Nalar Sufi dan Ahli Hadits

Nalar Sufi dan Ahli Hadits

NALAR SUFI DAN AHLI HADITS

Sependek pembacaan dan analisis saya, nalar berfikir atau mindset ahli hadits cenderung lebih kritis, rasional dan tidak terlalu fanatik dengan hal-hal yang lahir dari intuisi (dzauq). Mungkin karena itu, jarang kita dapati kitab-kitab tulisan ahli hadits yang secara khusus menjelaskan tentang karomah auliya', ilmu rasa atau intiusi, tentang ahwal nafs, khawathir, atau membincangkan hal-hal yang bersifat mistis. Karena hal-hal tersebut tak jarang menabrak nalar rasionalitas atau intelektualitas yang cenderung logis. 

Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Abu Zur'ah ar-Razi misalnya, adalah diantara ulama’ hadits yang tampak kurang sreg dengan corak tasawuf yang dijalani Imam Haris al-Muhasibi yang dianggapnya terlalu lebih dalam membicarakan lintasan hati, nafsu, rasa dan lain-lain. Apalagi masa itu, ilmu hadits menjadi ilmu yang paling diagung-agungkan dan mendapatkan banyak perhatian dari pakar ilmu. Tetapi dengan itu jangan kemudian disimpulkan bahwa ulama’ hadits anti pada ilmu tasawuf, lantaran banyak sekali data otentik yang mencatat tentang banyaknya ahli hadits besar yang mengapresiasi ajaran tasawuf atau tarekat sufi. Imam Ahmad bin Hanbal sendiri sangat menghormati Imam Ma'ruf al-Karkhi dan Abu Hamzah al-Baghdadi, dua sufi besar dizamannya yang sangat mempengaruhi pandangan dan penilaian beliau terhadap sufi. Dan malah nama pertama diakui sebagian ulama' Hanabilah sebagai guru tarekat tasawuf Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Ahmad juga pernah menangis tersedu dan bergetar hatinya saat mendengar penjelasan Imam Haris al-Muhasibi tentang hakekat. 

Apalagi jika menilik mauqif ahli hadits terhadap corak tasawuf yang dijalani oleh sufi (falsafi) seperti Syaikh Akbar Ibn Arabi dan yang senafas dengannya. Dan betul, jika kita menelaah catatan testimoni dan sikap ulama’ terdahulu, terkonfirmasi yang anti terhadap Ibn Arabi kebanyakan adalah ulama'-ulama’ hadits. Hal ini menunjukkan bahwa fikrah ahli hadits cenderung rasional menjadikan tidak mudah tunduk dengan cerita atau penjelasan yang dianggapnya terlalu halu atau mistis. 

Saya melihat, kaum sufi muta'akhirin yang sangat dekat dengan nalar berfikir ahli hadits adalah Imam Ahmad Zarruq al-Fasi al-Maliki, muassis tarekat Zarruqiyah cabang dari tarekat Syadziliyah. Beliau diakui sebagai sufi besar yang menghimpun ilmu zhahir dan batin dan telah menulis kitab yang sangat fenomenal, "Qawaid at-Tasawwuf". Beliau juga masih murid dari al-Hafiz as-Sakhawi, pakar hadits kenamaan murid utama al-Hafiz Ibn Hajar yang menurut satu informasi yang saya baca beliau agak kurang dekat dengan kaum tarekat sufi. Dalam kitabnya, "Uddatus Murid", Imam Ahmad Zarruq al-Fasi berani mengkritik perilaku para pengamal tarekat sufi yang dianggap fanatik dan keluar dari sunnah Rasulullah ﷺ dan terlihat sikapnya yang sangat berhati-hati dalam bab bid'ah. Memang, semestinya kaum sufi adalah kaum terdepan dalam menjauhi bid'ah, baik akidah atau amaliyah, dan dekat dengan sunnah Rasulullah ﷺ. 

Adapun di era kontemporer, tokoh yang tegas seperti itu bisa dicontohkan Syaikh Nizar Hammadi, Syaikh Muhammad Sa'id Ramadhan al-Buthi atau Syaikh Mula Ramadhan al-Buthi, ayahanda Syaikh al-Buthi. Dalam kitab “Hadza Walidi” terdapat beberapa catatan kisah dimana Syaikh Mula Ramadhan al-Buthi memarahi dan menasehati kaum tarekat sufi yang selama ini sakral dan seperti tidak boleh disentuh. 

Corak tasawuf dan tarekatnya Imam Ahmad Zarruq al-Fasi yang dekat dengan manhaj ahli hadits menurut saya lebih sesuai dengan kaum hijrah atau sufi modern yang berfikir kritis, logis dan realistis. Tentu saja ini menurut saya dan bisa jadi penilaian saya ini salah.

Wallahu A'lam 

Sumber FB Ustadz : Hidayat Nur

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Nalar Sufi dan Ahli Hadits". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait