Sambunglah Silaturahmi Yang Terputus

Sambunglah Silaturahmi Yang Terputus

SAMBUNGLAH SILATURAHIM YANG TERPUTUS 

Hidup rukun dan tentram adalah impian semua manusia, akan tetapi faktanya perselisihan seringkali mewarnai bahkan mendominasi sehingga berujung pada perpecahan di antara saudara, tetangga, kolega dan teman.

Dalam hal itu, Rasulullah mewanti-wanti kepada umat Islam agar senantiasa menjalin silaturahim kepada siapapun, saudara, kerabat, kolega, hingga kepada bawahannya:

أَخْبَرَنَا الْحَسَنُ بْنُ إِسْحَاقَ الأَصْبَهَانِيُّ بِالْكَرْخِ، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ يَزِيدَ الْقَطَّانُ، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ شَيْبَانَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ وَاسِعٍ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ الصَّامِتِ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ، قَالَ‏:‏ أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، بِخِصَالٍ مِنَ الْخَيْرِ‏:‏ أَوْصَانِي‏:‏ بِأَنْ لاَ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقِي، وَأَنْ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ دُونِي، وَأَوْصَانِي بِحُبِّ الْمَسَاكِينِ وَالدُّنُوِّ مِنْهُمْ، وَأَوْصَانِي أَنْ أَصِلَ رَحِمِي وَإِنْ أَدْبَرَتْ، وَأَوْصَانِي أَنْ لاَ أَخَافَ فِي اللهِ لَوْمَةَ لاَئِمٍ، وَأَوْصَانِي أَنْ أَقُولَ الْحَقَّ وَإِنْ كَانَ مُرًّا، وَأَوْصَانِي أَنْ أُكْثِرَ مِنْ قَوْلِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ، فَإِنَّهَا كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ 

Artinya: Al-Hasan bin Ishaq Al-Ashbahani di Karkh mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ismail bin Yazid Al-Qathan menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Daud menceritakan kepada kami, dari Al-Aswad bin Syaiban, dari Muhammad bin Wasi dari Abdullah bin Ash Shamit, dari Abu Dzar, ia berkata, kekasihku Rasulullah mewasiatiku dengan perkara-perkara kebaikan, “Beliau mewasiatiku agar (dalam urusan duniawi) jangan memandang kepada orang yang berada di atasku, dan hendaknya memandang kepada orang yang berada di bawahku. Beliau mewasiatiku agar mencintai orang miskin dan mendekati mereka. Beliau mewasiatiku agar menyambung tali silaturrahim jika (silaturrahim itu) telah terputus. Beliau mewasiatiku agar melaksanakan kebenaran di mana saja kami berada tanpa takut cercaan orang. Beliau mewasiatiku agar mengatakan kebenaran sekalipun itu pahit. Dan beliau mewasiatiku agar memperbanyak mengucapkan Laa haula wa laa quwwata illa billaahi. Karena sesungguhnya kalimat itu adalah harta simpanan dari harta-harta simpanan surga. (Ibn Hibban, al-Ihsan fi Taqrib Sahih Ibn Hibban, juz 2)

Hadits ini berkaitan dengan beberapa perbuatan baik yang diwasiatkan Nabi; tidak memandang terlalu tinggi kepada atasannya, memandang penuh kasih kepada bawahannya, peduli kepada mereka yang miskin, menyambung tali persaudaraan meskipun telah terputus, tidak takut dihina orang lain ketika beribadah kepada Allah dan berani berkata benar meski pahit rasanya., dan memperbanyak doa La haula wa la quwwata illa billah.

Mengapa di akhir hadits disebutkan memperbanyak doa La haula wa la quwwata illa billah? Karena kesemua itu membutuhkan kekuatan yang hanya bisa diperoleh melalui pertolongan Allah. Bagaimana mungkin sanggup merealisasikan semua pesan itu jika tidak mendapatkan anugerah berupa kekuatan, keberanian dari Allah.

Salah satu hadits akan pentingnya menyambung silaturahim diriwayatkan Anas:

عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ الرَّحِمَ شِجْنَةٌ مُتَمَسِّكَةٌ بِاْلعَرْشِ تَكَلَّمَ بِلِسَانٍ ذَلِقٍ: "اَللَّهُمَّ صِلْ مَنْ وَصَلَنِي وَاقْطَعْ مَنْ قَطَعَنِي". فَيَقُولُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: "أَنَا الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ، وَإِنِّي شَقَقْتُ لِلرَّحِمِ مِنَ اسْمِي، فَمَنْ وَصَلَهَا وَصَلْتُهُ، وَمَنْ نَكَثَهَا نَكَثْتُهُ". أخرجه الهيثمي

Artinya: Diriwayatkan dari Anas, dari Rasulullah, beliau bersabda, Sesungguhnya rahim (kekerabatan) itu adalah cabang kuat di arsy, yang berdoa dengan lisan yang tajam: Ya Allah sambunglah orang yang menyambungku dan putuslah orang yang memutusku, Maka Allah berfirman, Aku adalah Al-Rahman Al-Rahim. Sungguh aku pecahkan dari nama-Ku untuk Al-Rahim (kekerabatan), maka barangsiapa menyambungnya niscaya Aku menyambung orang itu, dan barangsiapa memutuskannya pasti Aku memutuskan orang itu, (HR al-Haitsami).

Bila memperhatikan kandungan dua redaksi hadits di atas, maka benang merahnya berkaitan dengan amar makruf nahi munkar yang termanifestasikan dalam sikap berani menyambung tali silaturahim meski telah terputus, tidak takut untuk menyampaikan kebenaran meski dicemooh orang, meskipun itu semua berat untuk dilakukan.

Salah satu hadits diriwayatkan Abdullah bin Umar terkait bersilaturahim:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنَّ الْوَاصِلَ الَّذِي إِذَا انْقَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا

Artinya: Dari Abdullah bin Umar dari Nabi, beliau bersabda: Bukanlah dikatakan bersilaturrahim orang yang membalas kunjungan atau pemberian, akan tetapi yang dikatakan bersilaturrahim adalah mereka yang menyambung apa yang putus. (HR Tirmidzi)

Semoga Allah senantiasa membimbing kita dengan hidayah dan taufiq Nya 

Sumber FB Ustadz : Alhabib Quraisy Baharun

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Sambunglah Silaturahmi Yang Terputus". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait