Menandu ulama, ghuluw (berlebihan) ?
Foto terlampir tidak ada yang salah, maka tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Kejadiannya itu saat beliau, syekh Usamah Al-Azhari, berkujung untuk safari dakwah di Lombok. Di Indonesia ini, di sebagian wilayahnya (termasuk di Lombok) memang memiliki cara tersendiri untuk mewujudkan pemulian kepada seorang ulama, diantaranya dengan cara ditandu. Itu semata-mata untuk pemuliaan saja, tidak ada maksud lain. Agar beliau tidak capek berjalan, atau ada tujuan-tujuan lain. Bukan untuk mendudukkan syekh di luar kapasitasnya sebagai seorang ulama, apalagi sampai dipertuhankan. Dan kami yakin, itupun bukan beliau yang meminta.
Ini masuk bentuk tradisi atau adat. Dan kaidahnya ; “Asal dari tradisi adalah boleh sampai ada dalil yang mengharamkannya”. Maka barang siapa yang mempermasalahkan hal tersebut, dituntut untuk mendatangkan dalil yang melarang dan argumentasinya. Terus, yang dipermasalahkan apanya ? Tidak ada yang salah. Sudah dimaklumi di negeri kita yang tercinta ini, bahwa menandu orang yang dimuliakan itu boleh-boleh saja, baik dia sebagai ulama, atau orang tua, atau pemimpin, atau yang lainnya. Bahkan di tempat kami, sudah biasa orang menandu pengantin di acara pernikahannya. Ini tidak termasuk bentuk sikap ghuluw (melampaui batas) yang dilarang dalam agama kita.
Nabi Muhammad saw pernah dicium kakinya oleh orang Yahudi sebagai pemulian kepada beliau, dan tidak ada pengingkaran dari beliau terhadap hal tersebut. Kalau mau jujur, fenomena ini tentu lebih pantas untuk divonis sebagai bentuk ghuluw (kalau mau dianggap sikap ghuluw) dibandingkan dengan sekedar menandu seorang ulama.
Sekedar saran untuk semuanya, jangan terburu-buru menyalahkan atau menvonis suatu kejadian sebagai perbuatan ghuluw, sekedar bermodal fota saja. Tapi harus dipelajari dulu secara detail kejadiannya mulai dari asbabul wurudnya, deskripsinya, serta informasi situasi dan kondisi yang melatarbelakanginya. Ingat kaidahnya ; “Hukum terhadap sesuatu, merupakan bagian dari deskripsinya (gambaran detailnya). Informasi yang salah dan tidak lengkap, akan menghasilkan kesimpulan hukum yang salah pula.
(Abdullah Al-Jirani)
Sumber FB Ustadz : Abdullah Al Jirani