Untuk yang Baru Hijrah

Untuk yang Baru Hijrah

= Untuk yang Baru Hijrah =

Suatu ketika, setelah Jum'atan, terlihat sekelompok bapak-bapak baru hijrah membuat 'halaqah' di salah satu sudut masjid. Sang Khatib pun ikut nimbrung, barangkali bisa dapat hikmah dan manfaat, apalagi tampaknya memang pengisi 'halaqah kaget' ini menggebu-gebu.

Saat dekat, barulah Sang Khatib tahu, bahwa halaqah kaget ini sedang mempergunjingkan dua da'i Ahlussunnah Waljamaah terkemuka di Indonesia, UAS dan UAH. Bahwa mereka adalah ulama suu', pengingkar sunah, penebar syubhat, dan lain sebagainya.

Sebelum tuduhan semakin jauh, Sang Khatib pun menyetop si pembicara, "Sebentar Da! Uda bicara seperti ini, apa landasannya ilmu? Apa uda menguasai ilmu ushul dan furu', ilmu alat dan ghayat, sehingga uda bisa memberikan klaim berat seperti ini?"

Yang ditanya terdiam, kemudian malu-malu menjawab, "Ya memang saya tak paham ilmu tersebut. Tapi saya yakin bahwa apa yang saya yakinilah yang sesuai sunah,"

Sang Khatib lalu bertanya kembali, "Kalau Uda tak punya ilmu, lalu apa standar uda mengklaim diri sesuai sunah? Apa standar uda menuduh orang lain penebar syubhat? Kalau ilmu tak ada, berarti klaim dan tuduhan uda tadi tentu berlandaskan NAFSU!"

"Kalau ilmiah, uda mesti siap mempertanggungjawabkan klaim dan tuduhan tadi dalam forum terhormat. Sekarang Uda tuduh UAS dan UAH sebagai penebar syubhat. Kira-kira kalau uda dipertemukan dengan beliau, dan dilakukan uji kebenaran paham, uda siap tidak?"

Tentu saja si Uda Beringas tidak siap. Ia hanya terdiam.

"Seharusnya kita-kita ini da, dari pada mengghibahi ulama, lebih baik fokus perbanyak amal. Dari pada banyak komentar, seharusnya banyak belajar. Kita tidak nafikan adanya tahzir antar ulama, tapi itu memang ranah mereka. Mereka mampu bertanggung jawab secara ilmiah. Kalau kita mau memilah-milah sumber ilmu, ya silakan. Tapi kalau mengghibah, bahkan ikut mentahzir pula, apa kita punya ilmu? Apa bisa bertanggung jawab?!"

***

Ini adalah kisah nyata dengan beberapa penyesuaian. Bukan pengalaman saya, tapi pengalaman ketua MUI Sijunjuang, Kanda Ustadz Syukri Rahmat. Senior kami di Universitas al-Azhar.

Saya rasa, bukan cuma di Sijunjung. Dimana-mana kita memang banyak menemukan awam yang seperti ini :

- Kamis masih mabuk

- Jumat mulai sadar memutuskan hijrah

- Sabtu mulai menonton video yang menurutnya sesuai sunah

- Minggu menyingkrangkan celana dan memanjangkan jenggot

- Senin sudah pandai menuduh orang lain sebagai ahli bid'ah dan penebar syubhat. Subhanallah!

Saya tak mau banyak komentar, sebab pengalaman Ustadz Syukri tentu sudah mengandung banyak hikmah bagi yang berakal. Tapi hal yang mau saya tekankan : belajar dulu, baru komentar.

Ada banyak PR yang seharusnya dilakukan saat anda baru hijrah, eh, anda malah sibuk terjun dalam perkara yang seharusnya hanya dilakukan oleh orang berilmu :

- Ganti shalat, puasa dan zakat yang selama ini tertinggal.

- Pelajari dulu ilmu dasar mencakup fikih, tauhid dan tasawuf sebatas fardu ain.

- Sebisanya hilangkan bekas maksiat, seperti tato dan tindik.

Tahu tidak, apa yang lebih parah? Sudahlah baru hijrah, ilmu tak ada, lisan tajam, tapi malah pakai akun bodong. Untuk sesaat, saya merasa tak masalah melayani akun bodong. Tapi mulai saat ini, akun bodong akan auto blok. Sedangkan penganut paham sesat yang pakai akun asli, saya tetap persilakan. Setidaknya pemirsa medsos tahu muka-muka tak berilmu tapi sok merasa satu-satunya representasi sunah.

Bagi sahabat medsos saya, jika melihat akun bodong, silakan buka profilnya, ambil options tiga dot, kemudian report sebagai fake account. Mereka ini cuma racun yang tak akan rugi apa-apa saat kalah dalil ataupun lemah argumen. Umpama penjahat yang menutup identitas dengan topengnya.

Kadang gatal juga, mau ngomen ke orang-orang baru hijrah tapi nyinyir ini : "Kalau utang shalatmu saja belum lunas, jangan kau banyak cakap. Kau masih pesta miras, kami sudah sibuk mendaras. Kau masih main cewek, kami sibuk muzakarah. Sekarang kau merasa lebih alim pula dari pada kami? Apa tak malu?!"

Berikut saya sajikan contoh-contoh komen mabuk dari jamaah baru hijrah. Mereka merasa eling, mungkin. Tapi ya itu tadi. Orang mabuk tak merasa mabuk. Orang bodoh tak merasa bodoh. Yang berakal tentu paham dimana letak penyakit akal mereka. Mari sama-sama kita obati. 

Sumber FB Ustadz : Fakhry Emil Habib

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Untuk yang Baru Hijrah". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait