Kenapa Membaca Doa Khatmil Qur'an saat Tarawih Tidak Bid'ah?

Kenapa Membaca Doa Khatmil Qur'an saat Tarawih Tidak Bid'ah?

KENAPA MEMBACA DOA KHATMIL QUR’AN SAAT TARAWIH TIDAK BID'AH? 

Ini contoh inkonsistensi Wahabi-Taymiy yang saya singgung di status sebelumnya. Konsep mereka tentang bid'ah yang bertaklid pada Syaikh Ibnu Taymiyah dan asy-Syathibi adalah syadz (nyeleneh). Para ulama mazhab empat telah tuntas membahas konsep bid'ah yang konsisten dan konprehensif hingga Ibnu Taymiyah datang dengan konsep baru yang diendorse oleh asy-Syathibi lalu diikuti secara taklid buta oleh ratusan penulis Wahabi-Taymiy hingga akhirnya mereka yang literasinya rendah mengira bahwa justru konsep tentang bid'ah yang ditawarkan tersebut adalah konsep yang diikuti mayoritas ulama Ahlussunah wal Jamaah, padahal itu konsep syadz. 

Namun konsep yang lemah akan selalu menampakkan celah inkonsistensinya. Contohnya adalah soal doa khatmil Qur’an yang dibaca rutin setiap tahun saat shalat tarawih di Masjidil Haram. Tidak main-main, ini tentang kreasi baru dalam ibadah shalat!

Dalam SS nomer 3, Ibnu Utsaimin mengaku bahwa doa khatmil Qur’an tersebut tidak ada dasarnya dari hadis ataupun tindakan sahabat. Doa tersebut betul-betul kreasi baru tetapi ia tidak mau menyebutnya bid'ah sebab "ulama sunnah" (baca: ulama Wahabi-Taymiy) masih memperdebatkannya. Kelihatan sekali inkonsistensinya yang katanya setiap unsur ibadah harus ada contohnya dari Nabi atau minimal sahabat (meskipun kenyataannya Sahabat pun mereka serang ketika tidak cocok dengan pendapat mereka).

Lebih aneh lagi yang dilakukan Bin Baz dalam SS nomer 1 dan 2, ia malah bertaklid buta pada ulama Wahabi-Taymiy generasi sebelumnya yang dia sebut sebagai "salaf". Dengan tegas, ia menyebut tradisi doa khatam al-Qur’an dalam shalat ini sebagai sesuatu yang mustahab (sunnah) meskipun kita tahu bahwa hal ini tidak dilakukan oleh Rasulullah dan sahabat.

Bin Baz juga mengkiaskan tradisi doa baru ini dengan qunut. Padahal kita tahu bahwa Wahabi-Taymiy melarang qiyas dalam ibadah, tapi dia sendiri justru melakukan qiyas dalam ibadah shalat. 

Inkonsistensi belum berakhir, Bin Baz malah menantang balik dengan berkata: "Siapa yang mengatakan bahwa itu mungkar, maka ia harus mendatangkan dalilnya" (lihat SS nomer 3). Loh-loh-loh, sudah jelas hal baru yang mematahkan konsep bid'ahnya sendiri, malah yang membid'ahkan yang diminta dalil pelarangannya. Seolah dia lupa ucapannya sendiri ketika mengomentari Maulid Nabi Muhammad dan amaliah lain yang sudah mentradisi di kalangan Ahlussunah wal Jamaah. 

Andai Wahabi-Taymiy mau jujur, terbuka, objektif dan tidak takabur, maka tidak ada sulitnya bagi mereka untuk memahami maulid Nabi dengan nalar yang sama. Maulid dilaksanakan bahkan direkomendasi oleh para ulama besar sejak berabad-abad, dapat dikiaskan ke puasa senin dan siapa yang melarang, maka dia yang harus mendatangkan dalil keharamannya, tidak cukup hanya bilang bid'ah atau baru. Justru motivasi untuk merayakan maulid jauh lebih besar daripada sekedar berdoa khatam al-Qur’an dalam shalat tarawih. Tapi Allah hanya memberi hidayah pada orang-orang yang terpilih. 

Sebagai penutup, Abdul Ilah al-Arfaj menulis satu buku tebal berjudul Mafhum al-Bid'ah yang membahas konsep tentang bid'ah dengan baik. Kasus ini termasuk yang ia angkat. Ia juga mengungkap inkonsistensi teori Syaikh asy-Syathibi dalam al-I'tisham-nya. Silakan dibaca di sana bagi yang ingin memperdalam isu ini.

Semoga bermanfaat

Sumber FB Ustadz : Abdul Wahab Ahmad 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Kenapa Membaca Doa Khatmil Qur'an saat Tarawih Tidak Bid'ah?". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait