Membayar Hutang Dilebihkan Bolehkah?

Membayar Hutang Dilebihkan Bolehkah?

MEMBAYAR HUTANG DILEBIHKAN BOLEHKAH ?

Afwan kiyai, beberapa waktu lalu ada teman saya yang berhutang dan saat mengembalikan ia lebihkan. 

Saya menolaknya karena sepengetahuan saya segala kelebihan dari hutang piutang itu riba, tapi teman saya tersebut mengatakan kalau itu tidak apa-apa, boleh diterima sebagai hadiah. Benarkah demikian ?

Jawaban

Oleh Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq 

Menurut mayoritas ulama pembayaran hutang yang demikian itu dibolehkan. Asalkan memang benar-benar pemberian lebih tersebut berasal dari kerelaan dan tidak disyaratkan dan diakadkan diawal.[1]

 Hal ini berdasarkan dalil-dalil berikut ini :

Dahulu Nabi ﷺ punya tanggungan utang seekor unta dengan umur tertentu untuk seseorang, maka orang itupun datang dan minta dilunasi. Rasulullah ﷺ lalu bersabda: ‘Berikan kepada dia.’

 Maka para sahabat mencari yang seumur, namun mereka tidak mendapati kecuali yang lebih tua. Maka beliau mengatakan: ‘Berikan itu kepadanya.’ Orang itupun mengatakan: ‘Engkau telah penuhi aku, semoga Allah memenuhimu.’ Maka Nabi ﷺ bersabda:

إِنَّ خِيَارَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً

“Sesungguhnya sebaik-baik kalian adalah yang paling baik dalam melunasi.” (HR. Bukhari)

Dalam riwayat lain Jabir bin Abdillah mengatakan : 

أَتَيْتُ النَّبِيَّ ﷺ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ وَكَانَ لِي عَلَيْهِ دَيْنٌ فَقَضَانِي وَزَادَنِي

“Aku datang kepada Nabi ﷺ dan ketika itu beliau punya utang kepada saya, lalu beliau melunasi aku serta menambahinya.” (HR. Bukhari).

Bahkan kalangan Hanafiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah berpendapat melebihkan pengembalian hutang dengan melebihkan seperti ini adalah bagus selama tidak menjadi adat kebiasaan.

ذهب جمهور الفقهاء -من الحنفية، والشافعية، والحنابلة، وابن حبيب من المالكية، وغيرهم- إلى أن المقترض لو قضى دائنه ببدل خير منه في القدر، أو الصفة، أو دونه، برضاهما، جاز؛ ما دام أن ذلك جرى من غير شرط

"Mayoritas ahli fiqih dari Hanafiyah, Syafi’iyyah, Hambaliyah dan diikuti oleh Ibnu Habib dari kalangan Malikiyah, juga ulama lainnya, mengatakan bahwa jika orang yang berhutang membayar hutangnya dengan hal yang lebih baik, baik dadi sisi jenis, sifat, ukuran, atau lainnya, selama keduanya ridha, maka itu dibolehkan, selama memang tidak disyaratkan."[2]

Barulah sesuatu yang diharamkan kalau pengembalian itu dilafadzkan apalagi disyaratkan diawal. Berkata al imam Ibnu Qudamah rahimahuah :

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata :

وَكُلُّ قَرْضٍ شَرَطَ فِيهِ أَنْ يَزِيدَهُ ، فَهُوَ حَرَامٌ ، بِغَيْرِ خِلَافٍ

“Setiap hutang yang dipersyaratkan adanya tambahan, maka itu adalah haram. Hal ini tanpa diperselisihkan oleh para ulama.” [3]

Ibnul Mundzir rahimahullah berkata :

أجمع العلماء على أن المسلف إذا شرط عشر السلف هدية أو زيادة فأسلفه على ذلك أن أخذه الزيادة ربا

“Para ulama sepakat bahwa jika seseorang yang memberikan hutang dengan mempersyaratkan 10% misalnya dari hutangan sebagai hadiah atau tambahan, lalu ia meminjamkannya dengan mengambil tambahan tersebut, maka itu adalah riba.”[4]

Contoh kasusnya seperti orang yang meminjamkan uang lalu berkata , “Saya meminjam uang kepada anda 1 juta, nanti saya kembalikan kepada anda suka rela menjadi 1.100.000.” maka ini haram, inilah yang disebut riba Nasi’ah.

Walaupun ini kemudian diistilahkan dengan suka-rela, tanda terima kasih dan anda sebagai pihak yang menghutangi merasa tidak mensyaratkan.

Jadi sekali lagi pengembalian yang dilebihkan hukumnya boleh menurut jumhur ulama adalah yang tanpa embel-embel apapun, atau dalam gambaran lain,  hutang tidak terpengaruh oleh ada tidaknya pelebihan tersebut.

📜Wallahu a’lam.

________

[1] Al Mughni (6/438), al Bada’i as Shana’i (4/210), Syarh al Muntaha al Iradat (2/227), ar Raudhah at Thalibin (4/34), Tuhfah al Muhtaj (5/47).

[2] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah ( 33/125).

[3] Al Mughni (6/436)

[4] Al Ijma' hal. 99 

Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Membayar Hutang Dilebihkan Bolehkah?". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait