Melawan Hoax Anti Maulid (2)
Bila pada bagian pertama dibahas hoax yang dilakukan oleh penulis kitab al-Qaul al-Fashl Fî Hukmi al-Ihtifâl Bimaulidi Khairi ar-Rusul, pada bagian kedua ini akan dibahas tentang hoax yang dilakukan oleh penulis artikel di website KonsultasiSyariah [dot] com yang berjudul "Maulid Nabi Menurut 4 Madzhab".
Dalam artikel tersebut, penulisnya menukil beberapa komentar ulama aswaja yang sengaja dipotong dan dikesankan seolah mereka anti maulid, padahal sebaliknya sebenarnya mereka semua mendukung maulid. Ulama yang diframing tersebut adalah:
- Imam As-Sakhawi
- Imam as-Suyuthi
- Imam Ibnu al-Hajj
- Syaikh Yusuf ar-Rifa'i
Pernyataan mereka semua dipotong hanya pada bagian bahwa peringatan maulid tidak dikenal di masa awal islam lalu berhenti di situ saja tanpa diteruskan sehingga terkesan seolah mereka semua anti maulid, padahal sebaliknya. Pernyataan asli mereka semua sebagai berikut:
Imam as-Sakhawi as-Syafi'i berkata:
سئلت عن أصل عمل المولد الشريف؟ فأجبت: لم ينقل عن أحد من السلف الصالح في القرون الثلاثة الفاضلة، وإنما حدث بعد، ثم ما زال أهل الإسلام في سائر الأقطار والمدن العظام يحتفلون في شهر مولده ﷺ وشرف وكرم يعملون الولائم البديعة المشتملة على الأمور البهجة الرفيعة، ويتصدقون في لياليه بأنواع الصدقات، ويظهرون السرور، ويزيدون في المبرات بل يعتنون بقراءة مولده الكريم وتظهر عليهم من بركات كل فضل عميم
“Saya ditanya tentang dasar maulid Nabi yang mulia? Kemudian saya menjawab: Hal itu tidak dinukil dari salah satu pun salafus shalih di tiga kurun yang utama tetapi ada setelah itu. Kemudian tak henti-hentinya orang Islam di seluruh penjuru dunia dan di negara-negara besar memperingati Maulid Nabi di bulan kelahirannya Shallallahu Alaihi Wasallam, semoga Allah memuliakan beliau. Orang-orang Islam melakukan perayaan-perayaan yang indah yang terdiri dari hal-hal yang mewah. Mereka bersedekah di malam harinya dengan macam-macam sedekah dan menampakan kegembiraan dan menambah macam-macam kebaikan, bahkan mereka menyibukkan diri dengan membaca Maulid Nabi. Dan, nampaklah bagi mereka banyak anugerah barakah yang luas.” (as-Sakhawi, al-Ajwibah al-Mardliyyah, juz III, halaman 1116).
Kemudian Imam as-Suyuthi as-Syafi'i disebut dalam artikel tersebut dengan narasi demikian:
"Pujian as-Suyuthi terhadap keterangan Abu Amr bin al-Alla’ (w. 154 H)
ولقد أحسن الإمام أبو عمرو بن العلاء حيث يقول: لا يزال الناس بخير ما تعجب من العجب – هذا مع أن الشهر الذي ولد فيه رسول الله وهو ربيع الأول هو بعينه الشهر الذي توفي فيه، فليس الفرح بأولى من الحزن فيه"
Padahal sebenarnya kalimat itu sama sekali bukan perkataan Imam Suyuthi dan beliau sama sekali tidak sedang memuji perkataan tersebut. Yang sesungguhnya terjadi adalah Imam Suyuthi sedang menukil pernyataan Syaikh al-Fakihani al-Maliki yang memang menolak maulid dan mencoba berdalih dengan perkataan Abu Amr.
Fatwa Syaikh al-Fakihani yang membid'ahkan maulid ini syadz (nyeleneh) dan bertentangan dengan fatwa para ulama lain di masanya dan masa sebelumnya. Imam Suyuthi menukil fatwanya bukan untuk dirujuk tetapi justru dalam rangka untuk dibantah poin per poin. Setelah menukil lengkap fatwa al-Fakihani yang syadz tersebut, Imam As-Suyuthi berkata:
هَذَا جَمِيعُ مَا أَوْرَدَهُ الفاكهاني فِي كِتَابِهِ الْمَذْكُورِ، وَأَقُولُ: أَمَّا قَوْلُهُ: لَا أَعْلَمُ لِهَذَا الْمَوْلِدِ أَصْلًا فِي كِتَابٍ وَلَا سُنَّةٍ، فَيُقَالُ عَلَيْهِ: نَفْيُ الْعِلْمِ لَا يَلْزَمُ مِنْهُ نَفْيُ الْوُجُودِ
"Inilah seluruh yang dikatakan oleh al-Fakihani dalam kitabnya tersebut. Dan aku berkata:
Adapun perkataannya " Aku tidak tahu dasar Maulid ini dalam Alquran dan Sunnah", maka dijawab kepadanya bahwa tidak tahu dalil bukan berarti tidak ada dalilnya. Imam para hufaz, Abul Fadhl Ibnu Hajar al-Asqalani telah mengeluarkan dalil dari as-sunnah dan aku mengeluarkan dalil kedua darinya yang akan disebutkan setelah ini..." (as-Suyuthi, al-Hawi lil Fatawi, I, 224)
Setelah itu, panjang lebar Imam as-Suyuthi membantah semua poin fatwa al-Fakihani yang lemah tersebut dengan dalil-dalil yang meyakinkan dan fatwa dari para ulama lain. Silakan dibaca lengkapnya di kitab al-Hawi tersebut sebab ruang FB ini tidak mencukupi untuk membahas itu semua.
Adapun tentang Imam Ibnul Hajj, penulis artikel dimaksud menulis demikian:
"Keterangan Imam Ibnul Hajj (w. 737 H) menukil pernyataan al-Allamah al-Anshari
فإن خلا – أي عمل المولد- منه – أي من السماع – وعمل طعاماً فقط، ونوى به المولد ودعا إليه الاخوان، وسلم من كل ما تقدم ذكره – أي من المفاسد- فهو بدعة بنفس نيته فقط، إذ إن ذلك زيادة"
Nukilan tersebut sebenarnya sama berasal dari fatwa Imam Suyuthi dalam kitab al-Hawi yang menukil al-Madkhal. Hanya saja penulis memotong bagian yang ia suka saja dari al-Madkhal kemudian membuang sisanya. Imam as-Suyuthi memulai nukilan lengkapnya dengan berkata:
«الحاوي للفتاوي» (1/ 226):
«وَقَدْ تَكَلَّمَ الْإِمَامُ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ بْنُ الْحَاجِّ فِي كِتَابِهِ الْمَدْخَلِ عَلَى عَمَلِ الْمَوْلِدِ، فَأَتْقَنَ الْكَلَامَ فِيهِ جِدًّا، وَحَاصِلُهُ مَدْحُ مَا كَانَ فِيهِ مِنْ إِظْهَارِ شِعَارٍ وَشُكْرٍ، وَذَمِّ مَا احْتَوَى عَلَيْهِ مِنْ مُحَرَّمَاتٍ وَمُنْكَرَاتٍ»
"Imam Abu Abdullah bin al-Hajj berbicara dalam bukunya yang berjudul "Mudkhal ila Amal al-Mawlid". Dia berbicara dengan sangat rinci. Kesimpulannya adalah pujian terhadap maulid, yang mencakup ungkapan syiar dan rasa syukut serta kritik terhadap konten yang diharamkan dan munkar"
Kemudian Imam Suyuthi menukil lengkap fatwa Ibnul Hajj isinya yang mengkritik keras perayaan maulid yang diadakan dengan konten pesta musik yang baginya haram. Imam Ibnul Hajj sendiri berkata:
لِأَنَّهُ عليه الصلاة والسلام كَانَ يَتْرُكُ الْعَمَلَ خَشْيَةَ أَنْ يُفْرَضَ عَلَى أُمَّتِهِ رَحْمَةً مِنْهُ بِهِمْ، لَكِنْ أَشَارَ عليه السلام إِلَى فَضِيلَةِ هَذَا الشَّهْرِ الْعَظِيمِ بِقَوْلِهِ لِلسَّائِلِ الَّذِي سَأَلَهُ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ: " «ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ» " فَتَشْرِيفُ هَذَا الْيَوْمِ مُتَضَمِّنٌ لِتَشْرِيفِ هَذَا الشَّهْرِ الَّذِي وُلِدَ فِيهِ، فَيَنْبَغِي أَنْ نَحْتَرِمَهُ حَقَّ الِاحْتِرَامِ وَنُفَضِّلَهُ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ الْأَشْهُرَ الْفَاضِلَةَ ...فَعَلَى هَذَا يَنْبَغِي إِذَا دَخَلَ هَذَا الشَّهْرُ الْكَرِيمُ أَنْ يُكَرَّمَ وَيُعَظَّمَ وَيُحْتَرَمَ الِاحْتِرَامَ اللَّائِقَ بِهِ اتِّبَاعًا لَهُ صلى الله عليه وسلم فِي كَوْنِهِ كَانَ يَخُصُّ الْأَوْقَاتَ الْفَاضِلَةَ بِزِيَادَةِ فِعْلِ الْبِرِّ فِيهَا وَكَثْرَةِ الْخَيْرَاتِ
Sebab Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam meninggalkan suatu kebaikan karena takut diwajibkan atas umat sebab Nabi menyayangi mereka. Namun, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menunjukkan keutamaan bulan yang agung ini dengan perkataannya kepada seseorang yang bertanya tentang puasa hari Senin: "Itu adalah hari aku dilahirkan." Maka, memuliakan hari maulid ini mengandung penghormatan terhadap bulan kelahiran Nabi, dan oleh karena itu, kita seharusnya menghormatinya sebagaimana mestinya dan memberinya keutamaan sesuai dengan apa yang Allah berikan kepada bulan-bulan yang mulia. ... Oleh karena itu, ketika memasuki bulan mulia ini, seharusnya dihormati, diagungkan, dan diperlakukan dengan penghormatan yang layak dalam rangka mengikuti teladan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang mengkhususkan waktu-waktu utama dengan menambah kebajikan di dalamnya dan melakukan banyak kebaikan" (as-Suyuthi, al-Hawi lil Fatawi, I, 227)
Jadi, nukilan KonsultasiSyariah [dot] com di atas sengaja membuat orang salah sangka sebab hanya diambil poin kritiknya saja. Padahal kesimpulan maksud Ibnul Hajj justru seperti yang dikatakan oleh Imam Suyuthi setelah menukil perkataan itu sebagai berikut:
وَحَاصِلُ مَا ذَكَرَهُ أَنَّهُ لَمْ يَذُمَّ الْمَوْلِدَ بَلْ ذَمَّ مَا يَحْتَوِي عَلَيْهِ مِنَ الْمُحَرَّمَاتِ وَالْمُنْكَرَاتِ
"Kesimpulan akhir apa yang dikatakan oleh Ibnul Hajj adalah ia tidak mencela maulid, tetapi mencela konten yang haram dan mungkar saja" ((as-Suyuthi, al-Hawi lil Fatawi, I, 228)
Imam Suyuthi kemudian menjelaskan bahwa maksud Ibnul Hajj bahwa maulid adalah "bid'ah niatnya saja" adalah bid'ah hasanah sebab ia sendiri memuji tindakan kebaikan dalam rangka memuliakan hari dan bulan maulid.
Adapun Syaikh Yusuf ar-Rifa'i, salah satu ulama kontemporer, yang dikutip oleh KonsultasiSyariah sebagai berikut:
"Bahkan seorang tokoh sufi Yusuf Hasyim ar-Rifa’i menyatakan dalam kitabnya bahwa perayaan maulid, termasuk yang bentuknya berkumpul untuk mendengarkan pembacaan sirah nabawi, baru ada jauh setelah para imam madzhab meninggal dunia."
maka nukilan itu tidak berarti apa-apa sebab semua sudah maklum bahwa memang peringatan maulid tidak ada di zaman para imam mazhab. Tidak ada gunanya sama sekali menukil hal itu dari Syaikh Yusuf ar-Rifa' kecuali dalam rangka framing jahat mengesankan bahwa Syaikh Yusuf ikut mencela maulid. Syiakh Yusuf sendiri terkenal akan pembelaannya terhadap amaliah Aswaja, termasuk maulid Nabi Muhammad, dan ini dapat dibaca di berbagai karyanya.
Lucunya, nukilan Syaikh Yusuf tersebut diambil dari bukunya yang berjudul ar-Radd al-Muhkam al-Mani' yang memang disusun secara khusus untuk membela amaliyah aswaja dari kritikan Syaikh Wahabi yang bernama Ibnu Mani'. Bagaimana bisa penulis artikel di KonsultasiSyariah tidak malu melakukan framing tersebut. Padalah setelah pernyataannya yang dikutip di atas, Syaikh Yusuf jelas-jelas berkata:
ولكن أفيكون ذلك وحده كافيا لتسميته بدعة؟...
"Tetapi, apakah hal itu saja (tidak dilakukan di masa awal ) lantas cukup untuk menyebut maulid sebagai bid'ah?" (ar-Radd al-Muhkam al-Mani', 153)
Lalu beliau menjelaskan panjang lebar bahwa perkara yang tidak dilakukan di masa lalu bukan berarti masuk dalam definisi bid'ah. Kalau memang dipaksa disebut bid'ah, sekalian mereka (Wahabi-Taymiy) membuang semua tindakan yang tidak ada di masa awal sebab itu bid'ah semua, katanya.
Itulah beberapa nama yang dicatut secara bohong oleh ust Ammi Nur Baits dalam artikelnya di KonsultasiSyariah [dot] com. Yang jujur dari daftar ulama yang dikutip dalam rangka menolak Maulid di artikel tersebut hanya dua, yakni asy-Syatibi dan al-Fakihani. Keduanya adalah ulama hebat tetapi dalam hal maulid ini pendapatnya syadz dan argumennya lemah, sebagaimana saya bahas dalam tulisan-tulisan sebelumnya dan apalagi telah dikuliti oleh Imam Suyuthi. Apalah artinya penolakan dua ulama aswaja tersebut terhadap Maulid ketika seluruh ulama aswaja lainnya, baik sebelumnya mau pun setelahnya, menerima dan bahkan ikut berperan aktif dalam peringatan Maulid Nabi.
Silakan saja kalau seorang ustadz tidak mau merayakan maulid, tetapi dia harus jujur menampilkan data bahwa di luar kelompok minoritas Wahabi-Taymiy, nyaris semua ulama dunia mendukung dan memuji peringatan Maulid Nabi. Jangan malah membuat narasi hoax seolah ualama yang menyetujui Maulid dianggap menolak juga agar terkesan bahwa yang anti-maulid punya banyak pendukung. Itu jelas dosa jariyah dan harus dilawan.
Semoga bermanfaat
baca juga : Melawan Hoax Anti Maulid (1) Upaya Pihak Anti Maulid Mendistorsi Fatwa Ulama
Sumber FB Ustadz : Abdul Wahab Ahmad