PENENTANG DAKWAH SUNNAH DAN SALAF?
Oleh Ustadz : Abdul Wahid Alfaizin
Sering sekali kita jumpai ketika ada yang mengkritik atau meluruskan sebuah pemahaman salah seorang ustadz atau kelompok, maka pengkritik tersebut langsung dilabeli dengan "Penentang Sunnah" atau "Penentang Dakwah Sunnah" atau terkadang "Penentang Dakwah Salaf". Bahkan ada lagi yang lebih keras dengan mengatakan "Menentang Allah dan Rasulnya'. Seakan-akan ketika ada yang tidak sama dengan pemahamannya, maka secara otomatis bertentangan dengan Al-Qur'an atau Sunnah Rasulullah. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan sikap para salaf dalam menghadapi perbedaan.
Salah satu sikap salaf yang perlu dijadikan contoh adalah sikap Umar bin Khattab berikut ini seperti yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi
كَتَبَ كاتِبٌ لِعُمَرَ بنِ الخطابِ: هذا ما أرَى اللهُ أميرَ المُؤمِنينَ عُمَرَ. فانتَهَرَه عُمَرُ وقالَ: لا، بَلِ اكتُبْ: هذا ما رأى عُمَرُ، فإِن كان صَوابًا فمِنَ اللهِ، وإِن كان خَطأً فمِن عُمَرَ
[أبو بكر البيهقي، السنن الكبرى للبيهقي ت التركي، ٣٤٠/٢٠]
“Ada seorang yang menulis keputusan untuk ‘Umar bin Khaththab berisi “ini adalah kebenaran yang telah diperlihatkan Allah pada
khalifah Umar”. Maka Umar’ melarangnya dan berkata “Tidak begitu! akan tetapi tulislah ‘ini adalah pendapat Umar, kalau ini benar maka
itu dari (anugerah) Allah dan kalau salah maka itu dari Umar sendiri’.”
Umar adalah salah seorang Khulafaur Rosyidun yang Rasulullah memerintahkan kita berpegang pada sunnahnya. Itu pun ketika beliau menyampaikan pendapat tidak berani menyatakan itu adalah pendapat yang benar yang diperlihatkan oleh Allah pada dirinya. Karena itu, dalam sejarah dapat kita lihat ada banyak keputusan 'Umar yang kemudian dibatalkan oleh beliau setelah diprotes oleh para sahabat lainnya.
Dalam menghadapi perbedaan pendapat seharusnya kita harus meniru sikap Imam Al-Nasafi berikut ini
أَنَّ مَذْهَبَنَا صَوَابٌ يَحْتَمِلُ الْخَطَأَ وَمَذْهَبَ مُخَالِفِنَا خَطَأٌ يَحْتَمِلُ الصَّوَابَ
[ابن حجر الهيتمي، الفتاوى الفقهية الكبرى، ٣١٣/٤]
"Madzhab kita benar tapi bisa jadi salah, pendapat yang berbeda dengan kita salah tapi
bisa jadi benar”.
Dengan demikian kita bisa menghargai perbedaan pendapat orang lain dan bisa tetap merajut ukhuwwah meski berbeda pendapat. Sehingga kita bisa terhindar dari perpecahan terlebih pertikaian.
Saya sendiri tidak sepakat dengan cara-cara pembubaran pengajian yang dianggap bertentangan. Namun saya juga tidak setuju dengan mereka yang menyamakan para pembubar seperti Abu Jahal yang membubarkan dan menentang dakwah Rasulullah. Seakan-akan mereka mewakili Rasulullah yang pasti benar.
Saya jadi ingat dengan salah satu pesan Gus Baha'. Orang lain benci padamu itu bukan berarti mereka yang salah dan kamu yang maha benar. Jadi jangan selalu merasa kamu adalah orang yang terzalimi. Bisa jadi orang lain membencimu itu juga karena perilaku burukmu.
Andaikan masing-masing pihak saling mengalah dan menurunkan standard masing-masing pasti dunia persilatan tidak seramai sekarang. Perbedaan sebenarnya bisa jadi sarana untuk saling memahami pilihan masing-masing bukan untuk saling membenci dan bertikai.
Meski tidak kita pungkiri ada juga saling benci dan bertikai bukan karena berbeda pilihan. Namun karena pilihan dan keinginan memiliki yang sama. Untuk jenis ini monggo bisa ditanyakan pada para kiyai Aswaja non Azwaja ini seperti Kiyai Ma'ruf Khozin Multazam Muslih Muhammad Salim Kholili Najih Ibn Abdil Hameed Achmad Ainul Yaqin Marzuki Imron El-Fatih Muhammad Rifqi Arriza Fahmi Hasan Nugroho Suryandi Temala Heri Latief Ilham Wahyudi Riva'ie Mas Salam Sholeh Wafie dll.
Baca juga kajian Sunnah berikut :
- Saat I’tidal, Sunnah Bersedekap atau Tidak?
- Mendengar Iqamah saat Masih Melaksanakan Shalat Sunnah
- Sunnah Dalam Puasa : Menahan Diri Dari Perbuatan Yang Dapat Merusak Pahala Puasa dan Mandi Janabah Bagi Yang Berhadats Besar
- Kapan Makmum Masbuq Disunnahkan Mengangkat Kedua Tangan?
- Sunnah Dalam Puasa Ramadhan : Memperbanyak Ibadah Sunnah Lainnya
Sumber FB Ustadz : Abdul Wahid Alfaizin