Dimuliakan Karena Memuliakan Ramadhan

Dimuliakan Karena Memuliakan Ramadhan

Dimuliakan Karena Memuliakan Ramadhan

Dulu, ada seorang pemuda ahli maksiat, tidak pernah shalat kecuali hanya beberapa kali dalam setahun. Hari-harinya hanya terisi kelalaian. Meski begitu, dia memiliki prasangka yang sangat baik kepada Bulan Ramadhan. Jika waktunya telah tiba, ia menyiapkan diri dengan menggunakan baju yang terbaik, dan wewangian yang paling mahal. 

Semua shalat yang lampau dia qadha semua pada bulan Ramadhan itu. Dia puasa penuh dengan rasa khusu' dan penyesalan atas dosa yang telah lewat.

Ada orang pernah bertanya, kenapa ia melakukan hal tersebut khusus pada bulan Ramadhan?, dgn penuh keyakinan ia menjawab: “Ini bulan, Allah isi semua menitnya dengan ampunan dan kasih sayang, dan setiap detiknya dengan keberkahan.”

Ternyata, Ramadhan itu adalah Ramadhan terakhir yang ia lalui. Dia pun wafat. Beberapa waktu atas wafatnya orang tersebut, ada orang shalih yang tinggal di kampungnya bermimpi bertemu dengan pemuda itu: “Apa yang kamu dapatkan setelah kematianmu?”, dengan senyum penuh kemenangan, dia menjawab: “Allah mengampuniku karena rasa hormatku kepada bulan Ramadhan.”

Masih dengan kisah yang telah didengar oleh orang banyak. Jika tadi terjadi pada orang muslim, yang mungkin kita akan dengan mudah mengamini jika ia diampuni oleh Allah, karena rahmat-Nya yang sangat luas. Kali ini kisahnya terjadi pada keluarga penganut agama Majusi. 

Waktu itu, matahari begitu terik. Biasanya bulan Ramadhan di negara Arab memang selalu bertepatan dengan musim panas nan gersang. Di tengah orang-orang menahan lapar dan haus, ada anak kecil yang asik melahap makanannya di antara orang yang berpuasa. Ternyata ia memang anak dari seorang Majusi. 

Ayah anak tersebut marah besar saat melihat anaknya yang asik makan di tengah umat muslim yang sedang berpuasa. Sang ayah pun memukul anaknya dan berkata: “Kenapa kamu tidak hormat kepada umat muslim yang sedang berpuasa?!.”

Singkat cerita. Ayahnya pun wafat. Malamnya, ada seorang alim ulama yang bermimpi melihat orang Majusi itu sedang bersenang-senang ria di surga. Karena heran, alim ulama itu bertanya: “Bukankah anda Majusi, kenapa anda bisa di surga?” 

Majusi itu menjawab: “Iya, aku dulu memang beragama Majusi. Tapi Allah memuliakanku dengan mengucapkan kalimat dua syahadat dan masuk ke agama Islam. Ini semua karena hormatku kepada bulan suci Ramadan.”

Rasa hormat terlahir karena mengerti agungnya bulan Ramadhan. Bukankah cukup bahwa bulan ini dipilih menjadi waktunya turun al-Quran sebagai tanda bahwa ia adalah bulan terbaik? 

Mengekspresikan rasanya pun berbeda-beda. Jika anda di Kairo, yang terlihat adalah kemeriahan. Di setiap jalan di pasang hiasan, dan lampu khas bulan Ramadhan. Banyak orang baik yang  sudah mengumumkan tempatnya masing-masing untuk membagikan menu buka puasa setiap harinya. 

Jika anda membaca biografi Imam Malik, pendiri Mazhab al-Malikiyyah, yang beliau lakukan adalah meninggalkan kebiasaan beliau untuk mengajar hadits, dan mengisi seluruh waktu beliau pada bulan Ramadhan untuk membaca Al-Quran. 

Bahkan yang unik, salah satu keramat Sultan al-Auliya, Syekh Al-Rabbani Abdul Qadir Al-Jilani, waktu masih masa menyusui, beliau enggan minum susu ibunya saat masih siang. Dan kembali minum jika sudah terbenam matahari. Terserah anda ingin percaya atau tidak, tapi kisah ini tersebar saat itu di antara masyarakat bahwa ada seorang keluarga yang bernasab mulia melahirkan anak yang tak mau minum susu di waktu siang hari.

Bulan Ramadhan ini bentuk kedermawanan Allah kepada umat Nabi Muhammad. Jika umat dahulu diberi umur yang panjang agar mereka bisa ibadah di waktu yang banyak. Maka umat nabi di berikan waktu yang sedikit, dan bulan Ramadhan. 

Ada sebuah riwayat dalam kitab Sabil al-Iddikar karya al-Habib Abdullah bin 'Alwi al-Haddad, yang mengisahkan saat Rasulullah tau bahwa umur umatnya tidak sepanjang umat yang terdahulu, beliau memohon kepada Allah, agar ibadah umat Rasulullah jangan sampai kalah banyak dari umat yang terdahulu. Karena jika umurnya singkat, maka jumlah ibadahnya menjadi sedikit. 

Karena permohonan Rasulullah ini, Allah berikan malam al-Qadr, yang setara dengan 1000 bulan atau 80 tahun. Permohonan Rasulullah diterima oleh Allah dengan penuh kasih sayang. Allah tidak memanjangkan umur umat kekasihnya, tapi Allah jadikan umur yang singkat itu setara dengan puluhan tahun ibadah, jika mereka mendapatkan malam al-Qadr itu, yang ada pada bulan Ramadhan. 

Cukup rasanya 11 bulan di luar Ramadhan diisi dengan dengan minimnya ibadah. Atau jika memang di bulan Ramadhan ibadahnya masih minim, setidaknya tidak bermaksiat dan tidak mengganggu orang lain. Kata Habib Jindan, ini seminimalnya jadi orang manfaat. Jangan sampai maksiat lalu kita masuk ke golongan orang yang tidak menghormati Ramadhan. 

Ada sebuah riwayat dalam al-Futuhat al-'Aliyyah, ada seorang pemuda yang diseret pada hari kiamat dalam keadaan menangis karena malaikat terus memukulinya. Tiba-tiba ada suara yang bertanya tentang dosa apa yang ia lakukan? Para Malaikat menjawab: “Dia masuk bulan Ramadhan tapi tidak ada rasa hormat dalam hatinya, hingga ia dengan beraninya bermaksiat pada bulan tersebut.” kemudian ada suara lagi yang berkata: “Sangat jauh ia dari kasih sayang Tuhannya.”

Al-Habib 'Ali Al-Jufri pernah menyebutkan hikmah dibalik dibelenggunya setan pada bulan Ramadhan. Beliau bilang, bahwa itu agar kemalasan manusia tidak lagi menyalahkan setan. Karena jika setan sudah dibelenggu, hanya tersisa dia dengan nafsunya. Jika masih malas, tentu dia hanya akan bisa menyalahkan dirinya sendiri yang belum mampu untuk berubah. 

Semoga Allah berikan taufiq dan cahaya pada hati kita agar dapat memaksimalkan bulan Ramadhan kali ini, dan keluar dalam keadaan diri yang sudah dibersihkan dari gelapnya dosa. Ramadhan Karim, Kullu 'Am wa Antum bi al-Khair. 

••

Fahrizal Fadil Al-Jomblowi 

Jum'at, 1 April 2022.

Sumber FB Ustadz : Fahrizal Fadil

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Dimuliakan Karena Memuliakan Ramadhan". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait