Kesunnahan Beristisyfa dan Bertawassul dengan Orang Saleh

Kesunnahan Beristisyfa' dan Bertawassul dengan Orang Saleh dan Ahli Bait

Kesunnahan Beristisyfa' dan Bertawassul dengan Orang Saleh dan Ahli Bait

Sebagian kalangan anti tawassul seringkali menyebut-nyebut peristiwa tawassulnya ‘Umar ibn al-Khaththab dengan paman Rasulullah; yaitu al-‘Abbas, setelah melakukan shalat Istisqa’. Kalangan anti tawassul ini kemudian berkata: “Ini adalah dalil bahwa tidak boleh bertawassul dengan seorang Nabi atau seorang wali yang sudah Nabi atau wali tersebut meninggal. Terbukti bahwa ‘Umar tidak bertawassul dengan Rasulullah yang sudah meninggal, melainkan beliau bertawassul dengan orang yang masih hidup, yaitu al-‘Abbas, dengan meminta doanya”.

(Jawab): Pernyataan bahwa sahabat ‘Umar ibn al-Khaththab bertawassul dengan al-‘Abbas karena alasan Rasulullah telah meninggal, adalah pendapat yang tidak memiliki dasar sama sekali. Sahabat ‘Umar tidak pernah mengatakan seperti itu, juga tidak sedikit-pun memberikan isyarat bahwa maksud beliau ketika bertawassul dengan al-‘Abbas adalah karena Rasulullah telah meninggal.

Demikian pula dengan al-‘Abbas, beliau tidak pernah mengatakan atau mengisyaratkan bahwa ‘Umar bertawassul kepadanya karena Rasulullah telah meninggal. Pernyataan yang ada adalah, --sebagaimana pernyataan ‘Umar sendiri--, bahwa beliau bertawassul dengan al-‘Abbas adalah karena al-‘Abbas adalah seorang yang memiliki kedekatan hubungan dengan Rasulullah dari segi nasab, karena al-‘Abbas memiliki hubungan kerabat, dan karena al-‘Abbas adalah paman Rasulullah yang sangat dihormati oleh Rasulullah sendiri. Artinya bahwa al-‘Abbas sangat patut untuk dijadikan wasilah karena alasan-alasan tersebut. Alasan ini pula yang telah dinyatakan oleh al-‘Abbas sendiri mengapa ‘Umar bertawassul dengan dirinya.

Az-Zubair ibn Bakkar meriwayatkan, sebagaimana dinukil oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fath al-Bari,bahwa ketika ‘Umar meminta al-‘Abbas untuk berdoa, maka al-‘Abbas berdoa dengan mengatakan:

اَللَّهُمَّ إِنَّ الْقَوْمَ تَوَجَّهُوْا بِيْ إِلَيْكَ لِمَكَانِيْ مِنْ نَبِيِّكَ

“Ya Allah, sesungguhnya mereka memohon kepada-Mu melalui diriku karena kedudukan dan kekerabatanku dengan Nabi-Mu”.

Imam al-Hakim juga meriwayatkan, -sebagaimana pula dinukil oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fath al-Bari-, bahwa ‘Umar ibn al-Khaththab berkata di hadapan ummat Islam pada saat itu:

أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلََمَ كَانَ يَرَى لِلْعَبَّاسِ مَا يَرَى الْوَلَدُ لِوَالِدِهِ، يُعَظِّمُهُ وَيُفَخِّمُهُ وَيَبَرُّ قَسَمَهُ، فَاقْتَدُوْا أَيُّهَا النَّاسُ بِرَسُوْلِ اللهِ فِيْ عَمِّهِ الْعَبَّاسِ وَاتَّخِذُوْهُ وَسِيْلَةً إِلَى اللهِ فِيْمَا نَزَلَ بِكُمْ (رواه الحاكم في المستدرك)

“Wahai ummat Islam, Sesungguhnya Rasulullah menghormati al-‘Abbas seperti seorang anak menghormati ayahnya sendiri. Rasulullah mengagungkan al-‘Abbas ini, memuliakannya dan memenuhi sumpah-sumpahnya. (Oleh karenanya) Maka teladanilah Rasulullah pada diri paman beliau al-‘Abbas ini, dan jadikanlah al-‘Abbas ini sebagai wasilah kepada Allah dalam kesulitan-kesulitan yang menimpa kalian”.

Dua riwayat yang langsung dari perkataan al-‘Abbas dan ‘Umar sendiri ini menjelaskan sebab mengapa ‘Umar bertawassul dengan al-‘Abbas. Sekaligus ini sebagai bantahan atas klaim kaum Wahabiyyah yang mengatakan bahwa ‘Umar bertawassul dengan ‘Abbas tidak lain karena Rasulullah telah meninggal. Padahal dengan sangat jelas dalam dua riwayat ini disebutkan bahwa ‘Umar bertawassul dengan al-‘Abbas tidak lain karena hubungan kekerabatan dan kedudukan al-‘Abbas sebagai orang yang dimuliakan oleh Rasulullah.

Kemudian dari pada itu, perbuatan sahabat ‘Umar ibn al-Khaththab yang telah bertawassul dengan al-‘Abbas adalah sebuah penjelasan dan bukti yang kuat bahwa bertawassul dengan orang-orang saleh, -selain para Nabi-, adalah perkara yang dibenarkan di dalam syari’at. Karena itu al-Hafizh Ibn Hajar dalam kitab Fath al-Bari, setelah menyebutkan kisah ini, beliau menuliskan:

وَيُسْتَفَادُ مِنْ قِصَّةِ الْعَبَّاسِ اسْتِحْبَابُ الاسْتِشْفَاعِ بِأَهْلِ الْخَيْرِ وَالصَّلاَحِ وَأَهْلِ بَيْتِ النُّـبُوَّةِ

“Diambil faedah dari kisah al-‘Abbas ini kesunnahan beristisyfa’ dan bertawassul dengan orang saleh dan Ahli Bait (keluarga) Rasulullah”. 

Bertawassul dengan Rasulullah

Lihat, perhatikan...... pada gambar ini menunjukan pintu masuk dari arah belakang rumah Sayyidah Fathimah yang menuju langsung ke kamar mulia Rasulullah... Lihat kunci/gembok-nya bertuliskan tawassul dengan Rasulullah.

هو الحبيبُ الذي تُرجَى شفاعتُه .. لكل هَولٍ مِن الأهوالِ مُقتحم

Itulah keyakinan Umat Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah dari masa ke masa. Mereka bertawassul dengan Rasulullah.

Sementara ajaran sesat wahabi mengatakan pujian dan tawassul dengan Rasulullah adalah perbuatan kufur dan syirik, termasuk bagian dari bait syair (Qashidah Burdah) dalam gembok di atas.... Kita berlindang dengan Allah dari segala kesesatan ajaran Wahabi...

Sumber FB : Tauhid Corner

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Kesunnahan Beristisyfa dan Bertawassul dengan Orang Saleh". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait