Penceramah Banyak, Namun Ahli Fikih Sedikit

Penceramah Banyak, Namun Ahli Fikih Sedikit

“...Dan akan datang zaman, dimana penceramahnya banyak, namun ahli fikihnya sedikit... (HR. Thabrani)

Berceramah umum itu gampang. Asal punya modal tampilan religi (jenggot dan peci bisa sangat membantu), logat kental di tenggorokan dan agak disengaukan, plus hafal satu dua hadis dipoles dengan kemampuan artikulasi dan orasi.

Namun untuk menjadi alim, paham istidlal dan ijtihad, mengerti nash dan zhahir, tahu manthuq dan mafhum, menguasai ilmu alat dan ilmu ghayat, itu susahnya minta ampun, pun butuh waktu yang tak sedikit.

Menjadi penceramah itu enak. Bicara satu jam, cuan masuk ratusan ribu. Untuk berceramah pun tak susah : tak diuji, tak dilihat kompetensi. Tampilan meyakinkan, ya sudah, lolos!

Menjadi alim dan guru agama di pesantren itu sulit, mulut sudah berbusa, beban kerja juga luar biasa. Untuk mengajar pun mesti diuji dulu sedemikian rupa. Eh, penghasilan ternyata hanya cukup pelepas makan saja.

Lihat! Penceramah tak diuji, guru mesti punya kompetensi. Tapi awam lebih doyan bertanya kepada penceramah dari pada alim. Lalu kita masih bertanya-tanya, kenapa banyak fatwa aneh berseliweran di tengah masyarakat?

Saya tak anti dengan ceramah ataupun kegiatan berceramah. Toh, selain guru, saya juga penceramah. Namun saya sangat mendukung jika diadakan uji kompetensi penceramah, agar jelas mana yang alim dan mufti, serta mana yang sekedar wa’izh dan da’i. Hinap menungkanlah hadis Nabi ﷺ di atas.¹

***

Salah satu cabang ilmu Bahasa Arab adalah khat. Tulisan saya tak begitu baik, apalagi ini juga ditulis mendadak saja, tak diukur-ukur, mengalir. Namun setidaknya saya memperkenalkan murid dengan ragam metode khat Arabi yang ada.

Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik..

***

¹ Biar tak salah paham. Orang tak ahli fikih berkhutbah dan berceramah ya tak masalah, sebab memberi nasihat adalah kewajiban setiap muslim. Tapi jangan overlap di luar kapasitas. Masing-masing berjuang sesuai maqamnya, alim dan da'i, mufti dan wa'izh, ada yang berfatwa ada yang memberi nasihat, ada yang mengajar ada pula yang memberi taushiyah. Umpama dokter dan perawat, sama berjuang meski tentu ada batasan prosedur yang tak boleh dilakukan oleh perawat, hanya boleh dilakukan dokter. Yang terpenting, jangan malas belajar dengan alasan waktu sudah habis karena mengurus umat. 

Sumber FB Ustadz : Fakhry Emil Habib

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Penceramah Banyak, Namun Ahli Fikih Sedikit". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait