ZUBAIDAH ; MUSLIMAH PENGUKIR SEJARAH
Oleh Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq
Siapa kiranya yang tak mengenal khalifah yang adil, santun, shalih, dan yang namanya paling bersinar dari dinasti Abasiyah, Harun ar Rasyid rahimahullah. Di mana pada masanya, kaum muslimin telah mencapai puncak kejayaan dan kemakmuran yang merata di seluruh wilayah kekhalifahan.
Daulah Islam saat itu bahkan menjadi pusat dari peradaban dunia dan kiblat utama dari ilmu pengetahuan.
Pepatah Arab yang terkenal mengatakan : “Wara’a kulla rajulin adhim imraatun.” Yang kemudian ini dipopulerkan oleh orang-orang barat dengan ungkapan : “There always the tough woman behind a great man.”
Ya demikian lah, hampir semua orang sepakat dengan kata mutiara ini, bahwa di belakang para laki-laki hebat selalu ada wanita hebat yang mendukungnya.
Ternyata demikian pula dengan khalifah hebat Abasiyah ini, Harun ar Rasyid. Tidak banyak yang tahu bahwa ada dua sosok wanita luar biasa dibalik semua kesuksesannya dalam menjalankan roda pemerintahan.
Yang mana, nyaris tidak mungkin Harun bisa menorehkan karya-karya besar tanpa ada dukungan dan sokongan dari keduanya. Siapakah mereka ? Yang pertama adalah ibunda Khalifah sendiri, yakni al Khaizuran dan yang kedua adalah istri tercintanya, Zubaidah binti Ja’far al Manshur rahimahullah ta'ala.
Di tulisan kali ini, kita akan membahas sekelumit riwayat hidup dari sosok Zubaidah, istri yang setia mendampingi sang suami menaiki tangga-tangga prestasi dan menorehkan jasa yang luar biasa untuk Islam dan kaum muslimin.
Zubaidah adalah sosok wanita muslimah yang dikenal keshalihahannya, sangat cerdas dan sangat mencintai ilmu pengetahuan. Ia telah menghafal al Qur’an sejak kecil dan gemar mendiskusikan masalah fiqih dengan para pelayannya. Berkata Qadhi Khalkan :
أنه كان لها مائة جارية كلهن يحفظن القرآن العظيم، وورد كل واحدة عشر القرآن، وكان يسمع لهن في القصر دوي كدوي النحل
“Zubaidah memiliki 100 pelayan perempuan yang semuanya hafal al Qur’an, ia menggilir mereka untuk khataman sepersepuluh mushaf. Sehingga setiap hari terdengar seperti ada dengungan suara lebah dari istananya.”[1]
Ia juga sering mengundang para ulama, sastrawan dan ahli bahasa ke istananya. Agar dirinya bisa menyimak pelajaran dan mengambil faidah dari diskusi diantara ahli ilmu tersebut. Ketika menggambarkan akan sosoknya, al imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata :
كانت من الجمال والمال والخير والديانة على جانب
“Dia adalah wanita yang cantik, berharta, mulia dan disaat bersamaan sangat baik agamanya.”[2]
Zubaidah nama aslinya adalah Ammah Aziz. Namun nyaris tidak ada yang mengenalnya kecuali dengan nama Zubaidah yang merupakan julukan dari ayahnya, khalifah kedua Abasiyah, Ja’far al Manshur.
Disebutkan al Manshur sangat mencintai putrinya ini. Ia sering bermain-main dan mencandai “Ammah Aziz" kecil. Suatu hari karena al Manshur sangat kagum dengannya, ia berkata memujinya :
إنما أنت زبيدة
“Sesungguhnya engkau adalah Zubaidah (yang putih seperti buih).”[3]
Ahli sedekah
Saat ia menikah dengan Harun ar rasyid, diundang tamu-tamu dari seluruh penjuru negeri. Lalu dibagikan kepada para undangan harta dalam jumlah yang banyak, sampai dikatakan tidak ada pernikahan dalam Islam seperti pernikahan mereka.[4]
Imam Khatib al Baghdadi berkata :
أنها حجت، فبلغت نفقتها في ستين يوما أربعة وخمسين ألف ألف درهم
“Dia pernah berhaji, dan dalam tempo hanya 60 hari sedekahnya mencapai 54.000.000 dirham ( 4.3 triliyun)[5]
Imam Ibnu Katsir rahimahullah juga berkata :
ولها من الصدقات والأوقاف ووجوه القربات شيء كثير
Dia sangat gemar bersedekah dan berwaqaf serta sibuk dengan amal-amal yang sangat banyak.”[6]
Di masanya Zubaidah membangunkan beberapa perumahan yang kemudian ia hibahkan kepada rakyat di beberapa wilayah kekhalifahan Islam. Ia turut terlibat berwaqaf sumur, memperbaiki jalan dan membangun banyak masjid.
Ia juga terlibat dalam pendanaan untuk pembangunan waduk untuk irigasi, dan beberapa jembatan di wilayah Hijaz, Syam, dan Baghdad. Dan dia disebut-sebut sebagai pihak di belakang hadirnya baitul hikmah yang sangat legendaris itu.
Sebuah perpustakaan sekaligus tempat riset ilmu keilmuan dengan jutaan buku dan alat kelengkapan penunjang ilmu pengetahuan dan juga fasilitas terbaik di masanya.
Ibnu Jubair, seorang pengelana terkenal dari Andalusia, ketika ia menunaikan ibadah haji bercerita :
وهذه المصانعُ والبركُ والآبارُ التي مِنْ بغداد إلى مكة هي آثارُ زبيدة ابنة جعفر بن أبي جعفر المنصور
“Adapun adanya pabrik-pabrik, pemandian dan saluran-saluran air yang mebentang dari Baghdad hingga kota Makkah, ini adalah bekas peninggalan dari Zubaidah binti Ja’far al Manshur.”[7]
Sumur Zubaidah
Di Makkah sampai hari ini ada sumur yang disebut dengan sumur Zubaidah. Ini adalah sebuah penampungan besar dari saluran air yang merupakan waqaf dari sayidah Zubaidah untuk memberi kecukupan kebutuhan air bagi jamaah haji, serta penduduk Makkah dan sekitarnya. Konon biaya penggarapannya mencapai 1,7 juta dinar atau setara dengan 6,4 triliyun.
Selama lebih dari 1000 tahun waqaf air ini memberikan sumbangsih yang sangat besar kemanfaatannya bagi jama’ah haji juga penduduk Makkah dan sekitarnya. Dan meski hari ini saluran air ini tidak digunakan lagi, tapi di Arab Saudi masih ada kantor khusus yang mengurusi masalah waqaf ini yakni kantor Administrasi Zubaidah dan Aziziyah.[8]
Setelah kematiannya
Al Imam Abdullah bin Mubarak rahimahullah menceritakan :
رأيت زبيدة في المنام، فقلت: ما فعل الله بك؟ فقالت: غفر لي في أول معول ضرب في طريق مكة.
“Aku melihat Zubaidah di dalam tidur. Maka aku bertanya kepadanya :’Apa yang sudah Allah perbuat untukmu ?’ Maka dia menjawab : ‘Allah telah mengampuniku sejak hujaman skop pertama di proyek pembuatan jalan Makkah .”[9]
📜Semoga bermanfaat.
________
[1] Al Bidayah wa Nihayah (14/204)
[2] Al Bidayah wa Nihayah (14/203)
[3] Al Bidayah wa Nihayah (14/203)
[4] A’lamun Nisa (2/17)
[5] Tarikh Baghdadi (14/433)
[6] Al Bidayah wa Nihayah (14/203)
[7] Rihlah Ibnu Jubair hal. 150
[8] Ma’alim Makkah hal. 197
[9] Al Bidayah wa Nihayah (14/204)
Ketika proses penggarapan saluran air ke kota Makkah, bendahara pribadi Zubaidah mengeluhkan biaya proyek yang sangat besar.
Pekerjaan belum ada separuh, namun dana yang telah dikeluarkan nyaris menguras harta Zubaidah.
Tapi Zubaidah menjawab tegas, "Terus lanjutkan, meski dengan itu kita harus membuat alat² kerja dari emas."
Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq