Soal Pembagian Warisan

Soal Pembagian Warisan

Soal Pembagian Warisan

Sesuai ilmu yang saya pelajari saya meyakini apa yang telah ditetapkan oleh Allah adalah hukum yang terbaik. Tidak ada yang saya ingkari. Terlebih, pembagian warisan ini sangat gamblang dan detail perinciannya dalam QS An-Nisa'. Berbeda dengan beberapa hukum lain yang diperintah secara umum dan diurai secara rinci oleh hadits-hadits Nabi shalallahu alaihi wasallam.

Perangkat ilmu dan keadaan ternyata menjadi alasan tersendiri dalam Islam untuk mendapat keringanan ketika belum mampu melaksanakannya. Saya menerima hukum waris anak laki-laki mendapat bagian 2x lipat lebih banyak dari anak perempuan, karena memang secara syariat anak laki-laki yang berkewajiban memberi nafkah kepada orang tuanya manakala di masa senja mereka kedua orang tua tersebut sudah tidak bisa bekerja lagi. Situasi menjadi berbeda manakala kebiasaan orang tua mengikuti anak bungsunya yang ternyata perempuan dan anak lelakinya merantau ikut mertua. Dalam kondisi seperti ini kadang si ibu meminta kepada anak lelakinya untuk rela dibagi rata.

Contoh lain, saat kedua orang tua wafat, semestinya yang berkewajiban ikut merawat dan memberikan nafkah adalah paman dan bibi, makanya saudara kandung bapak dan ibu ini mendapat bagian dalam warisan. Lagi-lagi karena kekurangan ilmu di bab nafkah tersebut keluarga kakek ini tidak ikut andil membesarkan para keponakan.

Sepeninggal ayah kami di awal 2000 silam, adalah KH Qosim Bukhari yang merinci bagian harta waris kami. Tentu ibu kami mendapat sedikit. Setelah dijelaskan masing-masing bagian kami, Kiai Qosim dawuh: "Saya minta keikhlasan kalian agar rumah ini menjadi bagian ibu kalian, ya?" Tidak ada satupun dari keluarga dan kerabat saya yang menolak. Selengkapnya ada di kajian Kiai Zahro Wardi , Komisi Fatwa MUI Jatim dan LBM PWNU Jatim.

Bagaimana dengan hibah harta kepada anak-anaknya semasa hidupnya? Syekh Al-Mardawi dari ulama Hambali membolehkannya:

ﻻ ﻳﻜﺮﻩ ﻟﻠﺤﻲ ﻗﺴﻢ ﻣﺎﻟﻪ ﺑﻴﻦ ﺃﻭﻻﺩﻩ. ﻋﻠﻰ اﻟﺼﺤﻴﺢ ﻣﻦ اﻟﻤﺬﻫﺐ.

Tidak makruh (baca: boleh) bagi seseorang untuk membagikan hartanya di antara para anaknya (Al-Inshaf, Bab Hibah/142)

Syekh Khatib Asy-Syirbini mengutip riwayat:

 ﻛﺨﺒﺮ: «ﺇﻥ ﺃﺑﺎ ﺑﻜﺮ ﺗﺼﺪﻕ ﺑﺟﻤﻴﻊ ﻣﺎﻟﻪ» ﺭﻭاﻩ اﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻭﺻﺤﺤﻪ

Bahwa Abu Bakar bersedekah dengan seluruh hartanya (HR Tirmidzi)

Bagaimana dengan hadis keinginan Sa'ad bin Abi Waqqash untuk bersedekah sebagian besar hartanya tetapi Nabi hanya mengizinkan sepertiga saja? Para ulama mengarahkan hadis ini di saat seseorang dalam kondisi sakit akan wafat, dan mengharuskan ada izin dari ahli waris yang lain.

Hal yang paling penting dalam masalah ini jangan memiliki niat harta warisan jatuh ke sanak famili yang memang dibenarkan dalam Agama, sebab rekayasa hukum agar terhindar dari hukum agama tidak dibenarkan:

ﻭﻗﺎﻝ اﻟﻨﺴﻔﻲ ﻓﻲ اﻟﻜﺎﻓﻲ ﻋﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ اﻟﺤﺴﻦ ﻗﺎﻝ: ﻟﻴﺲ ﻣﻦ ﺃﺧﻼﻕ اﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ اﻟﻔﺮاﺭ ﻣﻦ ﺃﺣﻜﺎﻡ اﻟﻠﻪ ﺑﺎﻟﺤﻴﻞ اﻟﻤﻮﺻﻠﺔ ﺇﻟﻰ ﺇﺑﻄﺎﻝ اﻟﺤﻖ.

Muhammad bin Hasan (Sohib Imam Abu Hanifah) berkata: "Bukan akhlak seorang mukmin untuk lari dari hukum Allah dengan rekayasa hukum yang dapat mengantarkan pada pembatalan sesuatu yang benar" (Umdatul Qari, Syarah Sahih al-Bukhari).

Tapi niatkan supaya keluarga tentram, tidak ada sengketa di belakang hari sepeninggal kita, dan sebagainya. Kecuali jika anak-anak dan keluarga tahu dan mengerti hukum Agama insyaallah tidak akan berebut harta warisan.

klik link youtube berikut : https://www.youtube.com/watch?v=CAI4igsyQS8

Sumber FB Ustadz : Ma'ruf Khozin

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Soal Pembagian Warisan". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait