ORANG YANG PERTAMA MENGADAKAN MAULID NABI

ORANG YANG PERTAMA MENGADAKAN MAULID NABI

ORANG YANG PERTAMA MENGADAKAN MAULID NABI

Perayaan Maulid Nabi menjadi tradisi istimewa di kalangan umat Islam seluruh dunia. Apalagi ketika memasuki bulan Rabiul Awal, perayaan maulid nabi menjadi semakin marak. Hal ini dikarenakan pada bulan ini Nabi Muhammad SAW dilahirkan.

Dari inilah kemudian Bulan Robiul Awal identik dengan Maulid Nabi. Bahkan masyarakat Madura menamainya dengan Bulen Molod. Padahal, banyak peristiwa penting yang dilalui Nabi Muhammad SAW di bulan ini. Diantaranya adalah wafatnya Rosullulloh SAW yang juga pada bulan Robiul Awal. Selain itu, ada juga peristiwa agung lainnya seperti hijrahnya Rosululloh SAW dari Mekkah ke Madinah yang juga terjadi pada bulan Robiul Awal.

Rosullulloh SAW lahir pada 12 Rabiul Awal Tahun Gajah (570 Masehi). Namun ada juga pendapat-pendapat lain yang menyatakan bahwa Nabi lahir lima belas tahun sebelum peristiwa gajah. Ada juga yang mengatakan ia dilahirkan beberapa hari atau beberapa bulan atau juga beberapa tahun sesudah Tahun Gajah. Ada yang menaksir tiga puluh tahun, dan ada juga yang menaksir sampai tujuh puluh tahun.

Selain itu, ada juga yang mengatakan tanggal 8 Robiul Awal dan ada yang berpendapat tanggal 9 Robiul Awal. Bahkan ada yang mengatakan bahwa hari lahir Nabi Muhammad SAW adalah hari Senin tanggal 12 Ramadhan. Namun pendapat yang masyhur menurut jumhur ulama adalah Nabi Muhammad SAW dilahirkan pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awal.

Adapun mengenai siapa yang pertama kali mengadakan perayaan maulid nabi, para ulama masih berbeda pendapat. Menurut Imam Jalaluddin as-Suyuthi, orang yang pertama kali menyelenggarakan Maulid Nabi adalah Malik Mudhaffar Abu Sa’id Kukburi (1153-1232 atau 549-630 Hijriyah).

Sebagian pendapat mengatakan Shalahuddin al-Ayyubi (1138-1193) pertama kali melakukan peringatan Maulid Nabi secara resmi. Bahkan Sultan Salahuddin al-Ayyubi sendiri, pada acara peringatan maulid Nabi yang pertama kali digelar pada tahun 580 H/1184 M, menyelenggarakan musabaqah atau sayembara penulisan sirah nabawiyyah atau riwayat hidup Nabi disertai pujian-pujiannya dengan bahasa seindah mungkin.

Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut, hingga mencuatlah nama Syekh al-Imam Ja’far al-Barzanji sebagai pemenang dengan karya monumentalnya “Kitab Maulid Nabi al-Barzanji.” Kitab tersebut hingga sekarang masih terus dibaca di berbagai pelosok negeri umat muslim.

Sementara versi lain menyatakan bahwa maulid Nabi ini dimulai pada masa dinasti Daulah Fathimiyah di Mesir pada akhir abad ke empat Hijriyah atau abad 12 Masehi.

Dari fakta sejarah inilah kemudian dijadikan argumen oleh beberapa kelompok untuk menolak dan membid’ahkan perayaan maulid ini, dengan alasan bahwa perayaan maulid baru muncul jauh sesudah masa Nabi Muhammad SAW. Akhirnya mereka menuding perayaan maulid sebagai perbuatan bid’ah yang dipastikan sesat dan tidak memiliki sandaran dalil apapun dari al-Quran maupun hadits.

Di antara pertanyaan yang sering muncul di tengah masyarakat ialah benarkah Syiah yang pertama kali merayakan maulid?. Pasalnya, banyak sekali klaim, terutama bagi kalangan yang enggan melaksanakan maulid, bahwa kelompok Syiah orang yang pertama kali merayakan maulid Nabi?

 memasuki bulan maulid Nabi Muhammad Saw, seperti biasanya, pasti akan ada diskusi tahunan yang bergulir. Yakni kebolehan merayakan maulid Nabi dan segala hal yang berkaitan dengannya.

Benarkah Syiah Pertama Kali Maulid?

 tulisan ini akan memberikan kontra narasi atas stigma yang beredar di kalangan masyarakat, yaitu yang pertama kali merayakan maulid adalah orang Syiah, benarkah demikian? 

Sebelum itu, ada pernyataan menarik dari Imam ahlus sunnah wal jamaah abad 20,

Dalam kitab “Haul al-Ihtifal bi Dzikra Maulid ar-Rasul,” Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki menegaskan bahwa perayaan maulid bukanlah bentuk formal ibadah dengan tata cara khusus yang mengikat bagi yang melaksanakannya, namun segala perkara yang mengajak kebaikan dan mengumpulkan manusia dalam hidayah, serta membimbing mereka kepada hal yang bermanfaat di dunia dan akhirat, maka hal itu sudah mencapai esensi tujuan dari maulid Nabi.

Dengan demikian, bila memahami konsep perayaan maulid di atas, maka lebih pas kita mengatakan bahwa mereka merupakan orang yang pertama kali mengemas perayaan maulid dalam bentuk formal acara yang resmi.

Lantas siapa yang pertama kali merayakan maulid?. Dengan tegas Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki menyatakan bahwa orang yang pertama kali merayakan maulid Nabi adalah Rosululloh sendiri.

Dalil yang paling kuat dan paling jelas yang menunjukkan hal itu adalah hadits riwayat Imam Muslim yang menjelaskan bahwa Rosululloh mensyukuri hari kelahirannya dengan berpuasa. Diriwayatkan dari Abi Qatadah al-Anshari bahwa Rosululloh pernah ditanya tentang puasa hari Senin, beliau menjawab, “Pada hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan.”

Demikian pula riwayat dari Imam al-Baihaqi bahwa Nabi melaksanakan aqiqah untuk dirinya setelah diangkat menjadi Nabi. Padahal kakeknya, Abdul Muththallib telah melaksanakan aqiqah untuk beliau di hari ketujuh dari kelahirannya. Dengan demikian, Nabi melaksanakan hal tersebut semata-mata sebagai bentuk syukur atas kelahiran beliau sebagai rahmat bagi semesta alam.

Pernyataan [Syiah pertama kali Merayakan Maulid] juga ditolak keras oleh Syekh Utsman bin Umar bin Daud. Sebab tidak ada satupun dari kalangan sejarawan yang menyatakan bahwasanya Dinasti Fatimiyyah di Mesir dari eranya Muiz Li dinillah (362 H) sampai Al-Musta’li billah (495 H) yang merayakan maulid Nabi

Adapun terkait klaim bahwasanya Raja Mudzaffar merayakan maulid Nabi ini adalah bagian dari manuver politiknya, bukan murni tujuan agama, dan tidak pula untuk menghormati Nabi Saw, ini merupakan tuduhan yang tak terbukti.

Sebab justru fakta literatur menyatakan sebaliknya, ada banyak sekali ulama yang mengakui kesalehan dari raja ini. Antara lain adalah Ibnu Katsir, Ibnu Dihyah, Ibnu Khallikan, Abu Syamah, Al-Hafidz Al-Dzahabi, Ibnu Al-Imad Al-Hambali dan lain-lain.

Al-Dzahabi sendiri memberikan atribusi yang cukup positif kepada raja ini, beliau menyebutnya sebagai Sunni, Saleh, Adil dan seterusnya. (Al-La’ali Al-Sunniyyah fi Masyru’iyyat Maulid khair al-Bariyyah, H. 13) 

Pernyataan terkait Raja Mudzaffar yang merayakan maulid Nabi saw ini juga bisa dilacak dalam berbagai kitab yang membahas perayaan maulid Nabi. Sebutlah semisal Abi Bakar Syatha Al-Dimyathi dalam Hasyiyahnya (Juz 3 halaman 414), Syekh Abdul Hamid Kudus dalam Kanz Al-Najah wa Al-Surur halaman 37 dan lain-lain.

Al Hafizh As Suyuthi (wafat tahun 911H) berkata dalam kitab al Hawi Lil Fatawi:

أَوَّلُ مَنْ أَحْدَثَ فِعْلَ ذَلِكَ صَاحِبُ إِرْبِلَ اَلْمَلِكُ اَلْمُظَفَّرُ أَبُوْ سَعِيْدٍ كُوْكُبُرِيْ بْنُ زَيْنِ الدِّيْنِ عَلِيِّ بْنِ بُكْتِكِيْنَ أَحَدُ الْمُلُوْكِ الْأَمْجَادِ وَالْكُبَرَاءِ اَلْأَجْوَادَ وَكَانَ لَهُ آثارٌ حَسَنَةٌ وَهُوَ الَّذِيْ عَمَّرَ الْجَامِعَ الْمُظَفَّرِيَّ بِسَفْحِ قَاسِيُوْنَ

Orang yang pertama mengadakan hal yang demikian (Maulid Nabi) adalah penguasa Irbil, Raja Muzhaffar Abu Sa’id Kuukuburi bin Zainuddin Ali Ibnu Buktikin, salah seorang raja yang mulia, agung dan demawan. Beliau memiliki peninggalan bagus dan beliau lah yang meneruskan pembangunan Masjid al- Mudhaffariy di kaki bukit Qasiyun”.

قَالَ ابْنُ كَثِيْرٍ فِيْ تَارِيْخِهِ: كَان يَعْمَلُ الْمَوْلِدَ الشَّرِيْفَ فِيْ رَبِيْعِ الْأَوَّلِ وَيَحْتَفِلُ بِهِ اِحْتِفَالًا هَائِلًا وَكَانَ شَهْمًا شُجَاعًا بَطَلًا عَاقِلًا عَالِمًا عَادِلًا رَحِمَهُ اللهُ وَأَكْرَمَ مَثْوَاهُ

Al Hafizh Ibnu Katsier berkata dalam tarikhnya (Al Bidayah wa Annihayah) : Raja Mudzaffar mengadakan Maulid yang mulia pada bulan Rabi’ul Awwal. Beliau merayakannya dengan perayaan yang sangat besar. Raja Mudhaffar adalah raja yang berotak cemerlang, gagah pemberani, pintar akalnya, alim dan adil. Rahimahullaah wa akrama Matswaah (semoga Allah mengasihinya dan menempatkannya ditempat yang paling baik).

قَالَ وَقَدْ صَنَّفَ لَهُ الشَّيْخُ أَبُو الْخَطَّابِ بْنُ دِحْيَةَ مُجَلَّدًا فِي الْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ سَمَّاهُ (اَلتَّنْوِيْرَ فِيْ مَوْلِدِ الْبَشِيْرِ النَّذِيْرِ) فَأَجَازَهُ عَلَى ذَلِكَ بِأَلْفِ دِيْنَارٍ، وَقَدْ طَالَتْ مُدَّتُهُ فِي الْمُلْكِ إِلَى أَنْ مَاتَ وَهُوَ مُحَاصِرٌ لِلْفِرنْجِ بِمَدِيْنَةِ عَكَّا سَنَةَ ثَلَاثِيْنَ وَسِتِّمِائَةٍ مَحْمُوْدُ السِّيْرَةِ وَالسَّرِيْرَةِ،

Al Hafizh melanjukan : Al Hafizh Syeikh Abul Khaththab Ibnu Dihyah mengarang sebuah karangan tentang Maulid satu jilid yang diberi nama “At-Tanwir fii Maulidilbasyiirinnazhiir” maka raja Mudhaffar menghadiahi beliau dengan 1000 dinar. Masa pemerintahan beliau lama, sampai dengan beliau wafat dalam keadaan beliau mengepung Ifrinj (orang Eropa) di kota Akkaa pada tahun 630 H. Beliau orang terpuji tingkah lakunya dan juga jiwanya.

وَقَالَ سِبْطُ ابْنِ الْجَوْزِيِّ فِيْ مِرْآةِ الزَّمَنِ: حَكَى بَعْضُ مَنْ حَضَرَ سِمَاطَ الْمُظَفَّرِ فِيْ بَعْضِ الْمَوَالِدِ أَنَّهُ عَدَّ فِيْ ذَلِكَ السِّمَاطِ خَمْسَةَ آلَافِ رَأْسِ غَنَمٍ شَوِيٍّ وَعَشْرَةَ آلَافِ دَجَاجَةٍ وَمِائَةَ فَرَسٍ وَمِائَةَ أَلْفِ زُبْدِيَّةٍ وَثَلَاثِيْنَ أَلْفَ صَحْنِ حَلْوَى

(Al Hafizh melanjukan) Cucu Imam Ibnul Jauzi berkata didalam Mir`aatuz Zaman : “Sebagian orang yang pernah menghadiri perjamuan Raja Muzhaffar dalam beberapa Maulid, dia menghitung dalam perjamuan tersebut sebanyak 5.000 kepala kambing bakar, 10.000 ayam, seratus kuda, 100.000 roti mentega dan 30.000 piring kue. [ Sumber Kitab : Al Haawi Lil Fataawi 1/272, maktabah syamilah ]. Link Kitab Al Haawi :

Bahkan, Al-Syaukani menganggap adanya konsensus terkait hal ini.  Dalam kitabnya yang berjudul Al-Fathur Rabbani min Fatawaa al Imam Asysyaukani Juz 2 H. 1087, menyatakan;

وَأَجْمَعُوْا أَنَّ الْمُخْتَرِعَ لَهُ اَلسُّلْطَانُ اَلْكُرْدِيُّ اَلْمُظَفَّرُ أَبُوْ سَعِيْدٍ كُوْكُبُوْرِي بْنُ زَيْنِ الدِّيْنِ عَلِي سَبَكْتِيْنَ صَاحِبُ إِرْبِلَ

Artinya; Mereka (para Ulama) sepakat sesungguhnya orang yang pertama mengadakan Maulid adalah Sultan Kurdi al Muzhaffar Abu Sa’id Kuukubuuri bin Zainuddin Ali Sabaktin, penguasa Irbil”.

Dengan demikian pertanyaan benarkah Syiah yang pertama kali merayakan Maulid? jawabannya tidak benar. Orang yang pertama kali merayakan maulid nabi adalah Nabi Muhammad Saw sendiri, dengan berpuasa di Senin dan Kamis.

Di sisi lain,  perayaan Maulid Nabi  secara seremonial kolektif, maka yang pertama kali merayakannya adalah Raja Mudzaffar. Seorang raja yang alim dan diakui para ulama masanya. Wallahu A’lam bi Al-Shawab. 

Sumber FB Ustadz : M Mahmud

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "ORANG YANG PERTAMA MENGADAKAN MAULID NABI". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait