Apakah Mereka Ghuluw?
Jika kita membaca bagaimana perbuatan para sahabat dan ulama setelah mereka dalam mengungkapkan cinta kepada Nabi Saw, kita akan banyak menemukan pemandangan yg luar biasa.
Orang-orang yg tidak mengerti akan keagungan Nabi Saw dan kemuliaan beliau pasti akan heran melihat pemandangan-pemandangan itu.
Jangankan itu, kita menyebut "sayyiduna" dan pujian-pujian lain saja sudah dianggap berlebihan kepada sosok Nabi, hanya bermodal dengan hadits (لا تطروني..إلخ)
Mari sejenak kita menakjubi bagaiamana sikap para pendahulu kita dalam mengungkapkan cinta, hormat, dan pengagungan mereka kepada Nabi Saw, saat beliau hidup maupun setelah wafat:
1. Imam Bukhori meriwayatkan, seorang sahabat bernama Miswar bin Makhromah, suatu kali menceritakan kejadian yg ia lihat saat perang Hudaibiyyah, "Demi Allah, tidaklah nabi Saw berdahak kecuali dahak beliau jatuh di telapak tangan salah seorang sahabat yg kemudian ia gosokkan ke badan dan wajahnya, dan tidaklah beliau berwudhu, kecuali para sahabat berebutan mengambil bekas air wudhu beliau Saw."
2. Imam Muslim meriwayatkan, sahabat Anas bin Malik bercerita, "sungguh aku melihat para sahabat mengitari nabi Saw saat rambut beliau dipangkas, mereka berebutan untuk mengambil rambut nabi Saw, sehingga hampir tak ada rambut Nabi Saw yg jatuh kecuali sudah berada di tangan salah seorang di antara mereka".
3. Shofiyyah bintu Najdah meriwayatkan bahwa dahulu Abu Mahdzuroh memiliki rambut depan yg sangat panjang, ketika aku menyuruhnya untuk memotong rambut itu, beliau mengatakan,
"لم أكن بالذي أحلقها و قد مسها رسول الله -صلى الله عليه و سلم- بيده"
"Sy tidak akan memotong rambut yg telah dipegang oleh Rasulullah Saw." (Hr. Hakim, Thabrani, dll)
4. Ketika peci Kholid bin Walid jatuh di peperangan, beliau terlihat sangat antusias untuk mencarinya, sahabat-sahabat lain yg tidak mengetahui nilai peci tersebut merasa prihatin melihat kecemasan Kholid bin Walid akan peci itu, Kholid bin Walid kemudian mengatakan,
"لم أفعلها بسبب القلنسوة، بل لما تضمنته من شعره -صلى الله عليه وسلم- لئلا أسلب بركته وتقع في أيدي المشركين"
"Sy tidak sampai melakukan ini karena sebuah peci, melainkan karena rambut nabi yg berada di peci itu, aku khawatir jika keberkahannya dicabut dariku dan kemudian jatuh di tangan kaum musyrikin". (Hr. Hakim, Thabrani dll)
5. Sahabat Ahmad bin Fadlawih adalah diantara pemanah ulung di zaman Nabi mengatakan, "tidaklah aku memegang busur panahku kecuali dalam keadaan suci, karena aku tahu bahwa Nabi Saw dahulu pernah memegangnya". (Hr. Ibnu Majah)
~~~
Inilah di antara bukti bagaimana para sahabat sangat tau nilai dan kedudukan sang nabi yg hadir di tengah-tengah mereka.
Tidak cukup sampai di sana, para ulama setelah para sahabat juga mengajarkan kita dengan perilaku mereka bagaimana kedudukan Nabi Saw.
Jika menyebut para ulama dalam hal pengagungan kepada Nabi, maka Imam Malik lah bintang teladan kita, tidaklah beliau menyampaikan hadits-hadits Nabi Saw kecuali dalam keadan terbaik beliau.
Saat Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur memasuki masjid Nabawi, khalifah berbicara dengan suara lantang, Imam Malik yg ada saat itu di sana kemudian mengatakan,
"يا أمير المؤمنين، لا ترفع صوتك في هذا المسجد،...وإن حرمة النبي ميتا كحرمته حيا"
"Wahai Amirul Mu'minin, janganlah engkau meninggikan suaramu di masjid ini, sungguh kesucian dan kehormatan nabi Saw setelah beliau wafat sama dengan saat beliau hidup"
Karena Allah Swt berfirman,
{لا ترفعوا أصواتكم فوق صوت النبي...الأية}
Cerita yg serupa juga dinukil oleh Qodhi 'Iyadh dalam As-Syifa bahwa dahulu ada orang yg mengatakan bahwa tanah Madinah itu jelek dan buruk, mendengar itu Imam Malik kemudian berfatwa agar ia didera 30 kali dan dipenjara, beliau mengatakan,
"تربة دفن فيها النبي -صلى الله عليه و سلم- يزعم أنها غير طيبة!؟"
[الشفا للقاضي عياض، ٣٤٧]
"Bagaiaman mungkin tanah yg di sana dikuburkan jasad mulia Nabi Saw dianggap sebagai tanah yg tidak baik..?!"
Itu sedikit diantara banyak kisah yg diceritakan para ulama kita melalui jalur yg terpercaya mengenai pengagungan para sahabat dan ulama setelah mereka kepada sosok Nabi Saw.
Bahkan ada di antara mereka yg sampai meminum darah dan muntah beliau Saw.
Sebagian orang merasa asing mendengar kisah-kisah para sahabat ini, masa iya darah nabi sampai diminum? dll.
Biasanya sih karena sudah terdoktrin dengan pemahaman keliru mengenai hadits,
(لا تطروني كما أطرت النصارى عيسى ابن المريم)
Mau bilang para sahabat ghuluw?
Hal-hal tadi itu terjadi di hadapan beliau, dan beliau tidak mengingkarinya.
Terakhir, tidak ada yg pantas kita katakan kecuali, "alangkah jahilnya kita akan kedudukan dan kemuliaan Nabi Saw.."
Bahkan, Imam Zarqony mengatakan bahwa kuburan Nabi Saw lebih mulia daripada Arsy,
نقل التاج السبكي عن ابن عقيل الحنبلي أنه أفضل من العرش، وصرح الفاكهاني بتفضيله على السماوات، وحكى عياض و الباجي و ابن عساكر الإجماع على فضله على جميع البقاع حتى الكعبة..
[العقود الجوهرية للإمام الزرقاني، ٨٢]
"Imam Tajuddin As-Subki menukil pendapat Imam Ibnu Aqil bahwa kubur Nabi lebih mulia dari Arsy, Imam Fakihani dengan jelas mengatakan bahwa kubur beliau lebih mulia dari seluruh langit, dan Imam Qodhi Iyadh, Al-Baji, dan Ibnu Asakir mengatakan bahwa sebuah ijma' ulama akan kemuliaan kubur nabi dari seluruh permukaan bumi ini, bahkan kakbah.."
Semoga dengan sedikit kisah ini, kita mengerti akan kedudukan beliau Saw.
Pujian-pujian yg ada di burdah-burdah dan di tertib sholawat yg ada, bukanlan berlebihan (ghuluw) kepada Nabi, beliau memang pantas untuk mendapatkan pujian-pujian itu, kecuali memang pujian yg sudah sampai mengeluarkan beliau dari derajat kehambaan, maka ini tidak boleh.
Tapi, ala kulli hal, bentuk pembuktian tertinggi kita dalam hal cinta kepada nabi adalah dengan mengikuti seluruh perintah beliau, meninggalkan seluruh larangannya, dan meneladani beliau dalam akhlaq zohir dan batin.
#Selamat_Maulid
Baca juga kajian tentang Maulid berikut :
- Sisi Lain Kehidupan Generasi Terbaik
- Kritik Terkait dengan Maulid Nabi Muhammad SAW
- Akhlak Syaikh Ibnu Taimiyyah yang Hilang dari Para Pengikutnya
- Tidak Melakukan Bukan Berarti Melarang
- Siapa yang Pertama Kali Mengingat Hari Kelahiran Nabi?
Sumber FB Ustadz : Amru Hamdany
27 Oktober 2020 ·