Madzab Syafii bersentuhan dg lawan jenis tanpa pembatas membatalkan wudhu.
Termasuk suami istri, karena suami istri non mahram, makanya boleh dinikahi. Status pernikahan tidak merubah kemahraman itu, hanya bagi mereka menjadi halal untuk bersentuhan yg mana sebelum nikah haram. Jdi pernikahan menghalalkan apa yg sebelumnya haram itu.
Madzab Hanafi bersentuhan lawan jenis tidak membatalkan.
Dalilnya Madzab Syafii QS. An-Nisa: 43
... اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا ...
"lamastum nisa" oleh ulama syafiiyyah dimaknai dg makna hakiki yaitu menyentuh. Maka bersentuhan dg lawan jenis batalin wudhu. Sedangkan ulama Hanafi memahami "lamastum" dg makna majazi yaitu jimak.
Dalil Madzab Hanafi
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبَّلَ بَعْضَ نِسَائِهِ، ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ، وَلَمْ يَتَوَضَّأْ
Dari Sayyidah Aisyah ra berkata Sesungguhnya Rasulullah saw mencium istrinya lalu beliau keluar untuk shalat dan tidak berwudhu lagi.
Hadis ini sharih dishahihkan bbrp ulama, bahkan meski dhaif menurut sebagian, namun dikuatkan dg syawahid dari riwayat lain, dan menguatkan pendapat Madzab Hanafi.
Hanya bagi ulama Syafiiyyah hadis ini ada masalah dalam sanadnya, maka tidak diambil - tidak dijadikan landasan hukum dalam penentuan batalnya wudhu.
Sedangkan ulama Maliki, berusaha menggabungkan 2 dalil tsb di atas, maka menurut mereka jika mencium atau menyentuh lawan jenis disertai syahwat maka membatalkan wudhu.
*I'lam Anam Syarh Bulughul Maram min Ahadis Ahkam Juz 1 hal 200 - 201 dg beberapa modifikasi.
Sumber FB Ustadzah : Sheila Ardiana