Masalah Zanburiyah yang Membuat Imam Sibawaih Wafat

Masalah Zanburiyah yang Membuat Imam Sibawaih Wafat.

Masalah Zanburiyah yang Membuat Imam Sibawaih Wafat.

Dalam Ilmu Nahwu, ada dua kubu yang tidak akan pernah luput oleh pengkajinya: kubu Bahsrah dan Kufah. Masing-masih daerah memiliki Imam dan pembesarnya. Di Bashrah ada Imam Sibawaih, penulis Al-Kitab. Di Kufah ada Imam Kisai, seorang Pakar Nahwu sekaligus Qiraat. Masing-masing dari keduanya adalah pemimpin dari setiap kubunya.

Persaingan antara dua kubu ini sangatlah terasa hingga perselisihan antara keduanya sampai saat ini masih bisa kita rasakan di kitab-kitab nahwu. Di antara masalah yang terjadi adalah masalah yang dikenal dengan Masalah Zanburiyah. Menurut cerita yang beredar, karena masalah tersebut, Sibawaih menemui ajalnya. Zanburiyah sendiri merupakan nisbah kepada Zanbur yang memiliki arti nama hewan sejenis tawon.

Al-Farra (w. 215 H) bercerita:

Suatu waktu, Sibawaih datang ke orang-orang Barmaky. Maka Yahya pun ingin untuk membuat sebuah pertemuan antara Sibawaih dan Al-Kisai. Ia pun menentukan harinya. Ketika waktu yang ditentukan telah tiba, maka Aku (Al-Farra) dan Al-Ahmar datang terlebih dahulu. Kami pun memasuki tempat tersebut, dan di depan majlis sudah ada Ja'far, Al-Fadhl, dan beberapa tamu undangan yang lain.

Sibawaih pun datang, dan Al-Ahmar pun mulai menghadapinya dengan beberapa pertanyaan di kasus ilmu nahwu. Tiga kali ia bertanya, dan setiap kali Sibawaih menjawab, Al-Ahmar selalu berkata: "Anda keliru". Imam Sibawaih berkata: "Ini adalah akhlak yang sangat buruk."

Al-Farra pun mulai berbicara dan menengahi keduanya. Ia berkata: "aku pun menghadap kepada Sibawaih dan berkata: orang ini (Al-Ahmar) memiliki sifat tempramental dan tergesa-gesa".

Al-Farra pun mulai bertanya juga kepada Sibawaih. Ia bertanya tentang orang yang mengatakan:

هؤلاء أبون، مررت بأبين، وأيت أويت

Sibawaih pun menjawab dengan teori taqdir (memberikan perkiraan). Al-Farra menjawab: "coba teliti lagi". Tiga kali Sibawaih menjawab, dan selalu dibalas dengan jawaban yang sama oleh al-Farra.

Sibawaih pun berkata:

لست أكلمكما أو يحضر صاحبكما حتى أناظره. 

"Saya tidak mau berbicara dengan kalian berdua hingga datang sahabat kalian (yaitu al-Kisai) hingga aku dapat berdiskusi dengannya".

Tidak berselang lama, Al-Kisai datang. Ia duduk dan menghadap ke arah Sibawaih lalu bertanya: "Kamu yang akan bertanya kepada saya terlebih dahulu, atau saya bertanya kepada kamu?". 

Sibawaih menjawab: "Tidak, tapi andalah yang bertanya terlebih dahulu".

Al-Kisai bertanya: "Menurut anda mana yang kalimat yang betul? Saya mengatakan:

قد كنت أظن أن العقرب أشد لسعة من الزنبور فإذا هو هي 

Atau saya mengatakan:

فإذا هو إياها

(Saya telah menduga bahwa kalajengking lebih hebat sengatannya daripara tawon. Ternyata sama saja)

Sibawaih menjawab: "yang benar adalah anda mengatakan: (فإذا هو هي) dan tidak boleh dinasabkan".

Al-Kisai membalas: “Kamu telah melalukan kesalahan bahasa”. Kemudian ia bertanya lagi dengan masalah yang sama, namun isim dhamirnya diganti dengan isim zhahir, dan Sibawaih tetap menjawab jika itu wajib di baca Rafa' dan tidak boleh dibaca Nasab.

Al-Kisai memberikan komentar: "ini bukanlah sebagaimana orang Arab berbicara. Bangsa Arab memperbolehkan Rafa' dan Nashab pada keadaan tersebut". Sibawaih pun membantah pendapatnya.

Yahya bin Khalid menengahi keduanya:

اختلفتما وأنتما رئيسا بلديكما فمن ذا يحكم بينكما؟

"Kalian telah berbeda pendapat padahal kalian adalah pemimpin dari setiap negri kalian masing-masing, lalu siapa yang bisa menengahi perdebatan kalian?”

Al-Kisai berkata: "ini ada orang-orang Arab Badui di depan pintu. Mereka telah berkumpul dari berbagai macam penjuru. Penduduk Kufah dan Bahsrah menjadikan mereka sebagai dalil ucapan darinya. Coba tanya kepada mereka".

Yahya pun memerintahkan agar mereka dihadirkan. Merekapun masuk. Di antara mereka ada Abu Faq'as, Abu Ziyad, Abu al-Jarroh dan Abu Tsarwan. Lalu mereka ditanya tentang kasus yang didiskusikan oleh Al-Kisai dan Sibawaih. Dan ternyata mereka menjawab sebagaimana jawaban Al-Kisai. 

Yahya pun menghadap ke Sibawaih dan berkata: “Anda sudah mendengar jawabannya, kan?”. Sibawaih pun tertunduk. 

Al-Kisai adalah teman dengan Wazir daerah Kufah. Ia hidup dalam keadaan bergelimang harta. Berbeda dengan Sibawaih yang hidup dengan keadaan yang sulit. Al-Kisai berkata kepada Wazir: “Sesungguhnya ia telah datang dari negrinya dengan berharap. Maka jika engkau tidak membiarkannya kecewa maka saya kira itu baik.” Yahya pun memberikannya 10.000 Dirham. Sibawaih pun keluar dan pulang ke Faris. Ia tinggal di sana, wafat, dan tidak pernah lagi kembali ke Bashrah.

Beberapa ulama mengatakan bahwa perbedaan terakhirnya itu bersama Al-Kisai membuat Sibawaih bersedih hingga ia wafat, hingga sering dikatakan bahwa karena masalah itulah Sibawaih menjemput ajalnya.

Salah satu Guruku memberikan komentar atas perbedaan itu. Ada yang mengatakan bahwa orang-orang Arab Badui itu disogok agar mengikuti jawaban yang sama dengan Al-Kisai, dan ini tidaklah benar. Karena Al-Kisai lebih mulia dari pada harus melakukan hal kriminal seperti itu.

Namun cara memahaminya adalah, Sibawaih menjawab dengan kaidah Nahwu yang semestinya. Sebagaimana orang Bashrah yang ketat dan tidak mudah mengqiyaskan. Sebagaimana Al-Kisai menyalahkan Sibawaih sebagaimana kebiasaan ulama Kufah yang mengqiyaskan meskipun hal tersebut jarang didengar oleh bangsa Arab.

••

Kisah ini diceritakan oleh Al-Zajjaji (w. 337 H) di kitabnya Majlis Al-Ulama.

••

Fahrizal Fadil Al-Jomblowi.

Jum'at 16 Februari 2024. 

Sumber FB Ustadz : Fahrizal Fadil

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Masalah Zanburiyah yang Membuat Imam Sibawaih Wafat". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait