafadzkan Niat Itu Khilafiyah Jadi Tak Perlu Saling Menyalahkan

Melafadzkan Niat Itu Khilafiyah Jadi Tak Perlu Saling Menyalahkan

🔰 MELAFADZKAN NIAT ITU KHILAFIYAH JADI TAK PERLU SALING MENYALAHKAN

Oleh: M. Rofiannur Al Hamaamuh, SN, DH.

Pendapat yang menyatakan melafadzkan niat adalah tidak disunnahkan dan merupakan bid'ah, itu memang ada. Dan itu merupakan pengetahuan yang umum sekali. Tapi apakah hanya itu saja pendapatnya soal ini?. Jelas tidak. Melafadzkan niat itu merupakan soal khilafiyah.

Saya kadang merasa heran sekali kepada para wahhabi dunia apalagi Wahhabi Indonesia dan Malaysia. Mereka tidak jujur dalam menyampaikan soal perkara melafadzkan niat ini. Yang ada mereka mengeluarkan opini pribadi mereka, menarik simpati publik dan menyalahkan pendapat lainnya yang tidak sependapat dengan kelompok mereka sendiri.

Tidak seperti panutan mereka yang jujur jujur jawab dan menerangkan secara full screen. Seperti Syaikh Ibnu Taimiyah (W 728 H). Meskipun beliau mengikuti pendapat yang tidak menyunnahkan-nya. Tapi, ia jujur menjawab dalam berfatwa soal itu. Beliau mengatakan:

وقد تنازع الناس : هل يستحب التلفظ بالنية ؟ فقالت طائفة من أصحاب أبي حنيفة والشافعي وأحمد يستحب ليكون أبلغ وقالت طائفة من أصحاب مالك وأحمد: لا يستحب ذلك، بل التلفظ بها بدعة, فإن النبي الله وأصحابه والتابعين لم ينقل عن واحد منهم أنه تكلم بلفظ النية لا في صلاة، ولا طهارة، ولا صيام

Artinya: Dan telah terjadi pada di tengah manusia: Apakah melafadzkan niat itu disunnahkan?. Maka, kelompok dari ulama Abi Hanifah, Assyafi'i dan Ahmad berpendapat disunnahkan agar niat itu lebih dahulu sampai. Dan sebagian kelompok dari ulama Malik dan Ahmad berpendapat: tidak disunnahkan melakukan hal tersebut, melainkan melafadzkan nya adalah bid'ah. Karena bahwasanya nabi nya Allah (Muhammad Shalallahu alaihi wasallam), para sahabatnya dan para tabi'in tak pernah terkutip salah satu dari mereka bahwasanya mereka berkata sembari melafadzkan niat, tidak dalam shalat, bersuci dan puasa.

[Majmu' Fatawa Libni Taimiyah: 18/148]

Dalam kitab yang berbeda Syaikh Ibnu Taimiyah (W 728 H) mengatakan lagi:

ولكن التلفظ بها هل هو مستحب أم لا فيه قولان معروفان للفقهاء ، منهم من استحب التلفظ بها كما ذكر ذلك من ذكره من أصحاب أبي حنيفة والشافعي وأحمد ، وقالوا التلفظ بها أوكد واستحبوا التلفظ بها في الصلاة والصيام والحج وغير ذلك ، ومنهم من لم يستحب التلفظ بها كما قال ذلك من قال من أصحاب مالك وأحمد وغيرهما وهذا هو المنصوص عن مالك وأحمد وغيرهما من الأئمة.

Artinya: Akan tetapi, melafadzkan niat ini disunnahkan apa tidak?. Didalamnya terdapat dua pendapat yang dikenal dikalangan para ahli fiqih. Diantaranya meraka adalah orang orang (ulama) yang menganjurkan melafadzkan niat, sebagaimana yang telah disebutkan tentang hal tersebut dari para ulama Abi Hanifah, Assyafi'i dan Ahmad. Mereka (ulama ulama tadi) berpendapat: Melafadzkan niat merupakan penguatan. Dan mereka menyunnahkan melafadzkan niat dalam sholat, puasa, haji dan sebagainya. - Dan diantaranya mereka lagi adalah orang orang yang tidak menyunnahkan melafadzkan niat. Sebagaimana yang mengatakan hal tersebut orang orang yang dari kalangan ulama Malik, Ahmad dan keduanya. Inilah yang sudah di nash kan dari Malik, Ahmad dan selain keduanya dari para imam.

[Majmu'ah Arrasa'il Al Kubra: 1/246]

Jadi jelas ya, soal melafadzkan niat ini bukanlah perkara baru. Tapi sudah jauh jauh hari di bahas lebar di masa lampau. Dan hasilnya adalah khilafiyah dan terserah anda mau ikut yang mana. Jadi, kalau masih ada orang menyalah nyalahkan soal itu, berarti ada yang salah dalam keilmuan dan tingkat kecerdasan orang tersebut.

Al Imam Assyathibi (W 790 H) menuliskan:

فعن قتادة : من لم يعرف الاختلاف لم يشم أنفه الفقه. - وعن هشام بن عبيد الله الرازي : من لم يعرف اختلاف القراءة فليس بقارىء، ومن لم يعرف اختلاف الفقهاء فليس بفقيه.

Artinya: Dari Qatadah: Barang siapa yang tidak mengetahui perkhilafan (ulama). Berarti hidung nya belum pernah mencium aroma ilmu fiqih. - Dari Hisyam bin Ubaidillah Arrazi: Barang siapa yang tidak mengetahui perkhilafan pembacaan Al Qur'an maka dia bukan seorang Qari' dan barang siapa yang tidak mengetahui perkhilafan para ahli fiqih maka ia bukan orang yang faqih.

[Al Muwafaqat: 5/122]

Al Imam Ali Al Qari (W 1014 H) berkata:

واختلفوا في التلفظ بما يدل على النية بعد اتفاقهم أن الجهر بالنية غير مشروع سواء يكون إماماً أو مأموماً أو منفرداً فالأكثرون على أن الجمع بينهما مستحب ليسهل تعقل معنى النية واستحضارها

Artinya: Dan ulama berbeda pendapat mengenai melafadzkan apa apa yang berhubungan pada niat setelah kesepakatan mereka. Bahwasanya menjaharkan/menyuarakan niat adalah tidak disyariatkan. Sama saja ia jadi imam, makmum atau sholat sendirian. Namun, kebanyakan ulama, bahwasanya menggabungkan keduanya (melafadzkan niat di lisan sembari berniat dalam hati) itu disunnahkan, karena bisa saja lupa menghayati makna niat dan menghadirkan nya (dalam hati).

[Mirqatul Mafaatih: 1/94]

Al Imam Arruyani (W 502 H) mengatakan:

فأما محلها فالقلب، فإن نوى بقلبه ونطق بلسانه، فهو الكمال، وهذا إذا نطق قبل التكبير، ثم كبر ناوياً، وإن نطق بلسانه بهما، ولم ينو بقلبه لم يعتد بهما، وإن نوى بقلبه، ولم ينطق بلسانه أجزأته

Artinya: Adapun tempatnya niat adalah dihati. Dan jika, seseorang telah berniat dihatinya dan mengatakan nya dilisannya. Maka, itu sempurna. Dan beginilah jika seseorang mengatakan sebelum takbir. Kemudian bertakbir sambil berniat. Dan jika seseorang mengatakan dengan lisannya secara keduanya, padahal ia tidak berniat di hatinya maka tidak di anggap. Dan jika seseorang berniat dihatinya dan tidak mengucapkan dilisannya maka sudah cukup.

[Bahrul Madzhab: 2/107]

Al Imam Annawawi Assyafi'i (W 676 H) berkata:

والواجب : أن ينوي هذا بقلبه . فإن ضم إلى نية القلب التلفظ ، كان أفضل . والله أعلم.

Artinya: Dan yang wajib adalah seseorang berniat ini dengan hatinya (dalam hati). Jika ia menggabungkan nya niat hati sembari melafadzkan nya. Maka itu yang lebih utama. Allahu A'lam.

[Raudhatut Thaalibiin: 2/335]

Al Imam Badaruddin Al Aini (W 885 H) mengatakan:

أن النية شرط لصحة الصلاة، وهي إرادتها بالقلب فرض، والذكر باللسان سنة

Artinya: Niat merupakan syarat sahnya shalat dan niat merupakan kehendak hati yang wajib dan menyebut nya di lisan adalah Sunnah.

[Al Banayah Syarah Al Hidayah: 2/137]

Al Imam Abdul Haq Addahlawi (W 1056 H) berkata:

والأكثر على أن التلفظ بما يدل على النية مستحب لتحصل المواطأة بين القلب واللسان وذلك أفضل

Artinya: Dan kebanyakan ulama bahwasanya melafadzkan dengan apa apa yang menunjukkan pada niat merupakan kesunnahan, agar tercapai ketentraman antara niat dan lisan. Dan itulah yang lebih utama.

[Lam'atut Tanqiih Fii Syarhi Misyakul Mashabih: 1/177]

Jadi, soal melafadzkan niat sholat atau puasa merupakan perkara yang sudah tuntas dan hasil akhirnya adalah khilafiyah. Jadi, tak perlu saling terjang tentang soal yang sudah dibahas panjang lebar ini. Silahkan ikuti pendapat dalam madzhab masing masing dan mari bela pendapat dalam madzhab anda jika salahkan oleh oknum yang merasa paling benar. Sekian dan terima.

Selesai.

© ID Cyber aswaja.

ACC: Aisyatul Mabrurah Al Hamaamuh.

Sumber FB : ID Cyber Aswaja

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Melafadzkan Niat Itu Khilafiyah Jadi Tak Perlu Saling Menyalahkan". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait