Hadits vs Ulama Dalam Masalah Kirim Pahala Kepada Mayit

Hadits vs Ulama Dalam Masalah Kirim Pahala Kepada Mayit

HADITS ‘VS’ ULAMA DALAM MASALAH KIRIM PAHALA KEPADA MAYIT

Oleh Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq

Pembahasan yang rame dan tidak pernah kehilangan daya tarik untuk dibahas dan diulas salah satunya adalah masalah kirim-kirim pahala untuk mayit, baik itu yang bentuknya dzikir, bacaan Qur'an atau sedekah.

Antara pihak yang pro dan yang kontra bila sudah terlibat debat, serunya bukan main. Benar-benar tontonan yang tak kalah serunya dibandingkan pertarungan gaya bebas di atas ring tanding. Yang mana biasanya pemenangnya sekalipun babak belur, apalagi yang kalah, jangan tanya lagi, bonyok.

Namun, sebagai orang yang akalnya sehat, sudah seharusnya kita kembali mengingat, yang layak di dengar suaranya itu hanyalah mereka yang memang sudah sepantasnya berbicara, dan dalam masalah ini siapa lagi kalau bukan para ulama.

Mereka yang memang sehari-harinya bekerja membedah ilmu dengan acuan yang baku. Dengan tata aturan yang standar.

Kembali kemasalah pokok, bila kita perhatikan, yang lazim dan bisa ditranfer untuk arwah orang yang telah meninggal dunia itu biasanya hanya ada 3 (tiga) : Doa, Sedekah, dan bacaan al Qur’an.

Dan dari tiga hal tersebut, ternyata dua-nya ulama telah bersepakat bulat tanpa perbedaan pendapat bahwa itu dibolehkan, yakni mengirim doa dan pahala sedekah untuk mayit. 

Hanya di poin ketiga, -yakni bacaan al Qur’an untuk mayit - yang diperbeda pendapatkan oleh para ulama.

Lho koq bisa ? Kan dalam sebuah hadits yang sangat populer dengan tegas disebutkan :

إِذَا مَاتَ ابنُ آدم انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أو عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Apabila seorang anak Adam meninggal, maka akan terputus amalannya kecuali tiga perkara : shadaqah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakan kepadanya.” (HR. Muslim)

Dzahir hadits tersebut secara gamblang menafikan semua praktek mengirim amal shalih untuk mayit kecuali dari tiga sumber yang disebutkan dalam hadits yakni shadaqah mayit semasa hidup, ilmunya, dan anaknya.

Sedangkan point yang disebutkan ulama di atas tidak ada satupun yang nyantol. Kalu toh doa bisa masuk kedalam kategori, ternyata doanya haruslah doa dari anak si mayit bukan dadi ornag lain, itupun tidak sembarang anak, harus anak shalih.

Hemm, koq bisa-bisanya ya para ulama membuat produk hukum yang bertentangan dengan sumber hukum ? Sampai ijma' lagi...

Nah disitulah kita harus sadar diri. Menyimpulkan hukum itu bukan hanya sekedar tahu shahih tidaknya dalil. Ada seabrek perangkat dan aturan yang harus dikuasai dengan baik. Dan itu, tak sembarangan ulama mampu, apalagi orang awamnya.

Beragama dengan cara runut, manut mengikuti yang patut itu sangat berat. Apalagi di zaman serba instan ini. Pemikiran ala konsumsi cepat saji dan olahan setengah matang lah yang lebih digandrungi oleh banyak orang. Karena lebih mudah, cepat dan juga hemat. 

Tak perlu berpayah-payah meracik bumbu dan mengatur menu, menghafal resep, apalagi harus memilih bahan baku masakan dan sabar mengolahnya hingga berjam-jam hingga matang.

Insyaallah kami akan membahas berseri tentang hukum : Mengirim pahala kepada mayit menurut ulama madzhab yang empat.

Ingat ! Menurut ulama madzhab. Jika ada yang merasa telah mampu merujuk langsung kepada dalil Qur'an hadits, maka tak perlu repot turut menyimaknya. Karena tak akan banyak gunanya. Apalagi kalau sedari awal sudah anti pati terhadap fiqih madzhab, sebaiknya blokir saja akun saya.

Baca juga kajian Ustadz AST berikut :

Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Hadits vs Ulama Dalam Masalah Kirim Pahala Kepada Mayit". Semoga betah di Kajian Ulama Aswaja ®

Kajian Terkait